Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image RISNAWATI RIDWAN

Membela Satpol PP dan Perlakuan terhadap Hewan Peliharaan

Eduaksi | Monday, 01 Nov 2021, 15:23 WIB

Banyaknya tindakan pemerintah yang salah dimata masyarakat telah ada sejak jaman baheula. Bagaimanapun bagusnya sistem pemerintah, adilnya penguasa terhadap rakyat, tetapi pasukan jagabaya selalu menjadi sorotan kekurangan dari sebuah pemerintahan.

Satpol PP merupakan pasukan jagabaya level kedua. Dibandingkan dengan kepolisian dan tentara, Satpol PP di anggap sebagai sebuah lembaga yang melakukan pekerjaan "sisa" dari dua lembaga lain. Selalu diberikan steorotip yang kurang mengenakkan namun mengharapkan hasil maksimal dari kinerja mereka.

Satpol PP kembali diguncang komentar netizen. Kali ini kasusnya penganiayaan anjing bernama Canon yang menyebabkan kematian. Canon adalah anjing penjaga sebuah resort yang berlokasi di Aceh. Kebetulan lokasi wisata tersebut masuk dalam kategori wisata halal. Dan adanya anjing sebagai hewan penjaga lokasi wisata halal menjadi polemik bagi masyarakat setempat.

Dalam melaksanakan tugasnya, Satpol PP di Aceh mempunyai perbedaan jobdesc dengan Satpol PP di daerah lain yaitu melaksanakan urusan pemerintahan bidang penegakan qanun dan syariat islam, selain ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Gubernur Aceh Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penanganan Gangguan Ketenteraman Dan Ketertiban Umum Oleh Satuan Polisi Pamong Praja Dan Wilayatul Hisbah Aceh.

Dari video penangkapan Canon yang beredar di media, terlihat bahwa petugas menggunakan "alat bantu" sebuah dahan kayu untuk menjinakkan Canon. Tindakan ini yang menjadi biang keributan dan menghasilkan tuduhan bahwa oknun Satpol PP telah melakukan penganiayaan terhadap Canon sehingga menyebabkan kematiannya.

Oleh karena itu munculnya alasan Satpol PP menangkap Canon tetapi tidak dapat dituduh sebagai penganiaya hewan peliharaan. Pertama, lokasi wisata tersebut masuk dalam lokasi wisata halal yang mempunyai peraturannya sendiri. Satpol PP bekerja sebagai petugas penertiban umum berdasarkan pengaduan masyarakat sekaligus berperan dalam menerapkan peraturan daerah syariat Islam.

Saya mempunyai keluarga yang bekerja di Satpol PP Aceh. Menurutnya, petugas Satpol PP dalam menjalankan tugasnya sering sekali dijadikan "bamper" dalam menghadapi "permasalahan". Dalam hal ini permasalahannya adalah Canon. Canon ini seekor anjing. Walaupun secara syariat Islam, anjing hanya membawa najis tetapi ianya tetaplah seekor anjing. Tidak semua orang mampu atau mau untuk menyentuh seekor anjing dengan segala latar belakang penolakannya.

Kedua, petugas Satpol PP bukanlah petugas yang dilatih untuk menghadapi hewan. Mereka dilatih untuk berhadapan dengan masyarakat yang melakukan pelanggaran peraturan daerah. Dan peraturan daerah itu sangat ditentukan dengan kondisi daerah tersebut. Satpol PP Aceh sangat dituntut untuk mampu menerapkan peraturan daerah yang telah menetapkan lokasi Aceh sebagai lokasi wisata halal.

Kemudian fungsi "bamper" Satpol PP dikerjakan, suka atau tidak suka mereka mereka harus menyelesaikan "permasalahan" Canon. Dengan keterbatasan pelatihan atau bahkan tidak mendapatkan pelatihan khusus menghadapi hewan, maka muncullah perilaku petugas menggunakan alat bantu terhadap Canon.

Permasalahan Canon merupakan peristiwa pertama yang menjadi viral. Padahal ada beberapa kasus lain dimana Satpol PP harus berhubungan dengan hewan peliharaan. Salah satunya adalah Satpol PP harus menertibkan hewan peliharaan seperti sapi yang berkeliaran di jalan lintas antar provinsi. Keberadaan hewan-hewan ini tentu saja mengganggu pengguna jalan. Bahkan bisa menyebabkan kecelakaan kendaraan bermotor bahkan menimbulkan korban jiwa. Penertiban hewan ternak/peliharaan bukanlah tugas utama dari Satpol PP, tetapi memastikan ketertiban dan ketentraman masyarakat yang tidak mau terganggu akibat banyaknya hewan peliharaan/ternak berkeliaran di jalan.

Pengalaman keluarga kami berlibur ke daerah perkebunan kopi juga pernah berkaitan dengan anjing Di daerah tersebut banyak terdapat anjing yang berguna sebagai penjaga kebun. Kami melihat banyaknya anjing yang berkeliaran dalam pekarangan rumah dan berdekatan dengan manusia membuat rombongan kami merasa tertekan.

Keluarga yang menerima kami memahami kekhawatiran kami tentang anjing yang berkeliaran. Mereka menjelaskan bahwa memelihara anjing di perkebunan adalah keharusan. Pilihannya adalah memelihara anjing dan sedikit kerepotan dengan proses penyucian akibat najis atau repot karena masuknya binatang-binatang ke dalam kebun dan merusak tanaman di kebun.

Bagi kami yang datang kemudian melihat anjing bersiliweran di sekitar kopi yang dijemur memunculkan pikiran negatif bagaimana kehalalan hasil kopi tersebut. Pemikiran ini muncul sebagai akibat dari ajaran-ajaran yang kami terima dari guru mengaji kami tentang perlakuan hewan bernajis. Pemikiran-pemikiran ini tentunya menghasilkan perilaku untuk menjauhi larangan yang telah diajarkan.

Pengalaman kami dan petugas Satpol PP menggunakan alat bantu saat menyentuh anjing merupakan efek dari endapan pikiran yang telah didapat saat mendapatkan pengetahuan melalui guru agama dimasa kecil. Bahwa jika hubungannya dengan anjing tidak bisa menyentuh bagian tertentu dalam kondisi tertentu. Endapan pikiran ini menghasilkan perilaku untuk menjauhi dampak dari menyentuh anjing.

Selain itu ketakutan bersentuhan secara langsung dengan hewan bisa jadi juga sebagai alasan petugas memegang tongkat kayu. Saya juga takut memegang hewan, jangankan anjing, kucing saja yang sering di uwel uwel oleh anak saya sering saya usir. Ini tentang kebiasaan masyarakat Aceh. Artinya ada kekuatiran jika anjing berkeliaran bebas dan orang tersentuh dengan bekas air liurnya maka akan mempengaruhi kesuciannya beribadah.

Saya menyayangkan kematian Canon. Bagi sebagian orang hewan peliharaan adalah separuh jiwanya. Teman-teman saya juga banyak memelihara hewan khususnya kucing dan saya melihat banyaknya cinta yang muncul untuk makhluk menggemaskan tersebut. Pasti Canon juga banyak yang menyayanginya. Tetapi lihatlah dari sudut pandang lain, mengapa petugas melakukan tindakan tersebut dan mengapa Canon bisa mati. Apakah ada yang menyimpan video selama evakuasi? Atau adakah dilakukan visum penyebab kematiiannya?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image