Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aprilia Restuning Tunggal

Ancaman Globalisasi terhadap Bahasa Arab di Uni Emirat Arab (UEA)

Politik | Tuesday, 26 Oct 2021, 12:07 WIB

Ancaman Globalisasi terhadap Bahasa Arab di Uni Emirat Arab (UEA)

Oleh: Aprilia Restuning Tunggal

Mahasiswa S3 Studi Islam, Kajian Timur Tengah

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Bahasa telah lama dipandang sebagai sebuah identitas dan perwujudan kekuatan suatu bangsa di dunia. Bahasa suatu bangsa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya bangsa itu sendiri. Bahkan seringkali bahasa dirujuk sebagai bahasa nasional di dalam negara. Setiap bangsa memiliki bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi, bertutur kata dengan masyarakatnya, serta menjadi bahasa resmi di negaranya sendiri. Masing-masing bahasa memiliki ciri khas yang berbeda-beda serta menjadi identitas nasional sebuah negara bangsa. Dari prespektif lain juga disebutkan bahwa bahasa sebagai media yang digunakan untuk menyampaikan budaya dan pengetahuan kepada para generasi muda. Sebenarnya bahasa ini sebagai salah satu instrument yang sangat penting yang digunakan oleh budaya, tradisi dan norma/nilai yang dapat disampaikan kepada generasi yang akan datang. Dalam kasus lain, bahasa dapat menjadi lebih dari hanya bentuk ekspresi suatu bangsa dan identitas budayanya. Akan tetapi itu menjadi sebuah identitas agama sebagaimana yang terjadi khususnya dengan bahasa Arab. Bahasa arab adalah bahasa Al-Quran dan menjadi alat komunikasi yang digunakan bagi masyarakat di wilayah Arab seperti di Kawasan negara Arab Teluk, Timur Tengah hingga Afrika Utara. Dalam pandangan masyarakat muslim, bahasa Arab diyakini sebagai sebuah identitas yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Islam. Karena pentingnya bahasa dan ikatan yang kuat dengan budaya dan identitas nasional, tidak dapat dipungkiri bahwa korban pertama penjajahan adalah bahasa. Untuk menaklukkan suatu bangsa, kaum penjajah sepanjang sejarah memutuskan untuk menghilangkan identitas yang terjajah. Dengan kata lain, untuk memastikan bahwa identitas nasional dihancurkan, hal pertama yang harus dihancurkan adalah bahasa dan frekuensi penggunaannya. Terdapat banyak kasus atau contoh dalam sejarah yang menunjukkan fakta tersebut, seperti penjajahan Negara Prancis terhadap negara-negara di Afrika seperti AlJazair dan Nigeria.

Saat ini, kekuatan tertinggi tidak perlu menjajah negara yang lebih lemah untuk menaklukkannya. Globalisasi dan agenda politiknya dapat mencapai tujuan tersebut tanpa perlu melakukan pengerahan tentara dan menggunakan senjata. Globalisasi telah memungkinkan adanya penguasaan/pendudukan ke seluruh bangsa tanpa perlu menduduki tanah dari negara tersebut. Dengan kata lain penjajahan hari ini telah mengambil bentuk yang lebih halus dan bijaksana; bentuk-bentuknya seperti globalisasi, westernisasi, dan sekulerisme yang menjadi wajah baru sasaran kepada generasi muda di seluruh dunia yang dapat mengubah pandangan dan kepercayaan mereka, serta perilaku/sopan santun dengan cara berbicara, berpakaian yang melemahkan keragaman budaya meraka. Kemajuan teknologi telah membuat komunikasi diantara banyak negara lebih cepat tanpa adanya gangguan atau hambatan. Dalam bukunya Holton tentang Globalisasi dan Negara Bangsa menjelaskan bahwa globalisasi menjadi ancaman terhadap keanekaragaman budaya. Selain itu juga globalisasi dianggap sebagai dominasi budaya dan hegemoni budaya. Untuk mencapai sebuah tatanan global dunia (homogenitas) sebagai suatu kesatuan maka seluruh proses komunikasi global membutuhkan titik temu atau medium bersama untuk memungkinkan terjadinya percampuran budaya. Oleh sebab itu mempromosikan bahasa global menjadi sebuah konsekuensi alami.

Secara berlahan-lahan globalisasi telah mampu memberikan pengaruhnya kedalam aspek kehidupan manusia, bahkan tidak terkecuali globalisasi mampu memberikan pengaruhnya terhadap Bahasa lokal disuatu negara. Selain itu globalisasi juga telah memberikan berbagai dampak yang sangat besar terhadap perubahan sosial budaya di setiap negara. Menurut Suarez Oroczo dan Qin Hilliard menjelaskan bahwa kemajuan teknologi dan luasnya pengguna internet dalam kehidupan sehari-hari serta transaksi bisnis telah menjadikan karakter umum dari adanya globalisasi. Akibat dari perkembangan teknologi dan penggunaan internet tersebut berbagai perubahan telah terjadi di berbagai elemen masyarakat seperti model belajar/pembelajaran, pekerjaan, pemikiran, hiburan, serta pola hubungan sosial interpersonal. Dalam hal ini globalisasi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pola komunikasi antara manusia yang secara alami memberikan pengaruh tertentu pada bahasa. Hilangnya bahasa Arab juga pernah terjadi dalam sejarah Islam di Andalusia, masyarkat muslim di Spanyol dipaksa untuk keluar dari agama Islam dan memeluk agama Kristen. Selain itu tradisi dan kebiasan Islam seperti Sholat, Wudhu, perayaan hari raya Idul Adha dan Idul Fitri, menggunakan pakain muslim juga dilarang oleh otoritas negara setempat. Dan puncaknya adalah pelarangan penggunaan bahasa Arab di Spanyol karena diancam akan diberi sanksi bagi mereka yang melantunkan bahasa Arab.

Salah satu kasus yang terjadi di negara Kawasan Timur Tengah akibat adanya arus globalisasi adalah negara kaya Uni Emirat Arab (UEA). Di negara kaya tersebut dapat digambarkan bahwa sedang terjadi arus globalisasi yang begitu besar serta memberikan dampak negatif terhadap kehidupan sosial budaya mereka khususunya bahasa Arab. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa para ekspatriat atau pekerja asing yang bekerja dan menetap di negara Arab teluk tersebut menjadi salah satu faktor alasan terjadinya penurunan dalam menggunakan/menuturkan bahasa Arab. Sebagian besar dari orang-orang yang tidak menggunakan bahasa Arab dalam berbicara, mereka justru menggunakan bahasa Inggris sebagai cara mereka untuk berkomunikasi. Konsekuensinya adalah Bahasa Arab di Uni Emirat Arab mengalami risiko bagi masyarakatnya seperti tergerusnya budaya, nilai-nilai, norma islam dan bahasa Arab itu sendiri. Bahkan Mr. Najeeb Abdullah Al-Shamsi dari Pusat Penelitian dan Studi strategis menyatakan bahwa beliau sangat khawatir terhadap bahasa Arab karena bahasa Inggris sudah mulai digunakan oleh banyak orang di negara UEA. Selain para pekerja eksptriat yang menggunakan bahasa Inggris secara aktif, para generasi muda di Uni Emirat Arab tidak begitu tertarik untuk belajar bahasa Arab. Menurut laporan dari Universitas UAE, Departemen Bahasa Arab mengatakan selama beberapa tahun terakhir ini semakin lama semakin sedikit para siswa yang memilih bahasa Arab sebagai pilihan studinya. Selain itu, bahasa Inggris di negara UAE digunakan sebagai bahasa resmi dalam kegiatan bisnis, pariwisata serta di bidang pendidikan. Bahkan bahasa Inggris juga digunakan sebagai bahasa pengantar dalam acara-acara seminar, pertemuan-pertemuan, pelatihan serta forum-forum resmi. Jika pemerintah negara Uni Emirat Arab tidak ingin kehilangan Bahasa Arabnya sebagai Bahasa ibu mereka, maka pemerintah harus segara mengambil langkah-langkah atau kebijakan yang tepat. Mengingat bahwa di negara tersebut akulturasi budaya global sangat massif terjadi dan sangat memberikan dampak terhadap kehidupan sosial budaya mereka. Akan tetapi jika hal ini tidak segera disikapi oleh pemerintah saat ini, bukan tidak mungkin suatu saat nanti Bahasa Arab di UAE akan hilang digantikan dengan Bahasa Inggris. Telah banyak contoh-contoh yang demikian itu seperti Andalusia yang kehilangan Bahasa Arabnya kemudian Singapore yang kehilangan identitas Bahasa melayunya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image