Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sukahar Ahmad Syafi'i

BPKH DAN EFEKTIFITAS KEMANFAATAN DANA HAJI

Lomba | Friday, 24 Sep 2021, 14:12 WIB
sumber : Republika.co.id

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) adalah lembaga hukum publik yang didirikan dan diberi wewenang dalam pengembangan dana kelolaan haji sesuai UndangUndang nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, Peraturan Pemerintah nomor 5/2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dan Peraturan Presiden nomor 110/2017 tentang Badan Pengelola Keuangan Haji. Tujuan Badan Pengelola Keuangan Haji adalah mengelola dana haji, meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, serta memberikan kemaslahatan bagi umat Islam di Indonesia.

PKH dilakukan dalam bentuk investasi yang nilai manfaatnya digunakan untuk peningkatan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji, rasionalitas, dan efisiensi BPIH. Di sisi lain, Undang-Undang ini juga mengamanatkan pengelolaan keuangan haji berdasarkan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel. Diharapkan hasil dari dana haji yang diinvestasikan memberi manfaat bagi jemaah haji berupa subsidi biaya haji sehingga meringankan biaya haji sebesar 50% dari total biaya haji yang seharusnya dibayarkan, yaitu sebesar Rp 68 juta per calon jemaah, sehingga dengan subsidi tersebut, berkurang setengahnya menjadi Rp 34 juta.

BPKH memang sangat berhati-hati dalam melakukan investasi keuangan. Efektifitas dan maslahat adalah hal utama yang menjadi pertimbangan BPKH sebagaimana diatur dalam prosedur pelaksanaan investasi (PBPKH) No. 5 tentang tata cara dan bentuk investasi keuangan haji. Investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk surat berharga, emas, Investasi Langsung, dan investasi lainnya, seperti (1) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), (2) Ijarah Fixed Rate (IFR), (3) Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), (4) SPN Syariah, (5) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), (6) Sukuk Bank Indonesia (SukBI), (7) Reksa Dana syariah, (8) Efek Beragun Asset (EBA) syariah, (9) Dana Investasi Real Estat (DIRE) Syariah, (10) Emas batangan bersertifikat yang diproduksi dan/atau dijual di dalam negeri, (11) Rekening Emas yang dikelola oleh Lembaga Keuangan Syariah yang diatur dan diawasi oleh OJK, (12) Produk perbankan selain giro, Tabungan dan Deposito, (13) Produk instansi Keuangan Syariah yang diatur serta diawasi oleh OJK, (14) Investasi Lainnya di pasar uang, (15) Investasi Lainnya di Luar Negeri, (16) Kontrak pengelolaan dana (KPD), (17) Pembiayaan, (18) Investasi dalam bentuk kegiatan terkait penyelenggaraan haji diantaranya sewa tanah/bangunan/barang yang dapat dinilai dengan uang, dan (19) Medium Term Notes (MTN).

Adapun penempatan dana haji pada infrastruktur sebagai cara dalam pengembangan dana haji untuk tujuan yang lebih produktif masih menuai perdebatan pro dan kontra, sebagian tidak setuju yang menginginkan agar dana haji hanya untuk kepentingan jemaah, seperti sewa hotel, sewa pesawat, katering, dan pernak pernik haji, namun sebagian lagi menyetujui dana haji untuk diinvestasikan ke infrastruktur, mengingat selama ini pemerintah membangun infrastruktur dengan berhutang.

Kaitannya dengan pendanaan infrastruktur, nampaknya BPKH masih menganalisa efektifitas dan kemaslahatannya. Secara bisnis memiliki potensi keuntungan yang besar serta tidak bertentangan pula dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji Pasal 48 ayat 1 yang menyebutkan bahwa penempatan dan/atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya. Selain pertimbangan efektifitas yang mengacu pada pasal 48 ayat 1, pertimbangan maslahat juga menjadi acuan BPKH seperti yang tertera dalam pasal 48 ayat 2 yang menyebutkan bahwa penempatan dan/atau investasi keuangan haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.

Pengelolaan dana haji di bawah BPKH nampaknya cukup efektif. Hal itu bisa dilhat dari laporan perkembangan dana investasi kelolaan dana haji yang terakumulasi hingga tahun 2018 mencapai angka Rp 112,35 triliun, yang terdiri atas nilai manfaat, dana abadi umat dan setoran Jamaah haji. Pertumbuhan dana haji yang dikelola oleh BPKH, dapat diproyeksikan sebesar 9,4% setiap tahun. Sebagaimana pertumbuhan sejak tahun 2012 hingga tahun 2018 yang memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata 9.4% setiap tahun.

Sumber : Buku Apa & Bagaimana Investasi Keuangan Haji BPKH. Bid Investasi BPKH

Adapun selama 2018, BPKH mencatatkan dana pengelolaan sebesar Rp112,35 triliun meningkat sekitar Rp 10 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 102,5 triliun atau bertambah 9,6% dari kondisi tahun 2017. Dana kelolaan tersebut berasal dari setoran Jemaah haji Rp 107,18 triliun, Dana Abadi Umat (DAU) sebesar Rp 3,52 triliun dan nilai manfaat sebesar Rp 1,65 triliun. Hasil demikian berarti BPKH mampu melampaui target tahun 2018 yang sebesar Rp 111,8 triliun.

Berdasarkan target pengumpulan dana yang tercapai di tahun 2018, maka pengelolaan ke dalam berbagai portofolio investasi diharapkan mampu memberikan revenue yang besar sesuai perencanaan. Dana haji hasil pengumpulan tersebut adalah dana calon Jemaah haji yang waiting list. Jemaah haji waiting list per 2018 mencapai 4,04 juta calon Jemaah haji regular dan 91 ribu calon Jemaah haji khusus. Data ini potensi akan terus bertambah dengan perkiraan kenaikan sekitar 600 ribuan calon pendaftar Jemaah haji baru setiap tahunnya.

Pengelolaan dana yang demikian menunjukkan kemanfaatan yang luar biasa. Sehingga BPKH selaku badan yang diamanati mengelola dana haji memberikan dampak positif dan manfaat bagi jemaah haji. Terlebih kemanfaatan yang langsung bisa dirasakan adalah subsidi biaya haji bagi para jemaah haji Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image