Rabu 08 Sep 2021 17:58 WIB

Bahasa Arab Ciri Teroris, Muhammadiyah: Bentuk Islamofobia

Analisis bahasa Arab sebagai ciri teroris dianggap tak berdasar

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Nashih Nashrullah
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai, analisis bahasa Arab sebagai ciri teroris dianggap tak berdasar
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai, analisis bahasa Arab sebagai ciri teroris dianggap tak berdasar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad, angkat bicara terhadap yang disampaikan pengamat Intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati yang menuding banyak sekolah di Indonesia berkiblat pada militan Taliban dan bahasa Arab sebagai ciri teroris. 

Muhammadiyah menyayangkan pernyataan Susaningtyas dan menilai ini bagian dari Islamofobia.   

Baca Juga

"Betul pernyataan yang berbahaya jika Bahasa Arab dikaitkan dengan terorisme. Ini bagian dari Islamofobia, sangat disayangkan adanya pernyataan seperti itu," kata Prof Dadang, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (8/9).

Terkait kemungkinan akan mensomasi Susaningtyas Nefo karena pernyataannya, pihaknya menegaskan Muhammadiyah tidak akan melakukannya. Muhammadiyah juga tidak berniat untuk memberi klarifikasi dan memilih membiarkannya. 

 

Pihaknya juga tak khawatir orang bisa termakan tudingan Susaningtyas. Sebab, dia melanjutkan, Susaningtyas hanyalah pengamat intelijen, artinya dikhawatirkan pernyataannya bukan berdasarkan fakta melainkan asumsi. 

"Cuma yang kita khawatirkan ini bagian dari gerakan pendiskreditkan simbol simbol agama yang lainnya," ujarnya.

Mengenai upaya untuk melawan tudingan tersebut, pihaknya menilai untuk mempengaruhi orang bisa mengimbangi dengan sosialisasi tentang perlunya bahasa Arab dalam beragama Islam. "Bahasa Arab itu penting sebab kitab suci dan sholat pakai bahasa Arab," katanya.

Sebelumnya, Pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati menilai saat ini banyak sekolah di Indonesia yang mulai berkiblat ke Taliban yang dia anggap sebagai organisasi radikal.

Dia menyebutkan  ciri-ciri sekolah dan para gurunya yang mulai berkiblat ke Taliban atau ke radikalisme, diantaranya tidak mau hafal nama-nama Partai Politik.

“Mereka tak mau pasang foto presiden dan wapres. Lalu mereka tak mau menghafal menteri-menteri, tak mau menghafal parpol-parpol,” ujar Susaningtyas dilansir di progam Crosscheck yang disiarkan di akun YouTube, dikutip Rabu (8/9).

Dia mengatakan bahwa gerakan sekolah yang berkiblat pada Taliban ini, tentu harus diwaspadai. Karena sekolah merupakan pabrik pencetak para pemimpin negeri di masa depan, sekolah pula yang mencerdaskan bangsa.

Mantan anggota DPR Komisi I ini juga menyebut ciri anak muda yang terpapar radikalisme adalah dengan perbanyak belajar bahasa Arab.

“Bagaimana saya tak khawatir, anak muda kita sudah tak mau lagi hormat pada bendera Indonesia, tak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya. berbahasa Arab,” ujarnya.

Dia menambahkan, bukan berarti Arab itu memiliki konotasi teroris, melainkan kalau arahnya ke terorisme bahaya. 

"Karena sebenarnya mereka juga ingin berkuasa, ingin punya kekuasaan, tapi mereka ingin berkuasa dengan cara mereka sendiri,” ujarnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement