Selasa 26 Oct 2021 00:25 WIB

IDI: PCR Rp 300 Ribu tidak Memberatkan Masyarakat

Masyarakat agar tak emosional dalam menanggapi kebijakan penggunaan tes PCR ini.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Prof Zubairi Djoerban.
Foto: Dok pribadi
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Prof Zubairi Djoerban.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Desakan agar pemerintah menurunkan harga tes PCR, terkabulkan. Setidaknya, itu mumcul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan agar harga tes PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu. 

Selain itu, tes PCR ini juga diminta agar dapat berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat. Ketua Satuan Tugas (Satgas) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menyambut baik hal tersebut. 

Dia mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan perlu segera melakukan evaluasi tarif PCR. "Perlu evaluasi tarif PCR tersebut, memang dengan Rp 300 ribu tidak memberatkan masyarakat," kata Zubairi kepada Republika, Senin (25/10).

Namun, sambungnya, bila memang nantinya harga setelah evaluasi tidak bisa kurang dari Rp 400 ribu, maka pemerintah bisa memberikan subsidi. "Entah Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu. sehingga biaya yang dibayarkan masyarakat lebih murah," ujarnya.

 

Zubairi menuturkan, tes PCR memang lebih baik dari tes swab antigen. Sebab, akurasi dalam mendeteksi Covid-19 lewat PCR lebih tinggi.

"Jadi kalau harga bisa turun tanpa menurunkan kualitas. Itu yang terbaik, artinya bisa dievaluasi apakah bisa turun, atau apakah turunnya dengan subsidi pemerintah," kata dia.

Dalam konferensi pers usai rapat terbatas evaluasi PPKM, Senin (25/10), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku menerima berbagai kritikan dan masukan dari masyarakat terkait kebijakan penggunaan tes PCR untuk transportasi udara. Ia menjelaskan, kewajiban penggunaan PCR ini diberlakukan untuk menyeimbangkan relaksasi yang dilakukan pada aktivitas masyarakat, terutama pada sektor pariwisata.

“Meski kasus saat ini sudah sangat rendah, belajar dari pengalaman negara lain, kita tetap memperkuat 3T 3M supaya kasus tidak kembali menguat terutama menghadapi periode Natal dan Tahun Baru,” ujar Luhut.

Selain itu, kebijakan penggunaan PCR tes ini juga diberlakukan dengan mempertimbangkan risiko penyebaran kasus yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan mobilitas penduduk yang semakin tinggi dalam beberapa minggu terakhir ini. Ia pun meminta, agar seluruh pihak belajar dari pengalaman di banyak negara dalam menerapkan relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan.

Kasus di banyak negara tersebut kemudian meningkat drastis meskipun tingkat vaksinasinya juga jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. “Contohnya seperti di Inggris, Belanda, Singapura, dan beberapa negara Eropa lainnya,” tambah dia.

Karena itu, Luhut meminta, masyarakat agar tak emosional dalam menanggapi kebijakan penggunaan tes PCR ini. Dia berjanji, akan memberikan penjelasan kepada masyarakat jika terdapat kebijakan yang masih belum dapat dipahami.

Luhut menyebut, secara bertahap penggunaan tes PCR ini juga akan diterapkan pada transportasi lainnya untuk mengantisipasi kenaikan kasus di periode Natal dan Tahun Baru. Dia menjelaskan, selama periode Natal dan Tahun Baru tahun lalu, meskipun penerbangan ke Bali sudah disyaratkan menggunakan tes PCR, namun mobilitas masyarakat tetap meningkat sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan kasus.

“Mobilitas di Bali saat ini sudah sama dengan Natal dan Tahun Baru tahun lalu, dan akan terus meningkat sampai akhir tahun ini sehingga meningkatkan risiko kenaikan kasus,” jelas Luhut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement