Senin 30 Aug 2021 19:56 WIB

UE: Eropa Harus Siap Hadapi Krisis Seperti Afghanistan

EU dinilai perlu mempercepat upaya untuk membangun kebijakan pertahanan bersama.

Red: Nur Aini
Bendera Uni Eropa.
Foto: EPA
Bendera Uni Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (EU) Josep Borrell mendorong pemerintah negara-negara blok itu untuk mendorong kekuatan reaksi cepat Eropa agar lebih siap menghadapi berbagai krisis pada masa depan, seperti yang terjadi di Afghanistan.

Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Senin (30/8), Borrell mengatakan kepada surat kabar Italia Il Corriere della Sera bahwa pengerahan singkat pasukan Amerika Serikat ke Afghanistan ketika keamanan memburuk menunjukkan bahwa EU perlu mempercepat upaya untuk membangun kebijakan pertahanan bersama.

Baca Juga

"Kita perlu mengambil pelajaran dari pengalaman ini ... sebagai masyarakat Eropa, kita belum mampu mengirim 6.000 tentara ke sekitar bandara Kabul untuk mengamankan daerah itu. AS sudah, kita belum," kata dia.

Borrell mengatakan 27 anggota EU harus memiliki "kekuatan awal" yang terdiri dari 5.000 tentara. "Kita harus bisa bertindak cepat."

Pada Mei, 14 negara EU termasuk Jerman dan Prancis mengusulkan kekuatan semacam itu, mungkin dengan kapal dan pesawat terbang, untuk membantu pemerintah asing yang demokratis yang membutuhkan bantuan mendesak. Pertama kali dibahas pada 1999 sehubungan dengan perang Kosovo, sistem gabungan kelompok pertempuran yang masing-masing terdiri dari 1.500 personel dibentuk pada 2007. Sistem itu dimaksudkan untuk menanggapi krisis, tetapi belum digunakan karena pemerintah negara-negara EU tidak setuju tentang bagaimana dan kapan mengerahkan mereka.

Baca juga : Arab Saudi Kirim Bantuan ke Komoro Atasi Covid-19

Borrell mengatakan sudah waktunya untuk bersikap fleksibel. Ia mengutip kesepakatan yang dibuat dengan cepat untuk mengatasi krisis keuangan sebagai contoh bagaimana EU dapat mengatasi pembatasan dalam penyebaran operasi militer yang ditetapkan dalam perjanjian konstitusionalnya.

"Kita dapat bekerja dengan berbagai cara," ujar Borrell.

Inggris, ketika sekian lama menjadi anggota EU menunjukkan keengganan, berperan penting dalam pembentukan kelompok perang pada 2000-an. Tetapi, Inggris tidak menyetujui pengerahan pasukan karena ada penentangan di dalam negerinya terhadap apa pun yang mungkin menyerupai pembentukan tentara EU.

Dengan keluarnya Inggris dari blok tersebut, eksekutif EU berharap gagasan itu dapat dihidupkan kembali. Namun kendala tetap ada, termasuk kurangnya budaya pertahanan bersama di antara berbagai anggota EU dan perbedaan soal negara-negara mana yang harus diprioritaskan untuk pengerahan pasukan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement