Kamis 16 Sep 2021 15:15 WIB

Nasib Ekonomi Afghanistan di Bawah Pemerintahan Taliban

Taliban sudah berada di bawah sanksi keuangan PBB dan Uni Eropa

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
 Seorang penjual roti berjalan-jalan di pasar di Kota Tua Kabul, Afghanistan
Foto: AP/Bernat Armangue
Seorang penjual roti berjalan-jalan di pasar di Kota Tua Kabul, Afghanistan

IHRAM.CO.ID, KABUL – Meskipun Taliban sudah menguasai Afghanistan, masih ada permasalahan yang seharus segera diatasi, yaitu ekonomi. Banyak orang yang mempertanyakan bagaimana Taliban akan berpartisipasi dalam sistem keuangan global.

Taliban sudah berada di bawah sanksi keuangan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa. Beberapa orang termasuk pejabat baru di pemerintahan sementara ditetapkan sebagai teroris dan diberi sanksi oleh Amerika yang juga telah membekukan sekitar 9 miliar dolar Amerika dari cadangan pemerintah Afghanistan.

“Saya pikir komplikasi yang kita miliki sekarang adalah tidak jelas apa yang terjadi selanjutnya. Tidak jelas bagaimana Taliban akan diperlakukan sebagai pemerintah,” kata Juan Zarate yang menjabat sebagai asisten penasihat keamanan nasional selama kepresidenan AS George W Bush.

Perekonomian Afghanistan terutama didasarkan pada bantuan dari sekutu pemerintah yang diakui secara internasional. Bank Dunia mengatakan bantuan asing menyumbang lebih dari 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) Afghanistan sejak invasi pimpinan AS dan mencakup sekitar 80 persen dari gaji pemerintah.

 

Bagi Zarate, kriteria penting untuk menghidupkan kembali ekonomi Afghanistan berpusat pada apakah Taliban akan terbukti pragmatis dan berubah di bawah tekanan keuangan internasional. “Setiap kali Anda melakukan kudeta atau pengambilalihan pemerintah yang tidak bersahabat, komunitas internasional atau AS khususnya mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa cadangan bank sentral tidak dicuri atau disalahgunakan,” ujar dia.

Zarate menyebut penarikan pasukan AS dari Afghanistan sebagai bencana dan kegagalan. Sementara itu, Taliban dinilai tidak memenuhi standar pemerintah internasional dalam masalah-masalah seperti hak asasi manusia, keragaman, gender, dan kontra-korupsi.

Dilansir The National News, Kamis (16/9), para ekonom mengatakan AS sedang mencari pengaruh ekonomi atas Taliban sehingga dapat terlibat dalam negosiasi diplomatik politik untuk mencapai penyelesaian tentang bagaimana mereka menjalankan negara mengingat ideologi ekstremis mereka dan operasi kelompok teroris di wilayah Afghanistan.

Sanksi internasional dalam konteks ini adalah alat tawar-menawar utama yang menambah tekanan keuangan dari depresiasi Afghanistan yang terus berlanjut setelah pengambilalihan Taliban. Bahkan sebelum dikuasi Taliban, ekonomi Afghanistan buruk setelah empat dekade perang dan ketidakstabilan.

Zarate tidak mengesampingkan bahwa Taliban mungkin menggunakan taktik yang mereka gunakan di masa lalu, yaitu ekonomi perang yang bergantung pada perdagangan narkoba, produksi narkoba sintetis, dan penambangan ilegal. Semua ini, telah menciptakan perangkap bagi siapa pun yang mempertimbangkan untuk melakukan bisnis di Afghanistan, termasuk China dan Rusia karena spektrum penuh risiko serta sanksi internasional.

“Siapa yang waras akan melakukan bisnis dan berinvestasi di Afghanistan sekarang? Akan ada banyak orang yang akan mencoba untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi dalam konteks aktor yang sah yang mencoba mendapatkan bantuan atau investasi ke Afghanistan, itu semua terhenti,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement