Rabu 25 Aug 2021 19:16 WIB

Korsel Revisi UU Kendalikan Hoaks

Media bisa dikenakan denda lima kali lebih besar jika sebarkan berita palsu.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi Hoax
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Hoax

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Partai Demokrat penguasa Korea Selatan akan merevisi Undang-Undang (UU) media untuk mengendalikan berita palsu atau hoaks. Perubahan ini memberi pengadilan wewenang untuk menjatuhkan ganti rugi yang jauh lebih besar.

"Kerusakan dan efek riak yang disebabkan oleh laporan media yang salah dalam skala besar dan luas, menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki bagi individu," kata Partai Demokrat dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga

Amandemen UU tentang Arbitrase Pers dan Remedies memungkinkan pengadilan untuk memerintahkan ganti rugi hingga lima kali lebih besar daripada yang dapat dilakukan sekarang. Denda itu dapat diberikan kepada publikasi laporan palsu atau tidak benar yang diputuskan telah melanggar hak penggugat atau menyebabkan tekanan emosional.

UU tersebut juga akan mewajibkan media, termasuk penyedia layanan berita internet, untuk mengeluarkan koreksi atas berita yang salah atau palsu. Anjuran ini sebagai upaya menunjukkan niat atau pengakuan kelalaian besar.

Partai yang berkuasa mengatakan, hukuman itu dimaksudkan untuk menempatkan beban tanggung jawab di tempat yang seharusnya untuk laporan jahat atau palsu. Upaya ini juga untuk meminimalkan kerusakan emosional dan material.

Tapi para kritikus yang dipimpin oleh oposisi People Power Party, mengatakan UU itu akan mengembalikan kemajuan demokrasi dengan kedok melindungi korban berita palsu. "Media berita yang tidak akan ragu untuk melaporkan dan menulis tentang tindakan ilegal dan urusan gelap dari mereka yang berkuasa akan putus asa dan dipukuli, dan jalan menuju masyarakat yang adil dan negara normal akan ditutup," kata juru bicara partai oposisi.

Legislasi parlemen dan komite peradilan mengesahkan RUU atas keberatan oposisi pada Rabu (25/8). Tindakan ini memuluskan rintangan terakhir sebelum pindah ke kamar utama.

Korea Selatan, yang menempati peringkat 42 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia, baru-baru ini memerangi penyebaran informasi yang salah dan perundungan siber. Bunuh diri dari dua artis K-pop pada 2019 menyoroti serangan pribadi dan intimidasi dunia maya dari bintang-bintang muda yang rentan.

Dalam jajak pendapat oleh WinGKorea Consulting yang dirilis pada Selasa (24/8), RUU tersebut mendapat dukungan 46,4 persen dari 1.024 responden. Sementara 41,6 persen mengatakan akan menekan kebebasan pers.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement