Senin 16 Aug 2021 18:48 WIB

Rencana Amendemen UUD 1945, Demokrat: Tidak Ada Pembahasan

Menurut Fraksi Demokrat di MPR, rencana amandemen UUD 1945 omongan pribadi Bamsoet.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Anggota MPR dari Fraksi Demokrat, DPR Benny K Harman (tengah).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Anggota MPR dari Fraksi Demokrat, DPR Benny K Harman (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Demokrat MPR, Benny Kabur Harman, mengaku belum ada pembahasan di tingkat fraksi terkait rencana amendemen terbatas Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945. Karena itu, pernyataan Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), di Sidang Tahunan MPR hari ini merupakan pernyataan pribadi Bamsoet.

"Jadi omongan Bamsoet itu omongan pribadi, menurut saya Bamsoet itu melakukan pembohongan publik karena tidak pernah ada pembahasan di tingkat MPR tentang hal itu," kata Benny saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8).

Baca Juga

Benny mengatakan, sampai saat ini, MPR masih melakukan penggodokan, serta masih pembahasan. Salah satu yang sudah menjadi kesepakatan bersama yaitu terkait pentingnya PPHN. Namun, apakah PPHN tersebut akan diwadahi dengan mengubah UUD hal itu belum disepakati.

"Sama sekali belum ada, masih dalam tahapan pengkajian di masing-masing fraksi. Jadi kalau tadi ketua MPR sudah katakan sudah ada kesepakatan di tingkat MPR, itu adalah kebohongan, belum ada itu," ungkapnya.

Sebelumnya Ketua MPR, Bambang Soesatyo, menyampaikan pidato dalam sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPD-DPR, Senin (16/8). Dalam pidatonya, Bamsoet menyampaikan pentingnya keberadaan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPKN). Oleh karena itu, perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara terbatas perlu dilakukan.

"Untuk mewadahi PPHN dalam bentuk hukum Ketetapan MPR, sesuai dengan hasil kajian memerlukan perubahan Undang-Undang Dasar. Oleh karenanya, diperlukan perubahan secara terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya  penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN," kata Bamsoet dalam pidatonya, Senin (16/8).

Bamsoet mengatakan, perubahan terbatas UUD hanya dilakukan untuk mewadahi PPHN. Hal tersebut sesuai dengan rekomendasi MPR periode 2009-2014, dan MPR periode 2014-2019, serta hasil kajian MPR periode 2019-2024.

"Perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang bersifat filosofis dan arahan dalam pembangunan nasional, untuk memastikan keberlangsungan visi dan misi negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ujarnya.

Bamsoet juga memastikan, perubahan UUD terbatas tidak akan melebar terhadap pasal-pasal lain. Sesuai Ketentuan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 proses perubahan Undang-Undang Dasar memilki persyaratan dan mekansime yang ketat.

"Oleh karenanya perubahan Undang Undang Dasar hanya bisa dilakukan terhadap pasal yang diusulkan untuk diubah disertai dengan alasannya. Dengan demikian perubahan terbatas tidak memungkinkan, sekali lagi, tidak memungkinan untuk membuka kotak pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya, apalagi semangat untuk melakukan perubahan adalah landasan filosofis politik kebangsaan dalam rangka penataan sistem ketatanegaraan yang lebih baik," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement