Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zafrans Gumanti

Rahasia Murahnya Dana Haji Indonesia

Lomba | Tuesday, 31 Aug 2021, 11:50 WIB
Sumber: Twitter

Pernah lihat ungkapan bernada serupa yang ramai bermunculan 2 bulan yang lalu di twitter? Tepatnya di awal bulan Juni, sempat trending di Indonesia tagar berbunyi #AuditDanaHaji, yang menuntut adanya pemeriksaan dana haji yang dikelola oleh BPKH. Namun pertanyaannya, mengapa tuntutan publik semacam ini baru muncul di saat tahun-tahun sebelumnya pengelolaan dana haji terkesan adem-ayem saja?

Beberapa alasannya mungkin akan mudah ditebak. Alasan pertama: COVID-19. Semenjak tahun 2020 dan berlanjut 2021, pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan pelarangan haji bagi jamaah luar Arab Saudi. Kebijakan pelarangan ini tentu saja juga diterapkan untuk jamaah haji Indonesia. Padahal, total jamaah haji Indonesia per Juli 2021 sebanyak 5,1 juta orang, dengan kuota jamaah haji Indonesia hanya 221 ribu orang saja per tahunnya. Ini membuat waktu tunggu haji yang bisa mencapai puluhan tahun semakin bertambah. Bahkan di beberapa wilayah seperti di Sulawesi Selatan, waktu tunggu bisa mencapai 54 tahun!

Alasan kedua adalah masifnya jumlah dana haji yang dikelola oleh BPKH. Tercatat, hingga Mei 2021, total dana haji yang terdeposit mencapai Rp149 triliun. Dana sebesar itu, sangat cukup untuk membeli 68 unit pesawat Boeing 777-300ER yang digunakan Garuda Indonesia untuk mengantar jamaah haji ke Arab Saudi. Bahkan, jika menghitung dari total biaya haji sebesar Rp35,2 juta per orang pada 2020, maka total dana haji saat ini bisa untuk membiayai kegiatan haji selama 19 tahun! Besarnya dana haji bahkan hampir setengah kali total dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan yang sebesar Rp490 triliun.

Wah, ternyata besar juga dana haji yang dikelola BPKH. Apakah dana sebesar itu dibiarkan mengendap begitu saja, atau justru digunakan oleh BPKH secara berisiko dan tidak transparan seperti yang dibilang netizen di atas?

Jawaban singkat dari pertanyaan tersebut adalah: ya dan tidak. Begini, setiap tahunnya, biaya riil haji per jamaah dari Indonesia adalah sebesar Rp70 juta (2019). Lho, bukannya biaya haji di awal disebut sebesar Rp35,2 juta? Ya, betul sekali. Jadi, biaya yang wajib dibayarkan oleh jamaah haji kurang lebih hanya sekitar 50%nya saja. Lantas, bagaimana untuk 50% sisanya? Di sinilah peran BPKH, untuk memastikan biaya haji lebih terjangkau, dengan subsidi yang didapatkan dari imbal hasil investasi. Dimana, aksi investasi merupakan salah satu ikhtiar BPKH dalam mengelola dana jamaah haji, sehingga biaya tidak langsung ibadah haji (indirect cost) bisa disubsidi, sedangkan jamaah hanya wajib menyetor biaya langsung (direct cost) saja.

Ilustrasi Rincian BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) per Jamaah. Sumber: Adnan, Muhammad Akhyar. 2019. Saatnya Memahami Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

Berkaitan dengan investasi, mengantarkan kita kepada alasan yang ketiga, yaitu berkembangnya hoaks penggunaan dana haji untuk pembiayaan infrastruktur. Hoaks ini padahal telah ditegaskan kebohongannya, misalnya oleh Anggito Abimanyu yang merupakan Kepala Pelaksana BPKH, yang mengungkapkan bahwa investasi dalam bentuk infrastruktur berisiko tinggi justru dihindari oleh BPKH. Karena, pada umumnya investasi infrastruktur kurang likuid, di saat BPKH memerlukan investasi yang likuid karena kebutuhan membiayai ibadah jamaah haji yang dilaksanakan setiap tahun.

Kalau begitu, investasi apa saja yang dianggap tidak â berisiko tinggiâ dan sudah dilaksanakan oleh BPKH?

Menurut Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2018, alokasi investasi dana haji oleh BPKH dapat dilakukan dalam bentuk instrumen-instrumen berikut ini:

Instrumen Investasi BPKH. Sumber: BPKH, 2019

Dimana investasi langsung yang dimaksud adalah investasi berupa usaha sendiri, penyertaan modal, kerja sama investasi, dan investasi langsung lainnya. Sedangkan investasi lainnya merupakan investasi yang tidak disebut secara spesifik di atas.

Untuk menjaga likuiditas, tentu saja tidak semua dana ditempatkan di instrumen investasi. Misalnya pada 2018, dana yang diinvestasikan sebesar 42% dari total dana kelola, dan sisanya ditempatkan sebagai kas di bank syariah. Dari penempatan tersebut, dihasilkan imbal hasil sebesar Rp5,7 triliun, atau 5,07% dari seluruh dana yang dikelola. Walaupun terbilang masih rendah, imbal hasil investasi dana haji saat ini membuat jamaah haji Indonesia bisa mendapatkan biaya haji kedua termurah di ASEAN, hanya satu tingkat di bawah Malaysia. Menurut hemat penulis, keberhasilan Tabung Haji Malaysia (BPKHnya Malaysia) dalam berinvestasi dana haji ditopang oleh pengalaman yang jauh lebih matang (didirikan sejak 1963, bandingkan dengan BPKH yang baru berdiri pada 2017), pengelolaan dana yang lebih profesional dan transparan, serta portofolio investasi yang lebih terdiversifikasi.

Biaya Haji Negara-Negara ASEAN. Sumber: Kementerian Agama, indonesiabaik.id (2018)

Nampaknya, sikap investasi yang â terlaluâ berhati-hati, yaitu memilih instrumen konservatif berisiko rendah namun dengan imbal hasil yang juga rendah, membuat BPKH kesulitan mendapatkan imbal hasil yang optimal. Di sisi lain, terdapat banyak instrumen investasi non-konservatif dengan risiko yang lebih tinggi dan imbal hasil yang lebih optimal yang bisa dipertimbangkan oleh BPKH, misalnya saham dan usaha sektor riil. Bayangkan saja, imbal hasil dana haji saat ini bahkan masih di bawah deposito bank, yang sebesar 5,7%.

Melihat kondisi pandemi COVID-19 beberapa waktu ke belakang, sebetulnya ada juga hikmah mengapa BPKH belum mengambil keputusan investasi yang lebih fleksibel terutama dalam kaitannya dengan investasi langsung, seperti sektor riil. Bayangkan saja jika dilakukan, berapa besar kerugian yang akan ditanggung karena pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi, serta banyaknya perusahaan yang gulung tikar selama pandemi. Namun, dengan masifnya vaksinasi serta pembukaan secara bertahap berbagai kegiatan masyarakat, tidak ada salahnya bersikap optimis dan berharap BPKH bersiap â mencuri startâ untuk menempuh jalan investasi lain, termasuk melalui investasi sektor riil, karena manfaatnya yang juga langsung dirasakan masyarakat. Dengan kehadiran sistem kontrol internal dan manajemen yang profesional, serta dukungan publik terutama jamaah haji yang mengawasi dan mengkritisi pengelolaan dana haji secara cerdas, penulis yakin ke depannya biaya haji bahkan bisa jauh lebih murah dari saat ini, insya Allah!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image