Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rihhadatul 'Aisy Putri

Pembelajaran Daring Masa Pandemi: Solusi Atau Kontroversi?

Guru Menulis | Sunday, 03 Oct 2021, 09:22 WIB

Charles Darwin, seorang naturalis dan ahli geologi Inggris, atau dikenal sebagai pencetus teori evolusi, berpendapat bahwa yang akan bertahan hidup bukanlah spesies yang paling kuat, bukan pula yang paling pintar, melainkan yang paling mampu berubah. Pendapat itu sangat tepat untuk kehidupan di masa pandemi. Demi bertahan hidup, kita harus berubah dari kebiasaan lama menuju kebiasaan baru yang kita kenal sebagai era new normal.

Di era new normal ini ada berbagai hal yang perlu diadaptasi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tujuannya untuk mempertahankan hidup meski dengan cara yang berbeda dan level yang lebih tinggi. Salah satunya adalah pembelajaran daring di masa pandemi. Di era globalisasi, ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Hal tersebut mendorong berbagai aspek lain turut meningkat, terutama dalam bidang teknologi. Tidak heran jika pembelajaran hari ini selalu melibatkan teknologi.

Pembelajaran daring menjadi sebuah solusi saat ini, namun masih saja menuai kontroversi dan berbagai kendala, diantaranya adalah: kemampuan peserta didik serta orang tua dalam menguasai teknologi dan kondisi ekonomi orang tua peserta didik. Dalam hal ini, tidak semua peserta didik memiliki fasilitas yang bisa digunakan untuk mengikuti pembelajaran secara daring, seperti: smartphone, laptop, kuota yang cukup mahal ditambah jaringan yang tidak mendukung, khususnya untuk peserta didik yang tinggal didaerah terpencil sehingga kesulitan dalam mengakses internet. Meskipun demikian, pembelajaran harus tetap berlanjut.

Mengenai kendala yang terjadi, pemerintah tidak lepas tangan atas kebijakan yang telah dibuat. Satu per satu kesulitan diatasi, misalnya dengan memberikan kuota internet untuk peserta didik, mahasiswa, dan tenaga pengajar. Namun, masalah tidak selesai sampai disitu, masih banyak hal yang menjadi bahan protes oleh orangtua peserta didik. Disamping kontroversi dan kendala yang berdampingan dengan solusi belajar daring ini, ada hal-hal positif yang jarang sekali kita sadari.

Dari pengalaman penulis yang saat ini berstatus mahasiswa, sisi positif itu selalu bergandengan dengan kesulitan yang kita hadapi. Sebagai murid yang sebelumnya bisa mendapatkan ilmu secara langsung dan optimal serta rapi terjadwal, kini harus pintar-pintar mengatur waktu dan tetap fokus. Jika tidak, jadwal yang berantakan seperti sekarang ini akan melalaikan tanggung jawab sebagai seorang murid.

Mungkin dipikiran banyak orang, pembelajaran daring hanya akan mempersempit pola pikir karena jangkauan interaksi yang terbatas. Padahal dibalik itu, tetap di rumah saja memberikan peluang untuk bisa memaksimalkan potensi dan bakat yang kita miliki. Ada banyak sekali waktu senggang yang kita miliki dalam 24 jam, jika pandai menggunakannya tentu sudah berada jauh dari orang-orang yang hanya memilih bersantai. Webinar yang menjadi tren di masa pandemi ini, memberikan peluang besar untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya.

Belum lagi jika memiliki hobi yang dapat menghasilkan karya, bukankah ini kesempatan luar biasa untuk berkembang dan menjadi lebih baik? Diluar sana, banyak sekali lomba-lomba dengan hadiah yang tidak sedikit, bahkan mungkin memberikan kelas gratis. Kita bisa menggunakan kesempatan itu untuk meng-upgrade ilmu, mengasah bakat, dan tentunya bertemu dengan orang-orang hebat. Jadi, meski pembelajaran daring ini menuai kontroversi, ada hal-hal baik yang bisa kita temukan didalamnya.

Berbicara tentang efektivitas pembelajaran daring di masa pandemi ini sepenuhnya kembali pada peserta didik, karena kita mulai membicarakan tentang ukuran keberhasilan peserta didik dalam menerima dan menangkap materi saat situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal tersebut tidak bisa dinilai dari satu sisi saja, namun sisi lain yang cenderung tidak terlihat bisa jadi menyembunyikan sebuah keberhasilan.

Jika kita hanya berorientasi pada keberhasilan peserta didik dalam menerima dan menangkap materi pembelajaran dengan perwujudan nilai sempurna, itu tidak menjamin keberhasilan peserta didik dalam mengembangkan dirinya diluar sana. Justru pembelajaran daring ini membawa kita menjadi lebih berkembang; entah peranan kita sebagai peserta didik, orang tua, ataupun guru.

Sebagai peserta didik yang harus beradaptasi dari kebiasaan lama, itu tentu tidak mudah, begitu juga dengan peran orang tua atau guru. Saat ini, semua peranan itu harus bekerja ekstra untuk mencoba memahami dan mempelajari apa yang menjadi kebiasaan baru. Selain itu, mereka dituntut agar bisa bekerja sama sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal. Belajar dari rumah tentunya memerlukan pengawasan dan bantuan dari orang tua, terutama untuk peserta didik yang masih ditingkat TK/RA dan SD/MI.

Jadi, untuk mengatahui seberapa efektif pembelajaran daring ini, itu semua ditentukan dari seberapa berhasilnya perkembangan peserta didik dalam mengaplikasikan teori-teori yang pernah dipelajari. Perlu diingat bahwa setiap individu memiliki kemampuan berkembang yang berbeda-beda, minat yang berbeda, dan bakat mereka yang tidak sama. Disinilah orang tua dan guru berperan penting sebagai fasilitator yang akan membimbing dan mengasah kemampuan peserta didik.

Selebihnya, sudah menjadi tanggung jawab peserta didik untuk menjalani pembelajaran daring dengan semestinya. Solusi atau kontroversi pembelajaran daring ini adalah tergantung dari bagaimana ketiga peranan itu menjalaninya. Meski apa yang didapat masih jauh dari kata efektif, kita semua sudah sampai sejauh ini bukan untuk hal yang sia-sia. Tetapi, kita sudah membantu meminimalisir penyebaran Covid-19. Tetap semangat dan sehat selalu, ya!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image