Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asrifa

BPKH: Menjaga Amanah 150 Triliun Rupiah

Lomba | Friday, 01 Oct 2021, 12:43 WIB

Labbaik Allahumma Labbaik. Labaika Laa Syarika Laka Labbaik.

Rindu sekali mendengar panggilan itu bergaung di tanah suci. Apalagi sudah dua tahun terakhir ini, tidak ada berita pelaksanaan haji dari jamaah kloter Indonesia. Karena adanya pandemi yang melanda seluruh dunia, pihak kerajaan Saudi Arabia pun membuat kebijakan baru dalam pelaksanaan ibadah haji demi keselamatan umat muslim dunia. Dampaknya jadwal keberangkatan jamaah haji Indonesia pun mundur. Semoga dunia lekas membaik, semoga kita juga masih diberikan nikmat iman, sehat dan rejeki sehingga bisa menjalankan ibadah haji di masa yang akan datang.

Dengan jumlah penduduk Muslim yang besar, Indonesia tercatat menjadi negara teratas dalam memberangkatkan haji. Bahkan tradisi berbondong-bondong mengantar anggota keluarga maupun tetangga masih menjadi pemandangan yang akrab tiap tahunnya. Lihatlah bandara embarkasi haji di setiap musim haji tiba. Bandara langsung penuh dengan seragam putih. Mungkin kurang dari 1/3 dari seragam putih tersebut yg berangkat haji, sisanya para pengantar. Betapa harunya momen-momen perpisahan semantara itu. Perpisahan sebulan lebih dengan sanak keluarga, waktu tersebut akan dihabiskan untuk beribadah kepada Sang Pencipta. Tentunya akan menjadi kenangan berkesan hingga akhir hayat setiap tamu Allah yang pernah di undang kesana.

Semangat umat muslim Indonesia untuk beribadah ke tanah suci, tidak perlu di ragukan lagi. Menurut info dari Kemenag, daftar tunggu calon haji asal DKI Jakarta mencapai tahun 2045. Belum lagi di kota-kota lain di Indonesia yang lebih lama di bandingkan di Jakarta. Padahal kuota haji Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia dan beberapa kali mendapatkan tambahan kuota dari pihak Kerajaan Arab Saudi. Terbayangkan betapa tingginya harapan umat muslim Indonesia untuk terpilih menjadi tamu Allah ke tanah suci.

Tidak hanya umat muslim dengan tingkat finansial di atas rata-rata saja yang bisa menabung untuk dana haji. Tak jarang kita dengar cerita haru pedagang atau pekerja yang hidup sederhana sehari-hari, namun memiliki tekad kuat untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk tabungan haji selama berpuluh-puluh tahun. Tak terbendung betapa bahagianya mereka saat menceritakan akhirnya bisa berangkat haji di tahun tersebut. Tentu untuk bisa terus konsisten menabung berpuluh-puluh tahun bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Melihat tingginya antusias umat muslim dalam menabung haji, Pemerintah Indonesia mengatur regulasi dan pengelolaannya. Beberapa bank di Indonesia menawarkan kemudahan kepada masyarakat dengan membuka layanan tabungan untuk calon Jemaah haji.

Tahun 2020, Pemerintah menetapkan biaya penyelenggaraan haji, untuk jamaah reguler berkisar Rp 31 Juta - 38 Juta Rupiah. Menurut data, saldo dana haji per Mei 2021 mencapai angka 150 Triliun Rupiah. Jumlah yang sangat fantastis bukan? Kemudian, Siapa yang diberikan amanah dan tanggung jawab untuk mengelola dana umat sebesar itu? Berikut ini ringkasan sejarah pegelolaan dana haji di Indonesia

1999

Tahun disahkannya regulasi pertama terkait tentang haji yakni UU Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dimana dalam Pasal 3 Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan fasilitas, kemudahan, keamanan, dan kenyamanan yang diperlukan oleh setiap warga Negara yang menunaikan ibadah haji. Kuota haji kemudian terbagi menjadi 2, yakni Haji Reguler dan Haji Khusus. Pendaftaran haji regular melalui Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu. Diberlakukan untuk pertama sekali setoran awal sebesar Rp 5.000.000 yang disimpan dalam tabungan atas nama jamaah haji.

2001

Terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat sebagai salah satu mandat dari UU Nomor 17 Tahun 1999 pada pasal 11 ayat 1 yang berbunyi: “Dalam rangka pengelolaan Dana Abadi Umat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 16 secara lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk kemaslahatan umat, Pemerintah membentuk Badan Pengelola Dana Abadi Umat yang diketuai oleh Menteri.”

Dana Abadi Umat adalah dana yang diperoleh dari hasil efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji dan dari sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan Dana Abadi Umat untuk kemaslahatan umat dilaksanakan dalam bidang, antara lain; pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial, ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana ibadah, dan penyelenggaraan ibadah haji.

2008

Undang No 17 Tahun 1999 menjadi Undang-undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pada undang-undang ini dijelaskan beberapa prinsip perubahan diantaranya:

Secara umum UU Nomor 13 Tahun 2008 memberikan garis yang jelas tentang peran pemerintah dan pengawasan dari komisi independen, kewajiban pemerintah, dalam pembiayaan, hak dan kewajiban jamaah, pengelolaan dana haji, tertatanya sub system penyelenggaraan haji. Disamping itu memberikan dasar bagi pemerintah untuk melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan terhadap jamaah haji.

2014

Terbitnya Undang Undang No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Dalam undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa “akumulasi jumlah dana haji memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai manfaatnya yang dapat digunakan untuk mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang berkualitas

2017-Sekarang

Dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 110 tahun 2017 mengenai Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan disusul Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun 2018 dalam Pengelolaan Keuangan Haji.

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Presiden No. 110 Tahun 2017 Pasal 2 dibentuklah BPKH yang merupakan badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. Pimpinan BPKH terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas.

Akhirnya, pada tahun 2017, Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla melantik tujuh orang Dewan

Tujuan utama dibentuknya BPKH adalah untuk mengelola dana haji yang ada di Indonesia dan mampu meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan memberikan kemaslahatan bagi umat Islam di Indonesia. BPKH mendapat amanah untuk mengelola keuangan haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggung jawaban Keuangan Haji.

Sesuai dengan visinya, BPKH bercita-cita menjadi lembaga pengelola keuangan yang terpercaya yang memberikan nilai manfaat optimal bagi jamaah haji dan kemaslahatan umat. Oleh karena itu, BPKH senantiasa memegang teguh komitmen untuk selalu menjalankan praktik tata kelola perusahaan yang baik yang bersandar pada prinsip-prinsip transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), mandiri (independency), dan keadilan (fairness).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image