Senin 20 Sep 2021 23:40 WIB

Pandangan Wakil Ketua Dewan Fatwa PB Al Washliyah Soal Musik

Hukum musik dijelaskan oleh Wakil Ketua Dewan Fatwa PB Al Washliyah

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Pandangan Wakil Ketua Dewan Fatwa PB Al Washliyah Soal Musik. Foto: Musik (ilustrasi)
Foto: Wikimedia
Pandangan Wakil Ketua Dewan Fatwa PB Al Washliyah Soal Musik. Foto: Musik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukum Islam mengenai musik tampaknya selalu hangat untuk diperbincangkan dari dulu sampai sekarang. Apalagi, seiring berkembangnya zaman, musik semakin tumbuh di tengah masyarakat dengan beragam genre. Ada rock, pop, jazz, blues, rap, reggae, country, dan sebagainya. Belum lagi musik yang lahir dari kebudayaan Indonesia.

Lantas, sebetulnya bagaimana pandangan Islam terhadap musik? Wakil Ketua Dewan Fatwa PB Al-Washliyah, Dr Nirwan Syafrin, menyampaikan penjelasan dengan membaginya pada tiga hal, yakni nyanyian, alat musik, dan musik itu sendiri, yang dalam hal ini bisa dikatakan sebagai perpaduan nyanyian dan alat musik.

Baca Juga

Pertama, soal nyanyian yakni lantunan suara yang berirama. Nirwan mengatakan, jika nyanyian itu tidak mengandung sesuatu yang haram, kemaksiatan, kejahatan, kekufuran, dan kesyirikan, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mutlak membolehkan, mengharamkan, dan memakruhkan.

"Untuk nyanyian seperti Tala' al-Badru 'Alayna, atau seperti nasyid yang isinya mengajak pada kebaikan, bahkan lantunan ayat suci Alquran, para ulama membolehkan," tutur pengajar filsafat dan pemikiran Islam di Universitas Ibn Khaldun Bogor itu kepada Republika, Senin (20/9).

 

Namun, ketika nyanyian tersebut bercampur dengan sesuatu yang haram, misalnya disertai dengan minuman keras (miras), atau dinyanyikan di tempat yang penuh kemaksiatan, maka para ulama sepakat mengharamkannya.

Nirwan juga menjelaskan, Rasulullah SAW pernah memuji sahabat bernama Abu Musa al-Asyari karena memiliki suara yang merdu. Nabi SAW juga pernah menyaksikan orang-orang badui merayakan hari besar dengan bernyanyi, dan beliau membiarkan Aisyah RA untuk menyaksikan pertunjukan tersebut. "Jadi banyak ulama yang membenarkan nyanyian itu, dengan syarat tidak mengandung unsur keharaman, kesyirikan, maksiat, kejahatan, kekufuran, dan kemunafikan," tutur dia.

Kedua, mengenai musik, Nirwan memaparkan, memang ada ulama yang mengharamkannya secara mutlak. Pendapat ini mengharamkan musik secara mutlak dan bagi mereka mendengar musik sudah masuk kategori dosa besar sehingga apa saja jenis musiknya itu haram. "Tetapi pendapat ini tidak mainstream. Kita juga tidak sepakat kalau terlalu berlebihan. Bahkan, Yusuf al-Qaradawi (ulama Mesir) sendiri mengatakan, jika musik haram dan sama dengan dosa besar, itu terlalu ekstrem," paparnya.

Menurut Nirwan, kalaupun ingin menyebut haram, seharusnya tingkat keharamannya tidak sampai pada dosa besar, tetapi masih bisa dihapuskan oleh kebaikan-kebaikan lain. Sehingga termasuk kategori kemaksiatan yang dosanya bisa gugur dengan wudhu lalu shalat taubat. Namun, dia mengingatkan, musik menjadi haram jika di dalamnya terkandung berbagai keburukan sebagaimana yang telah dijelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement