Sabtu 28 Aug 2021 11:06 WIB

Rindu Baitullah? Coba Tengok Yatim Covid di Sekitarmu

Banyak anak yatim dan miskin yang timbul karena Covid-19.

Arab Saudi menerima jamaah umroh.
Foto: republika
Arab Saudi menerima jamaah umroh.

Oleh : Agung Sasongko, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Arab Saudi pada awal Agustus telah membuka pendaftaran jamaah yang ingin berangkat umroh dari luar negeri. Kabar tersebut jelas menggembirakan, mengingat sudah setahun lebih, penyelenggaraan umroh ditiadakan untuk jamaah dari luar Saudi.

Namun harus diingat bahwa pada akhir Juli lalu, pemerintah kerajaan Arab Saudi menyebutkan sembilan negara tidak dapat melakukan penerbangan langsung, yakni India, Indonesia, Pakistan, Turki, Mesir, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, dan Lebanon. Jamaah umroh dari sembilan negara itu harus transit di negara ketiga di luar sembilan negara tadi untuk melakukan karantina selama 14 hari, sebelum terbang menuju Arab Saudi.

Selain itu, mereka juga mensyaratkan usia jamaah umroh harus 18 tahun ke atas, serta telah divaksin penu. Vaksinnya pun hanya jenis AstraZeneca, Pfizer, Moderna, Johnson & Johnson. Tidak tercantum di situ jenis vaksin buatan China seperti Sinovac atau Sinopharm. Sekalipun kemudian beredar kabar Arab Saudi tetap membolehkan yang divaksin Sinovac atau Sinopharm berangkat, asal ditambahi vaksin, yang telah mereka setujui.

Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali seperti dimuat Republika.co.id, memastikan hingga saat ini belum ada kebijakan baru terkait jamaah umroh asal Indonesia. KJRI menyebut kebijakan Saudi yang terbaru hanyalah mencabut larangan terbang langsung dari sejumlah negara, yang sebelumnya terkena penangguhan (suspend). Tetapi, pencabutan suspend itu hanya berlaku bagi warga asing, termasuk Indonesia, yang memiliki izin tinggal/resident permit di Saudi.

 

Pernyataan KJRI diperkuat dengan penjelasan Kementerian Agama melalui Plt. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kemenag, Khoirizi. Disebutkan Kemenag, Pemerintah Arab Saudi telah mencabut larangan terbang langsung bagi sejumlah negara yang sebelumnya ditangguhkan, tetapi kebijakan itu hanya berlaku untuk mukimin (orang punya izin tinggal) atau ekspatriat saja.

Pemerintah merujuk dari penjelasan KJRI dan Kemenag, terus memantau perkembangan kebijakan umroh Saudi sembari fokus pengendalian penularan covid-19 di Tanah Air.  Perlu diingat pula, umroh hari ini berbeda seperti suasana normal. Harga dan tantangan pasti jelas berbeda.  Jangan bayangkan para jamaah bisa leluasa bergerak di Tanah Suci seperti sebelum pandemi.

Sebagai contoh saja, mengutip pernyataan pengusaha travel umroh Muharom Ahmad seperti yang dimuat Republika.co.id, durasi umroh selama pandemi pun berbeda dengan adaya kebijakan Saudi. Untuk jamaah Indonesia yakni mencapai 34 hari, sementara haji plus di waktu normal hanya 21 hari.

Saya sependapat dengan Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas, yang menyarankan jika Indonesia ngotot ingin memberangkatkan jamaah umroh, maka tetap harus memenuhi syarat dari Pemerintah Arab Saudi. Jika syarat-syarat itu dianggap memberatkan, maka lebih baik menundanya. Apalagi situasi pandemi di Tanah Air yang masih belum terkendali.

Data Kementerian Kesehatan memperlihatkan terjadi penambahan kasus sebanyak 16.899 orang per Kamis (26/8). Adanya kasus baru itu disertai juga penambahan pasien sembuh 30.099 orang dan 889 orang yang meninggal dunia.

Dengan penambahan sebanyak 16.899 kasus baru ini, total kasus positif Corona di RI menjadi 4.043.736 kasus. Total kasus sembuh sebanyak 3.669.966 dan kematian akibat Corona hingga hari ini sebanyak 130.182 orang. Jumlah kasus aktif pada hari ini dilaporkan 243.588 atau turun 14.089 kasus dibanding kemarin.

Sementara, penerima vaksin Covid-19 lengkap di Indonesia mencapai 33.357.249 (33,36 juta) dari target 208.265.720 penduduk Indonesia mendapatkan vaksin Covid-19 secara lengkap, atau dua kali dosis vaksin. Artinya, Indonesia masih membutuhkan waktu mengejar target vaksin.

Melihat dari perkembangan pengendalian pandemi di Tanah Air, kuncinya kita harus sabar sembari ikhtiar. Kita harus menunggu dan menjalankan segala bentuk ikhtiar yang dilakukan agar pengendalian pandemi benar-benar terwujud.

Mulailah dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Jangan karena terjadi penurunan level dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjadi level 3, dianggap terjadi kelonggaran protokol kesehatan.  Selanjutnya, penting untuk berpartisipasi dalam vaksinasi. Saat ini, vaksinasi jadi satu bentuk ikhtiar menghadapi pandemi.

Satu hal yang sangat penting, masih banyak saudara-saudara kita yang terdampak serius akibat pandemi. Ada yatim yang membutuhkan banyak perhatian dan bantuan karena orangtua mereka meninggal usai berjuang melawan covid-19.

Ada pula saudara kita yang kehilangan pekerjaan namun memiliki keluarga yang perlu dinafkahi. Saya kira, fokus menangani pandemi beserta dampaknya dalam negeri lebih utama ketimbang mengedepankan alasan rindu Baitullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement