Senin 25 Oct 2021 14:55 WIB

Putra Mahkota Arab Saudi Pernah Sesumbar Bisa Bunuh Raja

Pangeran Mohammed bin Salman disebut pernah sesumbar bisa membunuh raja Saudi

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman. Pangeran Mohammed bin Salman disebut pernah sesumbar bisa membunuh raja Saudi.
Foto: AP/Amr Nabil
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman. Pangeran Mohammed bin Salman disebut pernah sesumbar bisa membunuh raja Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Mantan pejabat keamanan Arab Saudi yang pernah mengawasi upaya kontra-terorisme gabungan bersama Amerika Serikat (AS) mengatakan putra mahkota pernah sesumbar bisa membunuh Raja Arab Saudi. Hal ini disampaikan ketika Mohammed bin Salman (MbS) belum dinobatkan sebagai putra mahkota.

Saad al-Jabri tidak memberikan buktinya saat mengungkapkan hal itu dalam program stasiun televisi CBS News, Ahad (25/10). Mantan pejabat intelijen itu kini tinggal di Kanada sebagai pengasingan.

Baca Juga

Ia mengklaim pada 2014 Pangeran Mohammed bin Salman atau MbS sesumbar ia bisa membunuh Raja Abdullah. Saat itu Pangeran Mohammed tidak memiliki jabatan senior di pemerintahan tapi menjabat sebagai gerbang kerajaan bersama ayahnya ketika ayahnya masih menjadi pewaris takhta.

Raja Salman naik takhta pada 2015 setelah saudaranya Raja Abdullah meninggal dunia karena sakit. Dalam wawancaranya al-Jabri memperingatkan Pangeran Mohammed bahwa ia merekam banyak pembicaraan mereka yang dapat mengungkapkan banyak rahasia kerajaan dan Amerika Serikat.

Dalam program 60 Minute itu al-Jabri memperlihatkan video pendek tanpa suara pada koresponden CBS News Scott Pelley. Al-Jabri mengaku ia dapat dibunuh apabila video tersebut ditayangkan.

Wawancara ini menjadi upaya terbaru al-Jabri untuk menekan Putra Mahkota. Keluarga al-Jabri mengatakan penguasa berusia 36 tahun itu menahan dua putra al-Jabri untuk dijadikan pion demi memaksa ayah mereka pulang ke Arab Saudi.

Jika kembali, al-Jabri yakin ia akan dipenjara atau menjadi tahanan rumah seperti mantan atasannya Pangeran Mohammed bin Nayef yang pernah menjabat sebagai menteri dalam negeri. MbS menggulingkan Pangeran Mohammed bin Nayef dari garis pewaris tahkta pada 2017 lalu.

Al-Jabri mengatakan MbS tidak akan beristirahat sampai 'dia melihat saya mati' sebab 'ia takut dengan informasi saya'. Ia menggambarkan putra mahkota itu sebagai 'seorang psikopat, pembunuh'.

Pria berusia 62 tahun itu mengklaim saat bertemu dengan Pangeran Mohammed bin Nayef yang kala itu menteri dalam negeri pada tahun 2014 lalu, MbS mengaku ia dapat membunuh Raja Abdullah. Upaya itu bisa MbS lakukan agar membuka jalan ayahnya menjabat sebagai raja.

"Ia memberitahunya 'saya ingin membunuh Raja Abdullah. Saya dapat racun dari jaringan Rusia, cukup bagi saya berjabat tangan denganya dan dia akan selesai'," kata al-Jabri.

Ia mengklaim saat itu intelijen Arab Saudi menanggapi ancaman tersebut dengan serius. Masalah itu kemudian diatasi oleh keluarga kerajaan. Al-Jabri mengatakan pertemuan tersebut direkam.

Pada 2018 silam, MbS memicu kecaman internasional setelah orang-orang yang dikenal sebagai bawahannya membunuh jurnalis dan kritikus pemerintah Arab Saudi Jamal Khashoggi kantor konsulat Turki. Setelah rekaman video di dalam konsulat itu dibocorkan pihak berwenang Turki, pemerintah Arab Saudi mengklaim mereka memaksa Khashoggi pulang ke Arab Saudi tapi upaya itu berakhir buruk.

MbS membantah mengetahui operasi tersebut tapi intelijen AS menemukan sebaliknya. Pemerintah Arab Saudi membantah tuduhan al-Jabri dan menuduhnya mengarang cerita tersebut untuk mendistraksi kejahatan finansial yang ia lakukan.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement