Rabu 01 Sep 2021 14:34 WIB

Perubahan yang Terjadi Ketika Taliban Berkuasa

Taliban tak berlakukan hukuman keras dan larangan langsung terhadap hiburan publik

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Pejuang pasukan khusus Taliban tiba di dalam Bandara Internasional Hamid Karzai setelah penarikan militer AS, di Kabul, Afghanistan, Selasa, 31 Agustus 2021. Taliban menguasai penuh bandara Kabul pada Selasa, setelah pesawat AS terakhir meninggalkan landasan pacu , menandai berakhirnya perang terpanjang Amerika.
Foto: AP/Khwaja Tawfiq Sediqi
Pejuang pasukan khusus Taliban tiba di dalam Bandara Internasional Hamid Karzai setelah penarikan militer AS, di Kabul, Afghanistan, Selasa, 31 Agustus 2021. Taliban menguasai penuh bandara Kabul pada Selasa, setelah pesawat AS terakhir meninggalkan landasan pacu , menandai berakhirnya perang terpanjang Amerika.

IHRAM.CO.ID, KABUL – Sejak Taliban berhasil menguasai Kabul, masyarakat Afghanistan mencoba menyesuaikan diri. Sejauh ini, Taliban menunjukkan wajah yang lebih damai kepada dunia. Mereka tidak memberlakukan hukuman yang keras dan larangan langsung terhadap hiburan publik. Bahkan, mereka memperbolehkan kegiatan budaya dilakukan selama tidak bertentangan dengan hukum syariah dan budaya Islam Afghanistan.

Otoritas Taliban di Kandahar, tempat kelahiran gerakan tersebut, mengeluarkan perintah resmi terhadap stasiun radio yang memutar musik dan penyiar wanita pada pekan lalu. Seiring berjalannya waktu, perubahan terlihat di kota-kota. Misal, tanda-tanda warna di luar salon kecantikan diubah, jeans diganti dengan pakaian tradisional, dan stasiun radio telah menggantikan pemutaran lagu dengan musik patriotik yang suram.

“Kami telah mengubah program untuk saat ini karena kami tidak ingin Taliban memaksa kami untuk menutup stasiun radio. Tidak ada seorang pun di sini yang berminat untuk mencari hiburan karena kita semua dalam keadaan syok,” kata Produser Stasiun Radio Swasta di kota Ghazni, Khalid Sediqqi.

Selama 20 tahun pemerintahan yang didukung Barat, budaya populer tumbuh di Kabul dan kota-kota lain dengan perpaduan binaraga, minuman energi, gaya rambut yang mewah, dan lagu-lagu pop. Sinetron Turki dan acara pencarian bakat televisi seperti Afghan Star menjadi sangat populer.

Namun, bagi kelompok Taliban yang sebagian besar belajar di madrasah agama perubahan itu tidak diterima. “Budaya kami telah menjadi racun. Kami melihat pengaruh Rusia dan Amerika di mana-mana bahkan dalam makanan yang kami makan. Itu adalah sesuatu yang harus disadari orang dan membuat perubahan yang diperlukan,” kata seorang komandan Taliban.

Sementara itu, pejabat senior Taliban berulang kali mengatakan pasukan mereka memperlakukan penduduk dengan hormat dan tidak memberikan hukuman sewenang-wenang. Akan tetapi banyak orang yang tidak mempercayai mereka atau tidak percaya bahwa mereka dapat mengendalikan prajurit di jalanan.

“Tidak ada musik di seluruh kota Jalalabad, orang-orang ketakutan karena Taliban memukuli orang,” ujar Mantan Pejabat di provinsi timur Nangarhar, Naseem.

Dilansir TRT World, Rabu (1/9), Jurnalis Lokal di provinsi Laghman dekat Kabul, Zarifullah Sahel, mengatakan Taliban memerintahkan radio publik yang dikelola pemerintah dan enam stasiun swasta untuk menyesuaikan program mereka yang sejalan dengan hukum syariah.

Sejak itu, program musik dan program politik, budaya dan berita yang tidak berhubungan dengan isu-isu agama telah mengering. Eks Pejabat Pajak di provinsi Lagman, Mustafa Ali Rahman, mengaku khawatir Taliban mungkin menargetkan dirinya jika terlihat memakai jeans atau kemeja yang dinilai sebagai pakaian Barat.

“Seseorang tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan untuk menghukum kita,” ujar dia.

Mantan Aktivis di kota utara, Mazar-e-Sharif, mengatakan toko-toko dan restoran tampaknya telah memutuskan sendiri dan mematikan radio mereka. “Tidak ada peringatan tentang musik, orang-orang sendiri berhenti mendengarkan,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement