Selasa 28 Sep 2021 05:45 WIB

UU Ekonomi Syariah Harus Mengintegrasikan Seluruh Pelaku

UU diharapkan berisi insentif bagi industri keuangan syariah.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi layanan bank. Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mendorong Undang-Undang Ekonomi Syariah untuk melengkapi regulasi yang sudah ada.
Foto: Dok Maybank Indonesia
Ilustrasi layanan bank. Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mendorong Undang-Undang Ekonomi Syariah untuk melengkapi regulasi yang sudah ada.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mendorong Undang-Undang Ekonomi Syariah untuk melengkapi regulasi yang sudah ada. Sekretaris Jenderal Asbisindo, Herwin Bustaman menyampaikan industri perbankan syariah akan terlibat aktif dalam pembahasannya.

"Tentunya industri perbankan syariah harap di dalam pembahasan RUU Eksyar ini adalah adanya keterlibatan yang cukup intensif antara parlemen, regulator, akademisi, elemen masyarakat, juga praktisi," katanya pada Republika.co.id, Senin (27/9).

Sehingga masalah-masalah yang ada selama ini dalam mengembangkan perbankan syariah bisa dijawab di dalam RUU tersebut. Kemudian, pembahasan yang melibatkan banyak pihak juga bisa membawa sinergi antara keuangan syariah dan industri halal.

Selain itu, ia berharap UU juga akan berisi insentif-insentif bagi industri keuangan syariah dan industri halal, agar ekonomi syariah Indonesia bisa bersaing dengan pesaing global. Selama ini, industri syariah dipayungi regulasi yang terpencar sehingga sulit dikembangkan secara terintegrasi.

"UU No 21 tahun 2008 terkait Perbankan Syariah itu sendiri perlu perbaikan, seperti tentang //spin off// yang menjadi pilihan, bukan kewajiban, juga belum ada sinergi dengan industri halal dan lainnya," katanya.

Ia berharap UU Eksyar bisa memperbaiki atau melengkapi regulasi yang telah ada. Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia, M Anwar Bashori menyampaikan tata letak hukum Undang-Undang Ekonomi Syariah juga harus diperjelas.

Mengingat sejumlah industri dalam ekonomi syariah sudah punya Undang-Undang sendiri, seperti UU Perbankan Syariah, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Asuransi Syariah, Pengelolaan Zakat, Wakaf. Sementara di sektor riil, ada UU terkait Jaminan Produk Halal (JPH).

"Kita perlu juga memperjelas tata letaknya UU Ekonomi Syariah ini dimana posisinya," katanya pada, beberapa waktu lalu.

Anwar menyampaikan, BI termasuk salah satu pihak yang terus mendorong dan mendukung adanya UU Ekonomi Syariah sebagai regulasi yang akan membawa integrasi industri. Sehingga implementasinya bisa meningkatkan peran ekonomi syariah baik dalam kancah nasional maupun global.

Menurut Anwar, BI selalu mengadakan acara diskusi terkait UU Ekonomi Syariah setiap tahun dalam Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF). BI mengundang berbagai elemen dan pihak berkepentingan, termasuk para pakar hukum, praktisi, akademisi, regulator, untuk mendukung secara substansi UU Ekonomi Syariah yang inklusif.

"Kita sebenarnya bahas yang lebih banyak secara substansi, landasan payung untuk integrasi dengan sektor riil, sekarang baru ada JPH, tapi yang kawasan industri halal belum ada, dan lain-lainnya," katanya.

Ia berpesan agar UU Ekonomi Syariah jangan sampai eksklusif, melainkan inklusif, sehingga membawa keseimbangan kepentingan. Anwar mengatakan, UU Ekonomi Syariah sebaiknya berisi orkestrasi yang mengintegrasikan serta memberdayakan seluruh entitas ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement