Rabu 27 Oct 2021 14:09 WIB

Mendesak Subsidi Harga Tes PCR

IDI yakini harga PCR masih bisa terus ditekan dengan bantua pengusaha dan pemerintah.

Petugas kesehatan melakukan tes usap PCR di Jakarta. Pemerintah sedang mengkaji kemungkinan penurunan harga tes PCR.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Petugas kesehatan melakukan tes usap PCR di Jakarta. Pemerintah sedang mengkaji kemungkinan penurunan harga tes PCR.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Nawir Arsyad Akbar, Dian Fath Risalah

Rencana pemerintah menurunkan harga tes polymerase chain reaction (PCR) terus mendapat dukungan luas. Penurunan harga tes PCR namun sulit dilakukan tanpa bantuan pemerintah.

Baca Juga

Agar harga tes PCR turun, Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama meminta pemerintah memudahkan pengadaan alat tes PCR. Ia tak mempermasalahkan bila tes PCR nantinya mendapat subsidi dari pemerintah. Ia optimisis harga tes PCR dapat lebih rendah bila mendapat dibantu pemerintah.

"Tentang subsidi atau tidak, mungkin baik didukung proses pengadaan reagen dan alat agar bisa lebih murah lagi, sehingga harga untuk konsumen jadi lebih murah," kata Prof Tjandra kepada Republika, Rabu (27/10).

 

Prof Tjandra tetap mendukung penggunaan tes PCR. Hal ini menurutnya sebagai jaminan bahwa penularan Covid-19 dapat terpantau lebih baik bila terjadi. "Yang jelas kalau lebih aman tentu lebih bagus," singgung mantan petinggi Kemenkes dan WHO Asia Tenggara itu.

Selain itu, Prof Tjandra menyebut tes Covid-19 saja sebenarnya tak cukup sebagai upaya pencegahan penularan di moda transportasi. Ia mengimbau semua pihak tetap menaati protokol kesehatan 3M yaitu menjaga jarak, memakai masker dengan benar menutup hidung dan rajin cuci tangan.

"Kalau 3M bisa dilakukan maksimal tentu bagus, pengalaman saya di bandara antri tanpa jarak, waktu mau cek KTP harus buka masker dan di pesawat orang makan minum tanpa masker," ujar Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI tersebut.

Untuk bisa menurunkan harga tes PCR, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mendukung adanya subsidi dari pemerintah. Ia meyakini harga PCR masih bisa terus ditekan dengan tangan dunia usaha dan Pemerintah.

"Kekuatan pasar harus mendorong harga PCR terus turun didukung pemerintah yang juga menerapkan subsidi," kata Zubairi di akun Twitter resminya yang dikutip Republika, Rabu (27/10).

Zubairi menilai rencana harga tes PCR sebesar Rp 300 ribu tergolong masih memberatkan masyarakat. Rencana ini menurutnya tetap akan mendapat penolakan masyarakat bila PCR jadi syarat di semua moda transportasi.

"Harga tes PCR jadi Rp 300 ribu sepertinya masih berat bagi sebagian besar kalangan. Apalagi jika diterapkan di seluruh moda transportasi. Bayangkan kalau sekeluarga 4-5 orang," ujar Prof Zubairi.

Prof Zubairi yakin Pemerintah dapat memberikan subsidi terhadap tes PCR. Ia mencontohkan pengalamannya pada 1987 harga tes viral load (tes mengukur jumlah virus HIV dalam darah) amat mahal yaitu Rp 1,7 juta. Namun pada akhirnya pemerintah memberi subsidi pada tes viral load.

"Kemudian turun beberapa kali sampai akhirnya pemerintah punya program subsidi tes tersebut. Kalau tes viral load bisa, kemungkinan tes PCR juga bisa," ungkap Prof Zubairi.

Epidemiolog dari UI Syahrizal Syarif menilai tes PCR layak mendapat subsidi pemerintah. Dukungan subsidi akan membuat harga tes PCR makin murah.

Syahrizal mengkritisi instruksi Presiden Joko Widodo agar harga tes PCR bisa diturunkan sampai Rp 300 ribu. Menurutnya, nominal itu masih memberatkan masyarakat yang ingin bepergian dengan pesawat terbang. Ia menyinggung permainan harga tes PCR untuk mendapat hasil lebih cepat.

"Jelas bukan hanya memberatkan masyarakat dalam hal biaya, namun juga ada keterbatasan akses dan hasil didapat lama. Hal ini dapat menimbulkan biaya tinggi yaitu biaya dua tiga kali lebih besar jika ingin hasil lebih cepat," kata Syahrizal.

Oleh karena itu, Syahrizal mendukung bila pemerintah menyalurkan subsidi bagi pelaksanaan tes PCR. Ia optimis subsidi dapat membuat harga tes PCR tak lagi menghambat masyarakat menggunakan transportasi udara.

"Subsidi untuk tes PCR bukan saja pantas, di negara maju bahkan PCR gratis," ujar Ketua PBNU bidang kesehatan itu.

Di sisi lain, Syahrizal tak sepakat bila tes PCR digunakan di semua moda transportasi. Menurutnya, tes antigen saja sebenarnya sudah cukup bagi mereka yang hendak bepergian. Adapun tes PCR sebaiknya dilakukan dengan syarat penggunaan ada dasar klinis atau dasar epidemiologis.

"Jadi penggunaan PCR sebagai syarat administratif sangat tidak tepat karena mereka yang menggunakan moda transportasi tidak memenuhi dasar pemeriksaan penggunaan PCR baik syarat klinis maupun epidemiologis," ucap Syahrizal.

Syahrizal juga menyinggung dari acuan WHO bahwa antigen sebagai rapid diagnostic test (RDT) sudah cukup efektif dengan nilai sensitivitas di atas 80 persen dan kespesifikan hingga 97 persen. Apalagi tes antigen bisa dilakukan dengan lebih mudah dan lebih cepat. "Antigen adalah pilihan yang bisa diterima sebagai syarat administrasi karena sifat mudah dan cepat serta validitas yang cukup baik," tutur Syahrizal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement