Jumat 27 Aug 2021 17:43 WIB

Cara Arab Saudi Atasi Pemanasan Global (1)

Cara Arab Saudi Atasi Pemanasan Global

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
Cara Arab Saudi Atasi Pemanasan Global (1). Foto:  Cuaca esktrem terjadi di Makkah dan kota Arab Saudi lainnya.
Foto: Arabnews
Cara Arab Saudi Atasi Pemanasan Global (1). Foto: Cuaca esktrem terjadi di Makkah dan kota Arab Saudi lainnya.

IHRAM.CO.ID,JEDDAH—Kondisi bumi semakin memprihatinkan, bukan hanya karena wabah virus, tapi juga efek pemanasan global yang semakin memburuk. Dalam laporan para ilmuan iklim terkemuka dunia yang dijuluki ‘code red for humanity’ (kode merah untuk kemanusiaan) oleh Sekjen PBB Antonio Guterres, laporan yang dikeluarkan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB mengatakan aktivitas manusia selama abad yang lalu telah secara mendasar mengubah tatanan alam.

Untuk mencegah kenaikan suhu global lebih dari 2 C pada tahun 2030, para ilmuwan percaya bahwa pemerintah harus secara substansial dan segera mengurangi emisi karbon mereka. Dampak perubahan iklim sangat jelas terlihat di negara-negara Arab di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, di mana kekeringan dan suhu di atas 50 C kini telah menjadi hal biasa. Selama 40 tahun terakhir saja, suhu rata-rata di Arab Saudi telah meningkat lebih dari 2 derajat Celcius, tiga kali lipat rata-rata global saat ini.

Baca Juga

“Suhu rata-rata global bisa menyesatkan karena menyembunyikan kenaikan suhu lokal,” kata Natalia Odnoletkova, Ph.D. mahasiswa di Universitas Sains dan Teknologi Raja Abdullah Arab Saudi jurusan ilmu bumi, yang dikutip di Arab News, Jumat (27/8).

“Berdasarkan penelitian, kami menyimpulkan bahwa laju kenaikan suhu di Arab Saudi sangat drastis. Inilah yang sering disalahartikan oleh orang-orang. Ketika kita berbicara dalam konteks hanya 1 derajat, kita harus memahami bahwa suhu rata-rata global dapat menyesatkan.” ujarnya, menambahkan bahwa kemungkinan tantangan lingkungan terbesar yang dihadapi Kerajaan dan negara-negara MENA lainnya adalah kelangkaan air. 

 

“Akuifer bawah tanah tidak cukup cepat terisi kembali untuk memenuhi permintaan komersial dan industri, sementara teknik desalinasi dan impor asing merusak dan tidak berkelanjutan,” sambungnya. 

Menanggapi meningkatnya seruan pada semua pemerintah untuk bertindak, Kerajaan meratifikasi Perjanjian Paris pada November 2015 dan mengomunikasikan kepada Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim niatnya untuk mengurangi hingga 130 juta ton emisi CO2 pada tahun 2030.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement