Kamis 30 Sep 2021 05:10 WIB

Tawadhu dalam Berdakwah

Ketawadhuan dalam dakwah hendaknya bermula dari karakter sang dai.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Tawadhu dalam Berdakwah
Foto: Republika/Mardiah
Tawadhu dalam Berdakwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang Muslim yang memiliki ketawadhuan dalam menjalani hidup akan menemui keselamatan karena akan terhindar dari riya dan angkuh. Begitupun dalam berdakwah, ketawadhuan sangat penting dimiliki oleh seorang dai.

Pendakwah yang juga Imam Besar Masjid New York Ustadz Muhammad Shamsi Ali menjelaskan sikap dam karakter tawadhu penting dalam kerja-kerja dakwah. Hal itu penting karena secara prinsip dakwah adalah ajakan menuju jalan Allah (ilaa sabiilillah).

Baca Juga

Tawadhu adalah salah satu nilai terpenting dalam hidup manusia. Maka, menurut ustaz Shamsi, seseorang yang berdakwah, namun tidak bernilai mulia atau tidak berkarakter, tidak tawadhu menjadi kontras pada dirinya. 

"Ketawadhuan dalam dakwah hendaknya bermula dari karakter sang dai yang mengakui ketidak sempurnaan dan ragam kekurangan dalam berislam. Bahwa Islam itu dalam keyakinan kita sempurna. Tapi manusia yang berusaha mengikutinya, termasuk mereka yang di jalan dakwah ini (para dai) jauh dari kesempurnaan," kata Ustadz Shamsi dalam pesan singkatnya yang diterima Republika.co.id, Rabu (29/9).  

Ustadz Shamsi yang juga Presiden Nusantara Foundation mengatakan kesadaran akan kekurangan dalam berislam menjadi motivasi untuk bermujahadah lagi dalam menambah kwalitas keislaman. Yang dengannya akan menjadi jalan untuk meningkatnya kualitas dakwah. Karena itu kualitas dakwah ada pada keteladanan dalam berislam itu sendiri. 

Sebaliknya, menurut Ustadz Shamsi, bahaya dan malapetaka terbesar dalam dakwah ada pada karakter dai yang angkuh, merasa sempurna, merasa mampu dan hebat. Ia menjelaskan tawadhu dalam dakwah juga ada pada bagaimana melihat obyek dakwah itu sendiri.

Bahwa siapa pun dan bagaimanapun keadaannya semua orang memiliki sisi kebaikan dalam dirinya. Bahwa pada manusia itu ada jati diri yang paling mendasar yang tidak akan berubah. Itulah fitrah manusia. 

"Maka dai yang tawadhu akan melihat semua orang dengan pandangan positif. Tidak menghakimi siapa pun karena apa pun dan bagaimana pun keadaannya. Tentu hal ini juga berarti bahwa dai yang tawadhu’ akan selaAndrian Saputra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement