Sabtu 18 Sep 2021 00:26 WIB

Dirjen WHO: Situasi Lebanon Sangat Berat

Banyak dokter dan perawat tinggalkan Lebanon untuk mencari kesempatan lebih baik.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Seseorang yang terluka parah dalam ledakan bahan bakar di Lebanon utara menerima perawatan saat dia berbaring di ranjang rumah sakit di Beirut, Lebanon, Minggu, 15 Agustus 2021. Sebuah gudang tempat penyimpanan bahan bakar secara ilegal meledak di Lebanon utara Minggu pagi, menewaskan banyak orang dan membakar puluhan lainnya dalam tragedi terbaru yang melanda negara Mediterania itu dalam pergolakan krisis ekonomi dan politik yang menghancurkan.
Foto: AP/Hassan Ammar
Seseorang yang terluka parah dalam ledakan bahan bakar di Lebanon utara menerima perawatan saat dia berbaring di ranjang rumah sakit di Beirut, Lebanon, Minggu, 15 Agustus 2021. Sebuah gudang tempat penyimpanan bahan bakar secara ilegal meledak di Lebanon utara Minggu pagi, menewaskan banyak orang dan membakar puluhan lainnya dalam tragedi terbaru yang melanda negara Mediterania itu dalam pergolakan krisis ekonomi dan politik yang menghancurkan.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus khawatir krisis ekonomi dan krisis-krisis lain yang melanda Lebanon berdampak pada kesehatan bangsa tersebut. Ia mengkhawatirkan perpindahan tenaga medis dari negara itu.

Hal ini ia sampaikan saat berkunjung ke fasilitas kesehatan dan bertemu dengan petugas medis di Lebanon dalam kunjungan selama dua hari. Ia mengatakan 6 juta populasi negara itu termasuk satu juga pengungsi Suriah membutuhkan bantuan dan pembangunan untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar, obat-obat dan masalah struktural lainnya seperti perpindahan tenaga medis.

Baca Juga

Perpindahan tenaga ahli itu merusak sistem kesehatan yang pernah menjadi pusat sumber daya manusia di kawasan. Ghebreyesus berbicara dengan media di gudang WHO yang baru di Karantina, daerah di Ibu kota Beirut yang hancur oleh ledakan di pelabuhan tahun lalu.

Gudang lama yang menjadi tempat penyimpanan pasokan obat-obatan dan peralatan medis hancur oleh ledakan ini dibangun kembali dengan dana dari pendonor. Ghebreyesus mengatakan kesulitan yang dihadapi Lebanon tidak hanya krisis politik dan ekonomi tapi juga ledakan di pelabuhan dan pandemi virus Corona.

"Ini sangat berat, ini sangat berat, saya tidak tahu bila ada negara lain yang mengalami situasi seperti ini, ini benar-benar parah," katanya Jumat (17/9).

Selama berbulan-bulan rak-rak apotik kosong di perburuk konsumen yang panik membeli dan menimbun pasokan obat serta distributor yang menahan pasokan obat dengan harapan dapat menjualnya lebih mahal lagi ketika pemerintah mencabut subsidi. Rumah sakit sudah berada di titik terlemah, kesulitan untuk beroperasi sementara. Selain itu, tidak ada bahan bakar untuk generator listrik dan mesin medis.

Pemerintah yang tidak memiliki uang kesulitan mengimpor kebutuhan dasar. Kelangkaan obat mengancam puluhan ribu orang termasuk pasien-pasien kanker. Tenaga medis mencari alternatif untuk memenuhi pasokan obat yang tidak ada.

Laporan menyebutkan puluhan ribu dokter dan perawat meninggalkan Lebanon untuk mencari kesempatan yang lebih baik. "Dokter pergi, perawat pergi, ini sangat serius, dampaknya akan bertahan selama bertahun-tahun," kata Ghebreyesus.

 

 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement