Kamis 16 Sep 2021 10:03 WIB

Nadiem Memohon: Selamatkan Anak Kita dari Learning Loss

Nadiem memohon ke pemda turut membantu menyelamatkan anak-anak dari learning loss.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Mas Alamil Huda
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, meninjau pelaksanaan PTM terbatas di kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (13/9).
Foto: Kemendikbudristek
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, meninjau pelaksanaan PTM terbatas di kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, mengatakan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkepanjangan dapat berdampak besar dan permanen pada penurunan capaian pembelajaran. Untuk itu, dia memohon kepada pemerintah daerah (pemda) turut membantu menyelamatkan anak-anak dengan pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

“Kami mohon sekali kepada daerah untuk menyelamatkan anak-anak kita yang mengalami learning loss. Generasi ini akan sangat sulit untuk mengejar ketertinggalan ke depannya. Kami harap percepatan penuntasan vaksinasi PTK bisa menjadi dorongan untuk mengembalikan anak ke sekolah secara terbatas,” ujar Nadiem dalam siaran pers, Kamis (16/9)

Nadiem mengatakan, PJJ yang berkepanjangan bisa berdampak besar dan permanen pada penurunan capaian pembelajaran atau learning loss. Sehingga, hal tersebut dapat menyebabkan anak-anak Indonesia tidak bisa mengejar ketertinggalan.

Lebih lanjut dia menyampaikan, dampak tersebut, antara lain dilihat dari aspek putus sekolah, penurunan capaian pembelajaran, dan kesehatan mental serta psikis anak-anak. Dia menilai, semua itu dapat menjadi suatu risiko yang lebih besar dibandingkan risiko kesehatan.

Mendikbudristek menjelaskan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan learning loss yang sangat signifikan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh INOVASI dan Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) Kemendikbudristek, pendidikan di Indonesia sudah kehilangan 5-6 bulan pembelajaran per tahun.

Kemudian riset Bank Dunia dengan topik yang sama menyatakan, dalam kurun waktu 0,8 sampai dengan 1,3 tahun, compounded learning loss dengan kesenjangan antara siswa kaya dengan siswa miskin meningkat 10 persen.

Riset juga menyatakan, tingkat putus sekolah di Indonesia meningkat sebesar 1,12 persen, di mana angka tersebut 10 kali lipat dari angka putus SD Tahun 2019. Bank Dunia memperkirakan, saat ini di Indonesia ada 118.000 anak usia SD yang tidak bersekolah. Angka tersebut lima kali lipat lebih banyak daripada jumlah Anak Putus SD Tahun 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement