Ahad 05 Sep 2021 07:48 WIB

AYPI: Aturan BOS Sangat  tidak Beralasan

Puluhan ribu lembaga pendidikan swasta  terseok-seok.  

Ketua Umum Asosiasi Yayasan Pendidikan Indonesia (AYPI), Mirdas Eka Yora.
Foto: Dok AYPI
Ketua Umum Asosiasi Yayasan Pendidikan Indonesia (AYPI), Mirdas Eka Yora.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Yayasan Pendidikan Islam (AYPI) menolak aturan  Kemendikbudristek terkait  bantuan operasional sekolah (BOS) dikaitkan dengan jumlah murid.

“Sangat tidak beralasan Mas Menteri Kemendikbudristek membatasi BOS, apalagi bagi sekolah swasta yang muridnya di bawah 60 orang,” kata Ketua Umum Asosiasi Yayasan Pendidikan Islam (AYPI) H  Mirdas Eka Yora dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (4/9).

Pernyataan sikap  AYPI itu menanggapi aturan  Kemendikbudristek yang mensyaratkan sekolah penerima dana BOS reguler harus memiliki minimal 60 murid dalam tiga tahun terakhir. 

Aturan yang dimaksud ialah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler. Ketentuan tersebut disebarkan melalui Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler.

Menurutnya, aturan terkait  BOS tersebut   tidak bijak dan  bertentangan dengan UUD 45. “Kebijakan pemerintah  ini justeru menghancurkan pendidikan terutama kalangan sekolah yang sudah sangat menderita karena adanya  Covid-19,” kata Mirdas.

Ia mengungkapkan, puluhan ribu lembaga pendidikan swasta  terseok-seok  dengan berbagai beban berat akibat menurunnya secara masif jumlah peserta didik. Ditambah beban biaya yg berat juga harus dipikul dalam kondisi sulit.

“Harusnya negara hadir dengan solusi dan berbagai kemudahan agar generasi  masa depan bangsa ini tetap mendapatkan  pendidikan dengan baik,” ujar Mirdas.

Ketua Dewan Pembina AYPI Afrizal Sinaro menegaskan, kunci kesuksesan pembangunan yang sedang gencar digerakkan negara saat ini hanya akan berhasil dengan maksimal apabila pendidikan bisa dibenahi  dengan tuntas. “Jangan ada lagi keterbelakangan yang harus menjadi kendala kemakmuran,” ujarnya.

Namun, kata dia, aturan Kemendikbudristek terkait BOS hanya akan menghadirkan makin menjamurnya kebodohan  dan disparitas yang amat tajam antara kaya dan miskin serta berujung  pada kegagalan pembangunan nasional yang sedang digaungkan.

“Jangan sampai memunculkan kebijakan yang hanya akan menindas masyarakat miskin tambah miskin , dunia pendidikan yang sudah susah akan makin menderita dan terpuruk,” tuturnya.

Menurutnya, kebijakan pembatasan  BOS bertentangan dengan UUD 1945 di  mana negara mestinya membiayai pendidikan nasional secara keseluruhan. Karena, pendidikan  merupakan hak konstitusional warganegara.

Mengutip pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945, ia menegaskan,  pemerintah semestinya membiayai pendidikan seluruh peserta didik,  sebab hal itu menjadi hak konstitusional warga negara.

"Setiap warga negara berhak mendapatkan  pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya,"  kata Afrizal.

Sebelumnya, Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan yang merupakan gabungan dari organisasi pendidikan di lingkungan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan juga organisasi pendidikan, menilai aturan terkait dasar perhitungan dana Bantuan Operasional  Sekolah (BOS) reguler, yang salah satunya harus memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir, diskriminatif dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial. Aliansi menyatakan menolak aturan tersebut dan meminta pemerintah mencabut ketentuan tersebut.

"Bertolak belakang dengan amanat pembukaan UUD 1945, bersifat diskriminatif dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial," ujar Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno, saat membacakan pernyataan sikap aliansi secara daring, Jumat (3/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement