Selasa 21 Sep 2021 16:54 WIB

Petambak tak Bisa Nikmati Tingginya Harga Garam

Dalam kondisi normal, Agustus-September semestinya menjadi waktu panen raya.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Friska Yolandha
Petambak menunjukkan tambak garam miliknya yang rusak akibat hujan di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (16/9/2021). Petambak daerah tersebut mengaku produksi garam masih kurang maksimal akibat kondisi cuaca yang tidak menentu.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Petambak menunjukkan tambak garam miliknya yang rusak akibat hujan di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (16/9/2021). Petambak daerah tersebut mengaku produksi garam masih kurang maksimal akibat kondisi cuaca yang tidak menentu.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Musim hujan yang datang lebih cepat di wilayah Cirebon dan Indramayu membuat produksi garam di tingkat petambak menjadi terganggu. Kondisi itu menyebabkan harga garam menjadi meroket. Namun, petambak tak bisa menikmati tingginya harga itu karena minimnya stok yang mereka miliki.

Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jawa Barat, M Taufik, mengatakan, dalam kondisi normal, Agustus-September semestinya menjadi waktu bagi petambak garam untuk panen raya. Namun sekarang, sebagian petambak di sejumlah daerah justru harus berhenti berproduksi karena hujan mulai sering turun.

Sebagian petambak garam lainnya, masih ada yang bertahan untuk memproduksi garam. Sekalipun mereka setiap saat harus menanggung risiko tambak garamnya rusak jika hujan kembali turun.

"Produksi garam jadi terganggu," kata Taufik, Selasa (21/9).

Taufik mengatakan, terganggunya produksi garam itu akhirnya berdampak pada minimnya stok garam di tingkat petambak. Menurutnya, saat ini stok garam sebagian besar ada di tengkulak meskipun jumlahnya pun minim.

Taufik menyebutkan, di Cirebon, stok garam hanya sekitar 10 ribu ton. Sedangkan stok garam di Indramayu, hanya tinggal sekitar 5.000 ton.

Taufik mengungkapkan, minimnya stok garam mengakibatkan harga garam menjadi tinggi. Dia menyebutkan, harga garam saat ini di kisaran Rp 800 - Rp 850 per kilogram. Padahal biasanya, harga garam saat panen raya hanya sekitar Rp 400 per kilogram.

Namun, lanjut Taufik, di saat harga garam tinggi, para petambak justru tak bisa menikmatinya karena produksinya terganggu. Menurutnya, kondisi saat ini pernah terjadi pada 2010 dan 2016 lalu, dimana  hujan berlangsung hampir sepanjang tahun.

Sementara itu, seorang petambak garam di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Robedi, mengaku sangat berharap agar musim kemarau jangan dulu berakhir. Dengan demikian, dia bisa meneruskan produksi tambak garamnya.

"Ya inginnya sih masih bisa kebagian (kemarau) satu atau dua bulan lagi," tutur Robedi.

Robedi sebelumnya mengalami gagal panen setelah hujan deras tiba-tiba mengguyur areal tambak garamnya sepekan yang lalu. Padahal, tambak garamnya saat itu sudah siap panen.

Robedi pun harus menelan kerugian hingga puluhan juta rupiah karena tambak garam seluas 20 hektare miliknya hancur. Meski demikian, dia tidak putus asa dan langsung membenahi kembali areal tambaknya untuk mengulangi proses produksi garam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement