Rabu 01 Sep 2021 16:18 WIB

MUI Nilai Sertifikasi Halal Untungkan Produsen

Sertifikasi halal akan menguntungkan produsen sebab memberi keyakinan pada konsumen

Kaca yang dipasangi stiker sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Senin (12/10). Undang-undang (UU) Cipta Kerja Pasal 35A ayat 2 berdampak mengubah regulasi penerbitan sertifikasi halal di Indonesia dengan memberikan alternatif sertifikasi halal kepada Badan Penyelenggaran Jaminan Produk Halal (BPJH) apabila MUI tidak dapat memenuhi dalam batas waktu yang telah ditetapkan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kaca yang dipasangi stiker sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Senin (12/10). Undang-undang (UU) Cipta Kerja Pasal 35A ayat 2 berdampak mengubah regulasi penerbitan sertifikasi halal di Indonesia dengan memberikan alternatif sertifikasi halal kepada Badan Penyelenggaran Jaminan Produk Halal (BPJH) apabila MUI tidak dapat memenuhi dalam batas waktu yang telah ditetapkan. Republika/Putra M. Akbar

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Ekonomi Syariah dan Halal Sholahudin Al Aiyubi menilai sertifikasi halal bakal menguntungkan produsen sebab memberi keyakinan kepada konsumen bahwa produknya halal.

"Sertifikat halal pada hakikatnya adalah fatwa tertulis tentang kehalalan produk tertentu, baik makanan, minuman dan produk kosmetik. Sertifikat halal tidak bisa dipandang sebagai administratif," ujar Sholahudin saat menjadi pembicara dalam diskusi Sertifikasi Halal dan Perpanjangannya di Masa Pandemi secara virtual di Jakarta, Rabu (1/9).

Ia menjelaskan proses penetapan halal tidaknya suatu produk dimulai dari pendaftaran, penetapan standar halal sebagai acuan penelaahan yang menjadi domain BPJH. Lalu verifikasi dan auditing (pengawasan) dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI), hingga akhirnya ditetapkan Komisi Fatwa MUI.

Menurutnya, terbit tidaknya sertifikat halal merupakan rangkaian penting dari upaya menjaga kepentingan umat. Di samping itu, hal penting lainnya dari proses sertifikasi halal adalah disematkannya tanda halal dalam suatu produk. Tanda halal penting untuk konsumen muslim, sebab memudahkan dalam memilih dan memilah produk mana yang dikonsumsi dan diyakini kehalalannya.

 

"Mengapa hal ini (tanda halal) menjadi penting, karena memang dalam ajaran Islam, harus memilih dan memilah bahwa apa yang dikonsumsi diyakini kehalalannya," kata dia.

Bagi umat Islam, kata dia, perintah untuk mengkonsumsi makanan yang halal secara eksplisit tertera pada Al Quran. Maka dari itu, rantai produk halal sangat penting untuk memastikan barang yang dikonsumsi adalah halal.

"Sulit bagi orang per orang menelusuri kehalalan suatu produk dari sisi bahan maupun proses. Oleh karena itu, umat muslim perlu untuk mendapatkan perlindungan melalui tanda halal. Jadi tanda halal itu merupakan upaya perlindungan terhadap keyakinan umat Islam dalam mengonsumsi suatu produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi menilai kebijakan pembiayaan gratis sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) sangat relevan terutama di masa pandemi Covid-19 yang berdampak pada semua sektor, termasuk ekonomi.

"Dalam konteks pandemi Covid-19 sekarang ini, kebijakan pembiayaan gratis sertifikasi halal UMK sangat relevan," ujar Wamenag Zainut.

Wamenag menegaskan bahwa industri halal saat ini semakin mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak. Sertifikasi halal menjadi salah satu syarat wajib bagi produk untuk dapat diterima di negara-negara tujuan ekspor, khususnya negara berpenduduk mayoritas muslim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement