Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mela Yolanda

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM AL- GHAZALI

Eduaksi | Monday, 25 Oct 2021, 10:58 WIB

BIOGRAFI

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Tusi al-Ghazali lahir pada tahun 450H di Tus, sebuah kota kecil di Khurasan, Iran. Karena ayahnya adalah seorang penjual benang, mereka menjulukinya Ghazali, yang berarti “pembuat benang” dalam bahasa Arab. Imam Ghazali hidup di dunia tasawuf sejak kecil. Ia tumbuh dan berkembang di bawah asuhan seorang sufi setelah kematian ayahnya yang juga seorang sufi. Ilmu pengetahuan sudah sangat antusias sejak al-Ghazali muda. Dia pertama kali belajar bahasa Arab dan Fiqh di kota Tus, kemudian dia pergi ke kota Jurjan untuk mempelajari dasar-dasar Ushul Fiqh. Setelah kembali ke kota Tus untuk beberapa waktu, ia pergi ke Naisabur untuk melanjutkan karya ilmiahnya. al-Ghazali belajar dengan Imam al-Haramain Abu al-Ma'ali al-Juwaini. Dia kemudian mengunjungi Baghdad, ibu kota negara Abbasiyah, dan bertemu dengan Wazir Nizham Al-Mulk. Al-Ghazali menerima darinya rasa hormat dan pengakuan yang besar. Pada tahun 483 M diangkat menjadi guru Madrasah Nizhamiyah. Pekerjaan ini dilakukan dengan sangat sukses sehingga para ilmuwan saat itu menjadikannya referensi utama mereka.

KARYA AL-GHAZALI

Selain dikenal sebagai ulama sufi, al-Ghazali juga banyak memikirkan tentang Fiqh di berbagai bidang, termasuk Fiqh Muamalah. Ia adalah seorang ilmuwan dan penulis yang sangat produktif. Berbagai tulisannya telah menarik perhatian dunia, baik Muslim maupun non-Muslim. al-Ghazali telah menghasilkan sekitar 300 karya yang mencakup berbagai disiplin ilmu seperti logika, filsafat, moralitas, tafsir, fiqh, kajian Al-Qur'an, tasawuf, politik, administrasi, dan pelaku ekonomi.

IDE EKONOMI AL-GHAZALI

Seperti halnya para cendekiawan Muslim sebelumnya, perhatian Al Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang saja, melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pemikiran ekonomi Al-Ghazali didasarkan pada pendekatan sufi. Pola pemikiran ekonomi ini tertuang dalam kitab Ihya `Ulum alDin, al Mustashfa, Mizan Al` Amal dan At Tibr al Masbuk fi Nasihat Al Muluk. Pemikiran sosio-ekonomi Al-Ghazali berakar pada apa yang disebutnya sebagai «fungsi kesejahteraan sosial», sebuah konsep yang mencakup semua aktivitas manusia dan menciptakan hubungan yang erat antara individu dan masyarakat. Fungsi kesejahteraan ini sulit dibongkar dan diabaikan oleh para ekonom kontemporer. AlGhazali telah mengidentifikasikan semua masalah baik yang berupa masalih maupun mafasid dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. Menurut alGhazali, kesejahteran dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yakni agama , hidup atau jiwa keluarga atau keturunan , harta atau kekayaan , dan intelek atau akal . Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, tujuan utama kehidupan umat manusia adalah untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat . Al-Ghazali juga mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam sebuah kerangka hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartie yakni kebutuhan , kesenangan atau kenyamanan , dan kemewahan . Hierarki tersebut merupakan sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian yang disebut sebagai kebutuhan oridinal yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang-barang eksternal dan kebutuhan terhadap barang-barang psikis. Menurut al-Ghazali, kegiatan ekonomi adalah kebajikan yang dijunjung tinggi oleh Islam. Al-Ghazali membagi orang menjadi tiga kategori, yaitu: . 1. orang yang peduli dengan kehidupan duniawi kelompok ini akan menyedihkan. 2. orang yang lebih mementingkan tujuan akhirat daripada tujuan duniawi kelompok ini akan beruntung. 3. mereka yang aktivitas duniawinya sesuai dengan tujuan akhirat. Al- Ghazali menyatakan bahwa kegiatan ekonomi harus dilakukan secara efisien, karena merupakan bagian dari pemenuhan kewajiban agama. Ia memberikan tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan suatu kegiatan ekonomi, yaitu: Pertama, untuk memenuhi kebutuhan orang yang bersangkutan. Kedua, demi kebaikan keluarga. Ketiga, membantu mereka yang membutuhkan. Orang-orang dipandang sebagai pemaksimal dan mereka selalu menginginkan lebih. Al-Ghazali menyadari tidak hanya keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhan untuk mempersiapkan masa depan. Dalam semua tulisannya, al-Ghazali berbicara tentang «harga yang berlaku ditentukan oleh praktik pasar», sebuah konsep yang kemudian dikenal sebagai altsaman al-fair di kalangan ilmuwan Muslim atau keseimbangan harga dari para ilmuwan Eropa kontemporer. Bagi AlGhazali, pasar adalah bagian dari «tatanan alam». Jelasnya bagaimana evolusi penciptaan pasar. AlGhazali juga secara tegas menjelaskan perdagangan regional. Meskipun al-Ghazali tidak menjelaskan penawaran dan permintaan dalam istilah modern, beberapa tulisannya dengan jelas menjelaskan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran yang «bergerak dari kiri bawah ke kanan atas» ia menyatakan bahwa «jika petani tidak menemukan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya dengan harga lebih rendah».

PERILAKU PASAR

Dalam pandangan al-Ghazali, pasar harus berfungsi sesuai dengan etika dan moral para pelakunya. Secara khusus, ia memperingatkan agar tidak mengambil keuntungan dari penimbunan makanan dan kebutuhan dasar lainnya, memberikan informasi palsu tentang berat, jumlah dan harga barang, mempraktekkan praktik pemalsuan, penipuan kualitas barang dan pemasaran, dan melarang kontrol pasar secara rahasia. transaksi dan manipulasi harga. Sebagaimana telah disebutkan, al-Ghazali menganggap pekerjaan sebagai bagian dari ibadah seseorang. Bahkan, secara tegas memandang produksi kebutuhan dasar sebagai kewajiban sosial Kegiatan komplementer, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan industri dasar. Kelompok pertama adalah yang paling penting, dan peran pemerintah sebagai kekuatan mediasi dalam kelompok ini sangat penting. Ketiga kelompok ini harus secara aktif dipromosikan untuk memastikan keharmonisan dalam lingkungan sosial ekonomi. produksi, spesialisasi dan hubungannya Ada beberapa tingkat produksi sebelum produk dikonsumsi. Berbagai tahapan dan keterkaitan produksi memerlukan pembagian kerja, koordinasi, dan kerjasama. Ini juga menawarkan wawasan tentang spesialisasi keluarga dan saling ketergantungan. Al-Ghazali mengidentifikasi tiga tingkatan kompetensi, yaitu kompetensi wajib, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan kewajiban agama untuk mendapatkan rasa aman. Al-Ghazali memiliki gagasan tentang beberapa masalah pertukaran, yang dijelaskan dalam istilah modern sebagai berikut:

a. Kurangnya penyebut yang sama

b. Harta tak terpisahkan

c. Adanya dua keinginan yang sama

Barter menjadi tidak efisien karena perbedaan sifat barang. Uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri. Uang baru memiliki nilai ketika digunakan sebagai gantinya. Ghazali menyatakan bahwa salah satu tujuan emas dan perak adalah untuk dijadikan uang.

Uang dapat diproduksi secara pribadi hanya dengan membawa emas dan perak yang sudah ditambang ke percetakan. Standar uang komoditas, dulunya muatan logam suatu koin sama nilainya dengan nilai koin tersebut sebagai uang. Jika ditemukan emas dan perak lebih banyak, persediaan uang akan naik. Harga juga akan meningkat dan rasio harga-kinerja akan menurun. Perhatian diberikan pada masalah yang disebabkan oleh pemalsuan dan devaluasi, pencampuran logam inferior dengan koin emas atau perak, atau erosi muatan logam.

RIBA

Riba adalah praktik penyalahgunaan fungsi moneter yang berbahaya, seperti halnya penimbunan barang untuk tujuan individu. Seperti para cendekiawan Muslim dan Eropa pada umumnya, anggapan bahwa suatu barang tidak kehilangan nilainya seiring waktu. diterima secara umum. Ada dua cara agar bunga bisa muncul dalam bentuk tersembunyi. Bunga bisa muncul ketika emas ditukar dengan emas, tepung dengan tepung, dll. dalam jumlah yang berbeda atau dengan waktu pengiriman yang berbeda. Jika waktu penyerahannya tidak segera dan diminta kelebihan barang dagangan, kelebihan ini disebut riba. Jika jumlah yang diminta tidak sama, kelebihan yang ditentukan dalam pertukaran disebut riba alfadl. Menurut Ghazali, kedua bentuk transaksi tersebut adalah haram. Jika pertukaran melibatkan barang-barang yang sejenis seperti logam atau makanan , hanya riba alnasiah yang dilarang, sedangkan riba alfadl diperbolehkan. Jika pertukaran antara barang-barang dari berbagai jenis Kemajuan ekonomi melalui keadilan, perdamaian, dan stabilitas Untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi, negara harus menegakkan keadilan, perdamaian, keamanan, dan stabilitas. Jika terjadi ketidakadilan dan penindasan, maka penduduk akan pindah ke daerah lain dan tentunya akan meninggalkan ladang dan ladang. Akibatnya pendapatan masyarakat turun dan kas negara kosong, kebahagiaan dan kemakmuran hilang. AlGhazali menekankan bahwa negara juga harus mengambil langkah untuk menegakkan kondisi keamanan secara internal dan eksternal. Dibutuhkan seorang prajurit untuk melindungi orang dari kejahatan. Perlu juga adanya lembaga peradilan untuk menyelesaikan sengketa, dan peraturan perundang-undangan untuk mengawasi perilaku masyarakat agar tidak bertindak sewenang-wenang. AlGhazali juga mendukung Alhisabah, sebuah badan pengatur yang digunakan oleh banyak negara Islam pada saat itu, dan hanya riba Alnasiah yang dilarang, sedangkan riba Alfadl diperbolehkan. Jika pertukaran antar barang yang berbeda jenis Keuangan Negara Dalam kitab Ihya Ulum adDin, al-Ghazali mendefinisikan uang sebagai barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh barang lain. Benda tersebut dianggap tidak berharga . Itulah sebabnya ia membandingkan uang dengan cermin yang tidak memiliki warna sendiri, tetapi dapat memantulkan semua warna yang mungkin. Hampir semua pendapatan penguasa era Ghazali adalah ilegal. Tidak ada sumber yang sah seperti zakat, sedekah, Fa'i dan Ghanimah.

KESIMPULAN

Bahwa pemikiran al-Ghazali mengenai perekonomian Islam yaitu Pemikiran sosio ekonomi al-Ghazali berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi kesejahteraan sosial”. Al-Ghazali telah mengidentifikasikan semua masalah baik yang berupa mashalih (utilitas, manfaat) maupun mafasid (disutilitas, kerusakan) dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. Menurut al-Ghazali, kesejahteran (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yakni agama (al-dien), hidup atau jiwa (nafs) keluarga atau keturunan (nasl), harta atau kekayaan (mal), dan intelek atau akal (aql).

Mayoritas pembahasan al-Ghazali mengenai berbagai pembahasan ekonomi terdapat dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din.

1. Pertukaran sukarela dan evolusi pasar, yang meliputi;

a. Permintaan,penawaran,harga,dan laba

b. Etika perilaku dasar

2. Produksi barang, yang meliputi;

a. Produksi barang-barang kebutuhan dasar sebagai kewajiban sosial

b. Hierarki produksi

c. Tahapan produksi,spesialisasi,dan keterkaitannya

3. Barter dan Evolusi barang, yang meliputi;

a. Problema Barter dan kebutuhan terhadap uang

b. Uang yang tidak bermanfaat dan penimbunan bertentangan dengan hukum illahi.

c. Pemalsuan dan penurunan nilai uang

d. Larangan Riba‟

4. Peran Negara dan Keuangan Publik,yang meliputi;

a. Kemajuan ekonomi melalui keadilan, kedamaian, dan stabilitas

b. Keuangan publik (sumber negara, utang publik, dan pengeluaran publik).

PENULIS :

MELA YOLANDA (C1F020035)

ROSNAIDA (C1F020066)

ARNES SOPIA (C1F020062)

EKONOMI ISLAM, UNIVERSITAS JAMBI

DOSEN PENGAMPU:

Dr. NURIDA ISNAENI, S.E., M.Si.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image