Jumat 03 Sep 2021 10:39 WIB

Jilbab di RS Singapura Kini akan Jadi Pemandangan Biasa

Orang Singapura yang lebih muda terlihat lebih menerima perbedaan ras dan agama.

Muslimah SIngapura
Foto: onislam.net
Muslimah SIngapura

Oleh : Ani Nursalikah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Kabar baik datang dari Singapura. Keputusan yang telah dinantikan Muslimah Singapura itu adalah diizinkannya pegawai wanita Muslim di sektor kesehatan publik, termasuk perawat menambahkan jilbab pada seragam mereka. Kebijakan ini membuat perawat Muslim bisa menarik napas lega.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan jilbab adalah hal penting bagi Muslim sebagai bentuk ekspresi identitas mereka. PM Lee dalam pidatonya di Hari Nasional, Ahad pekan lalu, mengatakan jilbab bukan hanya masalah umat Islam. Menurutnya, jilbab adalah masalah nasional.

Perawat Muslim di Singapura bisa mulai mengenakan jilbab mereka pada 1 November mendatang. Menurut Lee, pemerintah memantau situasi di sektor kesehatan dan mengamati interaksi antar-ras tetap berjalan harmonis. Dia menyoroti non-Muslim lebih nyaman melihat Muslim mengenakan jilbab.

Terlebih di rumah sakit, rekan Muslim dan non-Muslim bekerja sama dengan baik. Lee mengungkapkan orang Singapura yang lebih muda terlihat lebih menerima perbedaan ras dan agama.

Singapura adalah sebuah kuali besar dimana budaya, ras, dan agama berbaur. Negara kota modern ini mayoritas dihuni etnis China yang menganut Buddha atau Kristen. Meski minoritas, umat Islam bisa menjalankan agamanya dengan bebas dan nyaman. Umat Islam umumnya berasal dari etnis Melayu.

Baca juga : Mendagri: Okupansi Sejumlah Faskes Membaik

Jilbab merupakan wujud spiritualitas dan ketaatan bagi seorang Muslimah. Jilbab juga menjadi bagian dari identitas seorang Muslimah. Allah telah mewajibkan Muslimah yang baligh mengenakan jilbab. Perintah untuk menggunakan jilbab diturunkan oleh Allah SWT dan tertulis dalam QS al-Ahzab ayat 59.

"Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka! Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenali (menjadi identitas), dan karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Sebenarnya, banyak perempuan bekerja di Singapura yang mengenakan jilbab. Bahkan, Presiden Halimah Yacob dan beberapa anggota parlemen mengenakan jilbab. Sayangnya, beberapa profesi melarang penggunaan penutup kepala saat bekerja.

Namun, isu penggunaan jilbab kerap mengemuka setiap tahun baik di parlemen atau ruang publik. Awal Maret lalu, Menteri Dalam Negeri K Shanmugam mengatakan kebijakan soal penggunaan jilbab bagi sektor yang mengharuskan penggunaan seragam, termasuk perawat dibahas secara serius.

Dia mengatakan kebijakan itu dikaji kembali sejak Agustus 2020. Pemerintah membahasnya bersama tokoh masyarakat, termasuk pemimpin Muslim dan serikat pekerja. Tujuannya tidak lain agar bisa diambil keputusan terbaik.

Diskusi tentang jilbab muncul kembali awal tahun ini setelah Anggota Parlemen (MP) Partai Buruh Faisal Manap mengangkatnya selama debat Komite Pasokan untuk Urusan Muslim. Faisal menegaskan kembali seruannya untuk mengizinkan penggunaan jilbab sebagai bagian dari seragam perawat.

Baca juga : 'Raja OTT' Ingatkan Jokowi Peran 57 Pegawai tak Lulus TWK

Sebelumnya, para perawat Muslim terbiasa melepas jilbab mereka saat bekerja. Suatu hal yang menyedihkan dan membuat perawat Muslim tidak berdaya. Tetapi, mereka mau tidak menerimanya. Praktik ini memicu debat mengenai keragaman, inklusivitas, dan diskriminasi di tempat kerja.

Karena itu, langkah Singapura yang memberi lampu hijau bagi perawat untuk memakai jilbab adalah hal positif dan sangat layak diapresiasi. Diizinkannya jilbab juga agar perempuan Muslim tidak ragu lagi memilih perawat sebagai profesi. Kebijakan terobosan ini membuat perempuan Muslim tidak lagi harus memilih antara pekerjaan atau menjalankan perintah agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement