Senin 23 Aug 2021 06:00 WIB

Menag: Menghina Simbol Agama adalah Pidana

Ceramah dan kajian seharusnya dijadikan sebagai ruang edukasi dan pencerahan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Menag Yaqut Cholil Qoumas.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Di media sosial, viral sebuah ceramah yang dinilai berisi ujaran kebencian dan penghinaan simbol keagamaan. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan ujaran kebencian dan penghinaan adalah tindak pidana. Ia meminta para penceramah agama tidak menjadikan ruang publik sebagai tempat menyampaikan pesan berisi ujaran kebencian maupun penghinaan.

“Menyampaikan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap simbol agama adalah pidana. Deliknya aduan dan bisa diproses di kepolisian, termasuk melanggar UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama,” kata dikutip di laman resmi Kemenag, Senin (23/8).

Menurutnya, aktivitas ceramah dan kajian seharusnya dijadikan sebagai ruang edukasi dan pencerahan. Ceramah adalah media bagi para penceramah meningkatkan pemahaman keagamaan publik terhadap keyakinan dan ajaran agamanya masing-masing, bukan saling menghinakan keyakinan dan ajaran agama lainnya.

Ia juga menyebut ceramah adalah media pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, maka isi ceramah harus edukatif dan mencerahkan.

“Di tengah upaya terus memajukan bangsa dan menangani pandemi Covid-19, semua pihak mestinya fokus pada ikhtiar merajut kebersamaan, persatuan, dan solidaritas, bukan melakukan kegaduhan yang bisa mencederai persaudaraan kebangsaan,” lanjutnya.

Kementerian Agama, saat ini disebut terus berupaya mengarusutamakan penguatan moderasi beragama. Hal ini akan dilakukan kepada seluruh stakeholder, mulai dari ASN, Forum Kerukunan, termasuk juga penceramah dan masyarakat luas. Menag menyebut ada empat indikator yang dikuatkan yaitu, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, serta penerimaan terhadap tradisi.

“Dalam konteks ceramah agama, penguatan terhadap empat indikator moderasi ini penting dan strategis agar para penceramah bisa terus mengemban amanah pengetahuan dalam menghadirkan pesan-pesan keagamaan yang selain meneguhkan keimanan umat, juga mencerahkan dan inspiratif,” ujarnya.

Menag juga menyebut, pada April 2017 Kementerian Agama telah menerbitkan sembilan seruan ceramah di rumah ibadah. Seruan ini antara lain:  

1. Disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan perdamaian umat manusia.

2. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.

3. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun

4. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural.

5. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus Bangsa Indonesia, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

6. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.

7. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.

8. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.

9. Tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penyiaran keagamaan dan penggunaan rumah ibadah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement