Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image 20_063_Risa Irnawati

Bersama BPKH Optimis Perkuat Ekonomi Syariah

Lomba | Thursday, 30 Sep 2021, 16:46 WIB

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) adalah lembaga yang melakukan Pengelolaan Keuangan Haji. Keuangan Haji adalah semua hak dan kewajiban Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari Jamaah Haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Tujuan Pengelolaan Keuangan Haji antaranya yaitu :

a) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji

b) Meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH

c) Meningkatkan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam

Lembaga BPKH memiliki amanat sebagai pengelola dana haji sesuai peraturan pemerintah. Indonesia memiliki kuota haji paling besar, yakni berjumlah 211.000 orang per tahunnya. Untuk umroh, Indonesia berada di urutan kedua setelah Pakistan untuk jamaah umroh yang berjumlah 800.000 orang tiap tahunnya. Total dana yang terkumpul hingga saat ini adalah sebesar 93,2 Triliun plus 3 Triliun Dana Abadi Umat. Jadi total ada 95,2 Triliun. Ada 80 Triliun dana haji yang siap diinvestasikan atau sekitar 80 persen.

Kontribusi BPKH Untuk Ekonomi dan Perbankan Syariah

Saat ini, dana haji yang telah terkumpul kemudian diinvestasikan ke deposito di beberapa perbankan syariah di Indonesia dan pada Sukuk Negara. Penempatan dana haji pada perbankan syariah memberikan dampak positif karena perbankan syariah memperoleh dana yang jumlah besar sehingga dapat mengembangkan fungsi intermediasinya terhadap sektor riil.

Namun, dana haji yang sangat besar jumlahnya tersebut tidak dapat ditempatkan semuanya ke dalam bank syariah karena keterbatasan perbankan syariah mengelola dana tersebut. Sehingga alternatif lain yang bisa dilakukan adalah menempatkannya pada Sukuk Negara.

Penempatan dana haji pada Sukuk Negara bukan merupakan barang baru. Inisiasi penempatan dana haji pertama kali dilakukan oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati ketika menjabat Menteri Keuangan pada periode pertama yaitu tahun 2009. Ketika itu Menteri Keuangan dan Menteri Agama melakukan penandatanganan kesepakatan (MoU) pada tanggal 22 April 2009. Isi dari MoU tersebut yaitu kesepakatan untuk penempatan dana haji dan dana abadi umat ke Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan cara private placement. Selanjutnya sukuk tersebut disebut sebagai Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). Sampai dengan tanggal 12 Januari 2017 outstanding SDHI masih senilai Rp36,7 triliun. Jadi penempatan dana haji pada Sukuk Negara bukan merupakan hal yang baru, tetapi sudah dilakukan sejak tahun 2010.

Penempatan dana haji pada Sukuk Negara juga sebenarnya membantu Kementerian Agama dalam memberikan alternatif investasi yang aman dan menguntungkan. Mengacu UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dana haji mempunyai batasan investasi pada instrumen syariah yang aman dan bermanfaat. Namun yang lebih ditekankan adalah pada sisi keamanan, kemanfaatan dan kehati-hatiannya (prudensial).

Ekosistem Haji dan Umrah

BPKH sedang mengupayakan skema investasi pada pembangunan fasilitas untuk jamaah haji dan umrah Indonesia. Hal ini tentu berita yang baik bagi pembentukan ekosistem Haji dan Umrah. Bagaimana tidak, ketika dana-dana ini bisa terealisasi untuk pembangunan fasilitas haji dan umrah jamaah Indonesia, maka akan ada sejumlah efek ekonomi yang bisa terwujud sebagai imbas dari kebijakan tersebut.

Skema investasi untuk membangun fasilitas akomodasi bagi jemaah haji dan umrah ini sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image