Rabu 11 Aug 2021 19:03 WIB

Pengaruh Besar Peradaban Islam dalam Kemajuan Ilmu Astronomi

Ilmu perbintangan (astronomi) dicetuskan pertama kali oleh Nabi Idris AS.

Astronomi Islam: Ilustrasi ilmuwan ilmu falak pada zaman era kekhalifahan Islam
Foto: Chemheritage.org
Astronomi Islam: Ilustrasi ilmuwan ilmu falak pada zaman era kekhalifahan Islam

REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh: Nidia Zuraya

Islam dikenal sebagai salah satu peradaban di dunia yang konsen terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Salah satu disiplin ilmu yang dikembangluaskan oleh kaum Muslim adalah ilmu falak atau lebih dikenal dengan sebutan ilmu astronomi di dunia modern saat ini. 

Pada hakikatnya, ilmu falak yang berkembang dalam Islam sebenarnya muncul dari ilmu perbintangan yang merupakan warisan dari bangsa Sumeria kuno (4500-1700 SM).

Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa ilmu falak telah ada dalam kurun waktu ribuan tahun silam di Kerajaan Babilonia yang terletak di antara Sungai Tigris dan Sungai Efrat (wilayah selatan Irak kini). Bangsa Sumeria kuno yang mendiami wilayah tersebut dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban tertinggi dan tertua di dunia.

Nabi Idris AS yang diutus oleh Allah kepada bangsa Sumeria kuno dikenal sebagai orang yang pertama kali menggunakan bintang sebagai petunjuk arah, waktu bercocok tanam, memperkirakan kondisi cuaca, dan lain sebagainya.

Nabi Idris AS diakui oleh banyak ulama dan para ahli tafsir adalah seorang nabi yang memiliki banyak keistimewaan. Keistimewaan itu di antaranya adalah kemampuannya dalam menulis, menggambar, menjahit, menguasai ilmu perbintangan (astronomi), dan lain sebagainya.

Dalam kitab Tarikh al-Hukama disebutkan bahwa Idris bernama Hurmus Al-Haramisah. Dinamakan Hurmus karena ia ahli dalam ilmu perbintangan. Dan dinamakan Idris, karena ia pandai menulis atau suka belajar (daras).

Para ahli sejarah menetapkan Nabi Idris hidup sekitar tahun 4500-4188 Sebelum Masehi (SM). Afif Abdul Fatah dalam bukunya yang berjudul Nabi-Nabi dalam Alquran, mengutip sejumlah keterangan ulama menyebutkan, Idris dilahirkan di Munaf (Memphis), Mesir, kemudian berdakwah menyiarkan agama Allah hingga wilayah Irak kuno.

Kelompok lain berpendapat, Idris dilahirkan dan dibesarkan di Babilonia. Menurut sebuah riwayat, bangsa Sumeria kuno telah mempelajari ilmu perbintangan untuk mengetahui masa bercocok tanam yang baik.

Misalnya, rasi bintang Taurus yang dipercaya sebagai masa awal musim semi dan cocok untuk menanam, sedangkan rasi bintang Virgo dipergunakan sebagai saat tepat untuk memanen.

Perkembangan Ilmu Falak dari Era Nabi Muhammad SAW

Bangsa Sumeria kuno juga dikenal sebagai bangsa pertama yang membuat pembagian bulan dalam setahun menjadi 12 bulan (zodiak) sekaligus membaginya dalam tabel.

Adalah para pendeta Kerajaan Babilonia yang menemukan dua belas gugusan besar bintang-bintang di cakrawala, yang mereka bayangkan sebagai satu lingkaran.

Dengan menghitung jalannya bulan, dihasilkan hari. Dengan menghitung jalannya matahari dihasilkan tanggal, bulan, serta tahun hingga akhirnya terjadi ilmu penanggalan. 

Dalam Alquran telah dijelaskan tentang pembagian bulan dalam setahun, yakni sebanyak 12 bulan (Lihat surah at-Taubah ayat 36).

Apa yang dilakukan Nabi Idris AS diteruskan oleh generasi berikutnya untuk mengembangkan teori perbintangan, membuat kalender, menentukan awal bulan, gerhana matahari dan bulan, serta ilmu lainnya yang berkaitan dengan ilmu perbintangan.

Pada masa Nabi Muhammad SAW, ilmu falak belum mengalami perkembangan yang signifikan. Karena pada saat itu umat Islam disibukkan dengan upaya-upaya menyebarluaskan ajaran Islam ke seluruh pelosok dunia.

Sehingga aktivitas untuk mengkaji tentang astronomi sangat kurang sekali. Jika pun ada, itu hanyalah sebatas pengetahuan-pengetahuan langsung yang diberikan Allah SWT kepada Nabi SAW, dan belum ada kajian ilmiahnya yang berdasarkan ilmu pengetahuan.

Masa Keemasan

Setelah Islam menyebar sampai di luar Makkah dan Madinah, mulailah para sahabat mengkaji khazanah ilmu falak. Namun, sebagaimana dijelaskan Dr Muhammad Bashil Al- Thoiy dalam bukunya yang bertajuk Al-Falak wa al-Taqwim, kajian tentang ilmu falak secara mendalam baru dimulai pada masa pemerintah an Dinasti Umayyah, yaitu tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Khalid bin Yazid bin Muawiyah.

Khalifah Khalid dikenal sebagai pemimpin yang cinta akan ilmu pengetahuan. Karenanya semasa ia memerintah, terjadi perubahan-perubahan mendasar, terutama pada perkembangan keilmuan untuk mengkaji ilmu pengetahuan (sains).

Hal ini terbukti dengan banyaknya penerjemahan buku-buku yang berkenaan dengan astronomi, kedokteran, fisika, dan disiplin ilmu yang lainnya. Akan tetapi kajian terhadap ilmu falak mengalami perkembangan pesat di masa kekhalifahan Abbasiyah.

Dimulailah era munculnya ilmuwan-ilmuwan falak Islam dan ahli astronomi Muslim......

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement