Kamis 28 Oct 2021 16:32 WIB

'Perguruan Tinggi Wajib Lakukan Adaptasi'

Warisan era revolusi industri 2 dan 3 membuat prodi-prodi jadi ruang yang silo. 

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Prof Nizam
Foto: Tangkapan layar
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Prof Nizam

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dirjen Dikti Kemendikbudristek Nizam mengatakan, perguruan tinggi sejak bangsa ini merdeka sampai sekarang, masih menerapkan pembelajaran sama. Masih ada kotak-kotak prodi, sehingga mahasiswa tidak bisa melihat keilmuan-keilmuan lain.

Warisan era revolusi industri 2 dan 3 membuat prodi-prodi jadi ruang yang silo. Padahal, kini industri sudah terdisrupsi akibat kemajuan teknologi, jejaring, dan lintas keilmuan tidak lagi bisa diselesaikan linear tapi perlu kolaboratif.

Apalagi, revolusi industri 4.0 hubungkan simpul-simpul dunia nyata dan maya ke sistem industri raksasa. Menghubungkan komponen-komponen, pengetahuan satu dan yang lain dalam kesatuan solusi atas permasalahan hidup yang semakin kompleks.

Untuk itu, Nizam menilai, cara mendidik seharusnya berubah secara disruptif secara signifikan. Tidak lagi berada dalam silo-silo sempit, tapi memberi ruang seluasnya ke mahasiswa mengembangkan potensi melalui berbagai sumber belajar.

Sebab, dia menekankan, tidak lagi terbatas cuma kelas, lab dan perpus, semesta harus jadi sumber dan tempat belajar mahasiswa. Bahkan, antara dunia maya dan dunia nyata menjadi bagian integral dalam pembelajaran pada era milenial ini.

"Karena itu, Merdeka Belajar memang satu terobosan yang sulit diimplementasikan bagi yang tidak siap untuk berubah, bagi yang terjebak di mindset konvensional pendidikan era revolusi industri 2 dan 3," kata Nizam dalam penutupan Growth Festival 2021 yang digelar Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis (28/10).

Dia menekankan, kurikulum ke depan harus didesain kokoh fondasinya, tapi miliki cabang-cabang kompetensi seluas mungkin. Sehingga, memberikan ruang mahasiswa kembangkan potensi dan beradaptasi atas perubahan yang terjadi di dunia kerja.

Melalui kurikulum semacam itu, SDM akan fleksibel dengan perubahan. Misal, saat ini banyak sekali kebutuhan data scientist, bisa dipotong prosesnya, jadi meski masuk sebagai mahasiswa ekonomi, bisa jadi lulusan yang menguasai data science.

"Ini tentu akan membuka ruang yang sangat lebar bagi penyiapan lulusan-lulusan yang handal, unggul, siap hadapi perubahan, menghadapi dinamika dunia kerja," ujar Nizam.

Direktur Direktorat Pembinaan dan Pengembangan Kewirausahaan Simpul Tumbuh UII, Dr Arif Wismadi melihat, seorang wirausaha saat ini tidak cukup menjadi penjual tapi harus mampu jadi penghasil. Membuat satu teknologi yang berbasis inovasi.

Masalah kita mungkin merasa produk sudah inovatif, tapi gagal pasar atau tidak ada yang mau investasi. Ada pula masalah ketika memiliki SDM-SDM yang sangat hebat menjual, tapi tidak mempunyai produk-produk inovasi yang bisa dijual.

"Di UII harus jadi pohon menginspirasi, akarnya harus kuat, cabangnya menjulang tinggi, dan buahnya harus tumbuh lebat sepanjang tahun," kata Arif.

UII, kata Arif, setiap tahun menyiapkan sekitar Rp 200 juta untuk UII Business and Innovation Challenge (UBIC). Lakukan seleksi, dimasukkan Ibisma Growth Academy (IGA, diberikan proses pendidikan yang tidak didapat dari perkuliahan reguler.

Memberi materi-materi khusus penguatan kewirausahaan, kita pertemukan mereka yang masih on going, alumni dan sudah berjalan di Ibisma serta wirausaha UII. Dicari kebutuhan, hacker, hipster atau hustler agar mereka ke luar dari kotak-kotak.

Kewirausahaan harus mempercepat proses pembelajaran, termasuk pengakuan degree dan credit. Mahasiswa didorong lulus karena berbisnis, jangan berbisnis malah dijauhkan dari kampus karena sebenarnya mahasiswa tertarik membangun sinergi.

"Kami yakin The Entrepreneurial Capstone Program akan jadi satu pendekatan baru untuk optimalisasi kompetensi mahasiswa dan meningkatkan inovasi dari sebuah produk untuk dapat dihilirisasi agar sampai ke masyarakat," ujar Arif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement