Senin 23 Aug 2021 16:09 WIB

PM Inggris dan Presiden Turki Bahas Krisis Afghanistan

Inggris menilai Taliban akan dilihat dari sikap, bukan kata-katanya.

Dalam foto yang disediakan oleh Kementerian Pertahanan ini, anggota militer Inggris dan AS terlibat dalam evakuasi orang keluar dari Kabul, Afghanistan pada Jumat, 20 Agustus 2021.
Foto: AP/Ministry of Defence
Dalam foto yang disediakan oleh Kementerian Pertahanan ini, anggota militer Inggris dan AS terlibat dalam evakuasi orang keluar dari Kabul, Afghanistan pada Jumat, 20 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mendiskusikan krisis Afghanistan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Ahad (22/8). Mereka sepakat tentang pentingnya kerja sama internasional membawa perdamaian serta stabilitas ke Afghanistan.

“Perdana Menteri (Johnson) berbicara kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hari ini tentang krisis di Afghanistan. Mereka membahas pentingnya masyarakat internasional bekerja sama untuk menstabilkan situasi serta mendukung warga Afghanistan di negara itu dan di kawasan tersebut,” kata Downing Street dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Yeni Safak.

Baca Juga

Johnson dan Erdogan menekankan perlunya pemerintahan baru Afghanistan mewakili populasi negara tersebut yang beragam. Hak-hak perempuan serta kelompok minoritas pun perlu dilindungi. “Taliban akan dinilai berdasarkan tindakan mereka, bukan kata-katanya, dalam hal ini,” kata Downing Street.

Mereka pun sepakat bahwa negara-negara harus berkomitmen membagi beban pada bantuan dan pengungsi setelah Taliban mengambil alih Afghanistan. Johnson dan Erdogan pun satu suara tentang pentingnya PBB dalam mengoordinasikan segala upaya untuk mencegah bencana hak asasi manusia di Afghanistan.

Erdogan telah mengatakan negaranya tak dapat membantu Uni Eropa menampung pengungsi yang pernah bekerja untuk misi diplomatik negara-negara Benua Biru di Afghanistan. Turki diketahui telah membantu Eropa membendung arus jutaan pengungsi Suriah dengan menyediakan tempat perlindungan di perbatasannya.

“Kami telah menerima permintaan untuk menyambut karyawan lokal dari misi Uni Eropa di Afghanistan,” kata Erdogan setelah melakukan percakapan via telepon dengan Presiden Dewan Eropa Charles Michel pada Ahad kemarin, dikutip laman Al Arabiya.

Terkait permintaan itu, Erdogan justru melayangkan kritik. “Negara-negara anggota (Uni Eropa) bahkan tidak membuka pintu untuk sebagian kecil orang yang melayani mereka dan yang berada dalam kesulitan. Anda tidak bisa mengharapkan Turki mengambil tanggung jawab negara ketiga,” ujar Erdogan.

Erdogan menekankan bahwa saat ini negaranya telah menampung sekitar lima juta pengungsi yang mayoritas berasal dari Suriah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement