Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tria Ayu Fatmawati

Perbedaan Syiah dan Sunni Yang Perlu Diketahui Umat Islam

Agama | Thursday, 21 Oct 2021, 08:00 WIB

Syi’ah dan Sunni selalu memicu konflik dikalangan umat Islam. Sejak Rasulullah wafat, Islam sudah terpecah menjadi beberapa kelompok seperti Syi’ah, Sunni, Khawarij, Mu’tazilah dan masih banyak lainnya. Kelompok-kelompok tersebut terus berkembang dan melahirkan kelompok baru hingga sekarang.

Umat Islam

Wakil Ketua KH Misbahul Munir memaknai Aswaja sebagai “Sunni atau ahli sunnah” dan “berkelompok”. Dapat diartikan pula bahwa Islam adalah ajaran yang berpegang teguh pada Nabi Muhammad SAW.

Sedangkan Syi’ah menurut Ensiklopedi Islam adalah kelompok aliran atau paham yang mengidolakan bahwa Ali bin Abi Thalib ra dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan umat seteleh Nabi Muhammad SAW (Ensiklopedia Islam, 1997). Dalam The World Book Encyclopedia disebutkan bahwa Syi’ah adalah sekelompok Muslim yang percaya bahwa kepemimpinan sesudah Rasulullah SAW wafat adalah Ali, sepupu nabi berdasarkan nask/wasiat (Enciclopedia, 1998: 446; Enciclopedia Americana 1980:502; Alam, t.th.: 57).

Perbedaan yang paling mendasar antara Syi’ah dan Sunni terletak pada persoalan khilafah (imamah). Bagi Syi’ah imamah adalah suatu masalah penting dan prinsipil, karena merupakan bagian dari akudah dan mempunyai posisi sentral serta perwujudan dari lutf (anugrah) terhadap makhluk-Nya sebagaimana Nubuwah. Prinsip akidah dalam Syi’ah adalah Tauhid, Nubuwah, keadilan ilahi, imamah dan hari kebangkitan. Sedangkan Sunni pada persoalan imamah (khalifah) tidak sepenuhnya ditolah, namun bukanlah suatu prinsip utama dalam agama (lebih bernuansa politis dan sosial (Mutahahari, 1991: 7).

Dikalangan Sunni tidak didapati ajaran seperti dalam Syi’ah. Menurut mereka imamah bukanlah wahyu ilahi dan tidak ditetapkan rasul-Nya, tetapi diserahkan kepada umat yang memilih siapa yang dianggap oleh mereka tepat menurut situasi dan kondisi serta memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Oleh karenanya jabatan imamah walaupun pada dasarnya mengurusi masalah keagamaan dan beberapa dalam hal dunia. Sehingga penunjukan imam dilakukan melalui musyawarah.

Syi’ah dan Sunni sepakat untuk menggunakan sumber hukum pokok yang menjadi sumber utama dalam Islam. Perbedaan penafsiran antara Syi’ah dan Sunni selanjutnya terdapat pada pernafsiran para imam-imam yang menjadi sumber rujukan mereka. Para imam berdebat dalam masalah-masalah bagaimana mengamalkan ajaran dari sumber pokok Islam dalam persoalan yang bersifat cabang agama (furu’iyah). Faktor penyebab perbedaan paham tersebut dikarenakan kesukaran memahami ayat-ayat al-Qur’an.

Perbedaan selanjutnya mengenai sumber-sumber hukum Islam yang dijadikan pegangan adalah al-Qur’an, Sunnah, dan akal. Sunni menjadikan Qiyas sebagai sumber hukum dalam Islam. Sedangkan Syi’ah tidak mau menggunakan Qiyas karena tidak menjadi dasar otoritatif untuk digunakan sebagai dasar pijakan hukum dalam Islam.

Secara umum perbedaan yang mendasar pada Syi’ah dan Sunni terletak pada dua hal yaitu, dalam hal akidah dan dalam hal fikih. Perbeaan dalam akidah hanya pada persoalan imamah dan keadilan. Sedangkan dalam pokok keimaman antara Syi’ah dan Sunni tidaklah berbeda. Paham akidah Sunni menyakini bahwa terdapat 6 (enam) rukun iman yaitu Allah, malaikat, kitab-kitab, Rasul-rasul, hari akhir, qadha dan qadar. Sedangkan Syi’ah meyakini rukun iman ada 6 (enam) yaitu, Tauhid, kepercayaan kepada keesaan Ilahi, Nubuwat, Ma’ad, keadilan Ilahi.

sumber :

Abidin, Z. (2006). SYI'AH DAN SUNNI DALAM PERSPEKTIF PEMIKIRAN ISLAM. HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 3(2), 117-128.

Muhtarom, A. (2017). TITIK TEMU SUNNI–SYIAH. SAINTIFIKA ISLAMICA: Jurnal Kajian Keislaman, 2(02), 61-72.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image