Rabu 06 Oct 2021 17:01 WIB

Negara Bagian Malaysia Kaji Larang Transgender Masuk Masjid

Putrajaya pertimbangkan larang transgender Muslim masuk masjid

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Putrajaya pertimbangkan larang transgender Muslim masuk masjid. Ilustrasi trangender
Foto: MgRol112
Putrajaya pertimbangkan larang transgender Muslim masuk masjid. Ilustrasi trangender

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Para pemimpin agama di sejumlah negara bagian di Malaysia tengah mempertimbangkan melarang transgender memasuki masjid. Kecuali, mereka mengubah penampilan mereka sesuai dengan jenis kelamin ketika dilahirkan. 

Hal ini diungkapkan Wakil Menteri urusan Islam negara bagian Putrajaya, Datuk Ahmad Marzuk Shaary. Dia mengatakan wilayahnya sedang berusaha untuk meniru keputusan Perlis di Wilayah Federal. 

Baca Juga

Mufti Penang, Seri Wan Salim Wan Mohd Noor, juga mengatakan kepada transgender untuk mengubah penampilan mereka sesuai dengan jenis kelamin saat lahir, jika mereka ingin memasuki masjid atau surau. 

Kedua negara bagian tersebut merasa bahwa langkah ini perlu dilakukan untuk mencegah ketidaknyamanan di antara anggota jamaah di dalam masjid.  

Dilansir dari Malaymail, Rabu (6/10), langkah ini berawal dari keputusan komite fatwa negara bagian Perlis pada 21 September. Komite melarang trangender memasuki masjid. Hal ini dilakukan untuk menghindari kebingungan dan gangguan di antara umat Islam lainnya selama ibadah. 

Tertuang dalam putusan tersebut, komite fatwa juga menetapkan bahwa prosesi penguburan dalam hal ini memandikan jenazah harus dilakukan oleh mereka yang memiliki jenis kelamin yang sama dengan jenis kelamin yang dimiliki transgender saat lahir, bukan jenis kelamin yang mereka ubah. Komite pemakaman akan memilih orang yang paling tepat yang terlibat untuk menghindari fitnah. 

Komite juga melarang transgender melakukan ibadah haji dan umroh untuk menghindari fitnah. Hal ini dilakukan berkaca dari tragedi agama ketika transgender Nur Sajad melakukan perjalanan umroh pada  2020. 

Nur Sajat melakukan umroh dengan mengenakan pakaian feminin, di tengah pengawasan ketat atas identitas gendernya. 

Rencana larangan ini mendapatkan kecaman dari transgender dan aktivis hak asasi manusia Nisha Ayub. Menurut Nisha Ayub, fatwa Perlis tidak hanya semakin mengucilkan transgender di masyarakat, tetapi juga menciptakan ketakutan lain.

“Kali ini bukan hanya dari sistem tetapi darikeyakinan mereka sendiri. Mereka merasa bahwa mereka bukan bagian dari agama mereka sendiri yang masih diinginkan oleh sebagian besar wanita Muslim transgender. Karena saya belum pernah mendengar atau melihat wanita transgender (Muslim) yang mencoba mengatakan bahwa mereka bukan Muslim," ujar Nisha Ayub. 

Nisha mengatakan kabar tersebut telah membuat komunitasnya (LGBT) merasa kecewa dan sedih, karena mereka merasa tidak akan pernah diterima jika menyangkut keyakinan mereka.  

 

 

Sumber: malaymail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement