Sabtu 25 Sep 2021 15:30 WIB

Sejarah Muhammadiyah adalah Literasi Cerdaskan Bangsa

Muhammadiyah terus berkomitmen perkuat literasi

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Muhammadiyah terus berkomitmen perkuat literasi. Logo Muhammadiyah.
Foto: Antara
Muhammadiyah terus berkomitmen perkuat literasi. Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejarah Muhammadiyah adalah sejarah literasi yang mencerdaskan bangsa secara terus menerus.    

Hal ini disampaikan Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto, saat pidato pada acara Muhammadiyah's Influencer Speak-Up bertema Dakwah Islam Wasathiyah di Media Sosial, Sabtu (25/9).  

Baca Juga

Edy menyampaikan, di TV Muhammadiyah ada program refleksi Haedar Nashir, beliau selalu meyakinkan bahwa sejarah Muhammadiyah adalah sejarah literasi dan sejarah mencerdaskan. 

Bisa dibayangkan, ditemukan edisi suara Muhammadiyah yang kedua tahun 1914. Selain itu ada juga suara Aisyiyah, media dan majalah yang menggunakan bahasa Indonesia saat itu.

Dia menegaskan, artinya sejarah Muhammadiyah adalah sejarah literasi dan sejarah mencerdaskan. Dia menambahkan, Haedar Nasir juga mengingatkan tantangan sekarang adalah literasi di bidang elektronik, seperti media elektronik, media digital, dan media cetak.

"Itu menjadi tugas kita semua sebagai warga persyarikatan (Muhammadiyah) yang dipercaya sebagai pimpinan-pimpinan daerah khususnya di bidang majelis pustaka dan informasi," kata Edy pada acara Muhammadiyah's Influencer Speak-Up, Sabtu (25/9).

Dia mengingatkan, manusia sekarang berada dalam dunia informasi atau dunia maya yang dibanjiri oleh informasi. Kondisi ini membuat setiap orang bisa membuat informasi dengan jari tangannya.

Dia menambahkan, sekarang manusia juga memasuki era post truth atau era pasca kebenaran. Cirinya adalah kebenaran itu dianggap tidak penting, karena yang penting adalah orang-orang percaya.

"Sehingga walaupun itu tidak benar, kalau disebutkan terus-menerus, orang menjadi percaya akhirnya, dan ini menjadi industri sekarang ini dalam rangka persaingan kompetisi politik, ekonomi, pengaruh agama dan lain sebagainya," jelasnya. 

Edy menegaskan, kalau Muhammadiyah tidak masuk dalam memberikan narasi-narasi dan pandangan-pandangan Muhammadiyah khususnya tentang Islam wasathiyah dalam dunia maya, maka akan tersingkir. Sehingga yang ada adalah narasi-narasi konservatif, radikalisme, ekstrimisme dan seterusnya.

Dia juga menyampaikan, ternyata narasi Islam wasathiyah di media sosial dari Muhammadiyah itu sangat kurang. Sehingga narasi di media sosial itu lebih banyak dipenuhi oleh kelompok golongan Islam konservatif. Berdasarkan hasil penelitian sebuah lembaga, disebutkan 67 persen narasi-narasi non-moderasi itu didominasi Islam konservatif.

"Karena itulah menjadi penting bagaimana bapak-bapak sebagai pimpinan daerah Muhammadiyah yang memiliki wawasan dan pemahaman Muhammadiyah yang lebih baik bisa mewarnai narasi-narasi moderasi Islam yang digagas pimpinan pusat Muhammadiyah," jelasnya.       

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement