Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Nugraha Azhari M, M.Pd

Tantangan Kompetensi Guru: Kontradiksi Guru Digital Immigrant dengan Murid Digital Native

Guru Menulis | Sunday, 10 Oct 2021, 23:50 WIB

Terdapat dua jenis gelombang yang sedang dihadapi oleh banyak orang hampir di seluruh penjuru dunia, gelombang ini datang beriringan, dari arah berbeda namun bertautan. Gelombang pertama adalah teknologi internet yang memasuki gelombang ketiga dan disebut dengan era ­­Internet of Things (IoT). Gelombang selanjutnya adalah gelombang pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih belum surut secara menyeluruh.

Kedua gelombang tersebut memang tidak sama, namun memiliki kaitan yang erat. Gelombang Internet of Things merupakan pertanda dari era revolusi industri 4.0, dimana Internet meresap di segala celah kehidupan manusia dan memungkinkan tercapainya kemajuan dalam segala bidang, seperti kesehatan, transportasi dan tidak terkecuali dunia pendidikan. Adapun gelombang pandemi adalah sebuah wabah penyakit yang menyerang ke segala sendi kehidupan, utamanya membelenggu kesehatan, namun juga mencengkeram sektor ekonomi dan sektor pendidikan.

Secara tidak sadar, adanya pandemi mempercepat arus perkembangan internet. Hal ini merupakan dampak dari penerapan kebiasaan baru atau new normal sebagai respon dari wabah virus Corona. Dalam dunia pendidikan misalnya, muncul istilah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi siswa, dan ada istilah Work From Home (WFH) bagi para guru. Tentu saja, konsekwensinya adalah banyak kegiatan yang dilakukan secara online dan berbasis internet.

Banyak orang terkaget-kaget dengan keadaan yang menuntut perubahan secara cepat ini. Kondisi tersebut melahirkan fenomena disruption. Disruption adalah semacam serangan inovasi yang menggantikan sistem lama dengan cara-cara yang baru. Dampak positif dari pandemi dan fenomena disrupsi adalah transformasi yang cepat dalam dunia pendidikan. Namun, tantangannya adalah bahwa dunia pendidikan harus menyiapkan diri dalam menyongsong perubahan. Khususnya para guru, kompetensi guru harus ditingkatkan dan disiapkan. Kunci efektivitas belajar di masa pandemi adalah guru yang kompeten.

Menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru harus memiliki 4 Kompetensi, yaitu (1) Kompetensi Pegagogik, (2) Kompetensi Kepribadian, (3) Kompetensi Sosial dan (4) Kompetensi Profesional. Di masa pandemi, guru dituntut mampu melakukan pemanfaatan teknologi pembelajaran dan juga memiliki kemampuan secara metodologis dalam hal perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, kedua hal ini masuk ke dalam kompetensi pedagogik.

Kebanyakan di sekolah hari ini dipenuhi manusia-manusia lintas generasi. Ada guru dari generasi Baby Boomers (1946-1965) dan X (1965-1980). Ada murid dari generasi Y (1981-2000) dan Gen-Z (lahir pada tahun 2001-sekarang). Generasi milenial (Gen-Y) dan Post milenial (Gen-Z) lebih fasih dan akrab dengan teknologi berbasis digital dan internet. Hal ini dapat berdampak terjadinya kontradiksi, karena para guru zaman old selaku digital immigrant berbaur dengan kids zaman now dengan gaya digital native. Kontradiksi itu akan terjadi apabila guru yang merupakan imigran di dunia digital tidak dapat menyesuaikan dengan para peserta didik yang merupakan pribumi di dunia digital. Hal ini tentu dapat menyebabkan pembelajaran di masa pandemi tidak efektif.

Setidaknya ada dua kendala dari kontradiksi ini. Pertama, kendala intern. Yaitu kendala yang bersumber dari dalam diri seorang guru, kendala ini dapat berupa ketidak mampuan dalam mengupgrade kompetensi yang harusnya dimiliki seorang guru. Kedua, kendala ektern, yaitu kendala yang bersumber dari diri siswa yang merasa jenuh, tidak multi tasking, tidak fokus belajar atau bahkan tidak memiliki hand phone.

Oleh karena itu, guru tidak bisa lagi hidup hanya dengan iterasi (doing the same thing, melakukan hal yang sama dengan cara lebih baik), dan inovasi (doing the new thing, membuat hal-hal baru). Strategi terbaik menata masa depan yang lebih baik, termasuk dunia pendidikan adalah disrupsi (doing things differently, yaitu membuat banyak hal baru.

Solusi yang dapat dilakukan oleh guru dalam menanggulangi kontradiksi antara dirinya dengan siswa adalah berusaha menyesuaikan zaman. Guru harus pandai beradaptasi dengan dunia baru di era digital. Hal itu bertujuan agar pendidikan tetap bisa berselancar di atas gelombang pergeseran, bukan tenggelam di dalamnya.

Beberapa rumus ini layak diingat oleh guru, meskipun terjadi pergeseran kehidupan yang begitu massif, tetap ada yang tidak berubah dan tidak harus berubah, diantaranya:

(1) kurva belajar,

(2) cinta, kebaikan, kreativitas dan kegigihan yang selalu dibutuhkan untuk menghadapi dunia baru,

(3) meskipun banyak manusia saling meniru, namun tetap saja dibutuhkan keunikan,

(4) kebutuhan dasar manusia tidak berubah, seperti sandang, pangan, rasa aman, persahabatan, kebutuhan sosial dan menyesuaikan pergeseran zaman, dan

(5) era baru hanya memudarkan, tapi tidak menghilangkan.

Itu artinya, guru akan selalu dibutuhkan oleh generasi manapun di setiap era dan peradaban apapun.

Selanjutnya, ada tiga perubahan yang harus guru lakukan agar dapat menyesuaikan diri dengan generasi Y dan Z, sebagai berikut:

(1) perubahan dari ekslusif menjadi inklusif, sekarang segalanya serba inklusif dan transparan. Dinding penyekat sosial telah roboh oleh internet. Guru jika ingin tetap relevan dengan zaman, maka harus makin melek internet.

(2) pergeseran vertikal ke horizontal. Guru sekarang bukan satu-satunya sumber ilmu. Media sosial mengambrukan guru-guru tiran. Kini guru adalah fasilitator murid.

(3) konsekwensi inklusivitas dan horizontalisasi, terjadi pergeseran indivudual ke sosial. Saatnya guru menyatu dalam komunitas. Bukan zamannya lagi buta internet dan tuli media sosial. Media sosial itu berwatak interaktif. Beda dengan guru zaman semonow (old) yang cenderung monolog saat berinteraksi dengan anak baik di kelas maupun di rumah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image