Selasa 24 Aug 2021 10:51 WIB

Sikap Negara-Negara Asia Tengah Terhadap Taliban Berubah

Negara-negara Asia Tengah, tetangga Afghanistan meningkatkan hubungan dengan Taliban

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Milisi Taliban berpatroli di Kabul, Afghanistan, Kamis, 19 Agustus 2021. Taliban merayakan Hari Kemerdekaan Afghanistan pada hari Kamis dengan menyatakan mereka mengalahkan Amerika Serikat
Foto: AP/Rahmat Gul
Milisi Taliban berpatroli di Kabul, Afghanistan, Kamis, 19 Agustus 2021. Taliban merayakan Hari Kemerdekaan Afghanistan pada hari Kamis dengan menyatakan mereka mengalahkan Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pengamat menilai mungkin kehadiran militer Amerika Serikat (AS) di kawasan cukup menggoda bagi negara-negara Asia Tengah walaupun akan ada halangan dari Rusia dan China. Tapi tetangga-tetangga Afghanistan juga harus mempersiapkan diri menghadapi realita yang baru di kawasan.

Banyak pemerintah negara-negara Asia Tengah yang menerapkan kebijakan untuk sekularisasi pemerintah mereka karena khawatir dengan radikalisasi yang disebabkan Taliban. Tapi dalam beberapa tahun terakhir sikap mereka ke kelompok itu cenderung melemah.

Baca Juga

"Selama bertahun-tahun pemimpin-pemimpin Asia Tengah sangat anti-Taliban karena mereka takut pada Islam radikal," kata peneliti Foreign Policy Research Institute yang berada di Bishkek, Kyrgyzstan, Niva Yau pada Aljazirah, Selasa (24/8).

"Kami dapat membuat generalisasi, kecuali Tajikistan, negara-negara Asia Tengah mengubah sikapnya pada Taliban," tambahnya.

Turkmenistan yang sudah lama tidak keberatan dengan kehadiran Taliban di kawasan mulai memperkuat hubungan dengan kelompok tersebut. Mereka bersiap saat pasukan AS mulai mundur dari Afghanistan.

Baca juga : Iran Dukung Pembentukan Pemerintahan Inklusif di Afghanistan

Uzbekistan melakukan perubahan sikap yang mengejutkan, mereka meningkatkan hubungan dengan Taliban. Menjadi tuan rumah bagi kelompok tersebut dan selama beberapa tahun terakhir menawarkan diri sebagai tuan rumah perundingan damai.

"Mereka benar-benar melibatkan diri dengan Taliban, dan saya pikir kami dapat katakan, dengan cukup bijaksana melindungi taruhan mereka, mereka dapat memiliki hubungan baik dengan siapa pun yang berkuasa di Kabul," kata pakar Asia Tengah di University of Pittsburgh, Jennifer Brick Murtazashvili.

Sementara itu, Tajikistan tetap mengambil sikap yang keras terhadap Taliban. Mereka masih mendukung Aliansi Utara, serangkaian kelompok anti-Taliban yang menjadi instrumen AS menggulingkan kelompok tersebut pada tahun 2001. Etnis Tajik masyarakat minoritas terbesar kedua di Afghanistan.

Perubahan sikapnya itu terjadi ketika Moskow dan China mengungkapkan sikap yang lebih terbuka untuk bekerja sama dengan Taliban dibandingan negara-negara Barat. Murtazashvili mengatakan tampaknya negara-negara Asia Tengah mengejar apa yang ia sebut 'menciptakan stabilitas dengan segala cara.'

"Rusia pikir mungkin Taliban dapat menyediakan stabilitas, dan lalu Taliban dapat mengejar kelompok-kelompok seperti ISIS, itu apa yang benar-benar diperhatikan Rusia," katanya.

Mantan Duta Besar AS untuk Kazakhstan, Willam Courtney mengatakan di saat yang sama dalam batas tertentu Taliban 'bermain baik' dengan negara-negara tetangga Afghanistan. Sehingga, membuat pemerintah negara-negara Asia Tengah enggan memanaskan hubungan.

Baca juga : Menkes Sampaikan Skenario Hidup Berdampingan Bersama Pandemi

"Kecuali Taliban mengembangkan hubungan antagonistik terhadap negara-negara seperti Kyrgyzstan dan Uzbekistan, negara-negara itu yang paling mungkin menampung kapasitas (militer) AS untuk menggelar kontra terorisme," kata Courtney yang kini peneliti senior di lembaga think tank RAND Corporation. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement