Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hanif Rizal Hidayat

Hubungan Syiah dan Tasawuf

Agama | Friday, 22 Oct 2021, 05:51 WIB

Salah satu persoalan paling sulit yang membahas tentang tasawuf dalam sejarah islam ialah hubungannya dengan aliran Syi’ah. Dalam hal ini dan dalam prinsip dan esensinya, atau dalam cahaya kenyataan metahistorisnya, sebagaimana di dalam waktu dan sejarahnya, kita tak perlu menghubungkan diri dengan kecaman-kecaman yang terlalu sering diulang-ulang oleh orientalis tertentu, yang meragukan sifat keislaman dan kequr’anan aliran Syi’ah maupun tasawuf.

Hubungan antara aliran Syi’ah dan tasawuf rumit karena dalam membicarakan dua kenyataan keruhanian dan keagamaan ini kita tidak berhubungan dengan tingkatan atau dimensi keislaman yang sama. Sebagaimana telah disinggung, Islam memiliki dimensi lahir atau eksoterik (zahir) dan dimensi dalam atau eksoterik (batin), yang bersama-sama, dengan segenap perbedaan didalamnya, mewakili susunan vertikal wahyu. Namun ia juga dibedakan menjadi aliran Sunnah dan Syi’ah, yang dikatakan mewakili susunan horizontalnya.

Tampak bahwa ada hubungan antara golongan Syi’i dengan unsur-unsur yang bersifat Sunni, baik secara intelektual maupun secara sosial. Di dalam keadaan-keadaan tertentu, dalam kenyataannya adalah sulit untuk menilai apakah seorang penulis tertentu adalah Syi’i atau Sunni, khususnya sebelum abad ke-10, walaupun dalam masa ini pun kehidupan keagamaan Syi’i serta Sunni memiliki corak dan warna tersendiri.

Di dalam lingkungan yang kurang homogen dan lebih heterogen, unsur-unsur esoterisme Islam itu, yang bila dilihat dari sudut pandang Syi’i dianggap sebagai khas Syi’i, tampak mencerminkan esoterisme Islam seperti halnya dikaum Sunni. Tak ada contoh yang lebih baik dari ini, yang bisa dijumpai selain pada pribadi sahabah Ali bin Abi Thalib Kwa.

Aliran Syi’ah bisa disebut “Islamnya Ali”,yang dalam aliran Syi’ah merupakan wakil atau khalifah yang sah setalah Nabi, baik secara “keruhanian” maupun ‘temporal’. Di dalam aliran Sunnah juga, hampir semua tarekat sufi menghubungkan diri kembali kepadanya dan ia memiliki kekuasaan keruhanian yang tinggi setelah Nabi Muhammad Saw. Hadis yang terkenal mengatakan, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah gerbangnya.” Yang merujuk secara langsung kepada peranan Ali di dalam esoterisisme Islam, yang diterima oleh orang Syi’ah maupun kalangan Sunni. Namun, ‘kekhalifahan ruhani’ Ali tampak kepada tasawuf di dalam dunia kaum Sunni, bukan sebagai sesuatu yang bersifat khusus Syi’i, tetapi sebagai sesuatu yang bertalian langsung dengan esoterisisme Islam sendiri.

Namun, kasus Ali, penghormatan yang ia peroleh dari kaum Syi’i dan dari kaum Sufi juga, menunjukan betapa akrabnya hubungan antara aliran Syi’ah dan tasawuf. Tasawuf tidak memiliki suatu syari’ah, ia hanya memiliki suatu jalan keruhanian ( tariqah ) yang terikat pada upacara syariah tertentu seperti mazhab Maliki atau Syafi’i. Aliran Syi’ah memiliki syariah maupun tariqah.

Beberapa contoh mengenai hubungan yang luas dan rumit antara aliran Syi’ah dan tasawuf bisa memperjelas beberapa pokok yang telah kita bicarakan sejauh ini. Dalam islam umumnya, dan dalam tasawuf khususnya, seorang suci disebut wali ( singkatan Waliullah atau sahabat Allah)d dan kesucian disebut sebagai wilayah.

Seperti telah dikatakan di dalam aliran Syi’ah, fungsi keseluruhan imam dikaitkan dengan kekuasaan atau fungsi dari apa yang oleh orang-orang Persia disebut wilayat dan dekat hubungannya dengan itu.

Persamaan antara aliran Syi’ah dan tasawuf mengenai doktrin secara langsung berpangkal terutama dan berakhir dengan kenyataan bahwa keduanya berkaitan dengan esoterisisme Islam dalam cara yang telah dibicarakan sebelumnya, yang tak lain daripada wilayah atau walayah sebagaimana dipakai dalam artian teknis, baik di dalam sumber-sumber Syi’i maupun sufi.

Aliran Syi’ah dan tasawuf, dengan demikian, memiliki asal-usul yang sama karena keduanya berkaitan dengan dimensi esoterik kewahyuan islam yang mula-mula memperoleh Islam inspirasi dari sumber yang sama. Pada masa berikutnya sering terjadi interaksi dan saling memengaruhi antara keduanya, melalui jalan yang bermacam-macam.

Namun, perwujudan sejarahnya ini tak lain merupakan penyesuaian terhadap momen-momen waktu yang berbeda dari hubungan yang hakiki dan prinsipil, yang dimiliki oleh Islam dan pada hakikatnya kekal serta padu, dan di dalam bentuk makrifat itulah esoterisisme Islam memperoleh ciri yang menjelmakan diri menjadi dua bagian umat yang keduanya sama saja, Sunni dan Syi’ah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image