Selasa 02 Nov 2021 20:35 WIB

China Minta Warga Simpan Bahan Kebutuhan Pokok, Ada Apa?

Arahan dari Kementerian Perdagangan memicu kekhawatiran di media sosial China.

Rep: Rizky Jaramaya/Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Warga yang mengenakan masker wajah untuk membantu mengekang penyebaran virus corona berkumpul di tempat vaksinasi saat mereka menunggu untuk menerima suntikan booster melawan COVID-19, di Beijing, Senin, 25 Oktober 2021. Sebuah provinsi di China barat laut yang sangat bergantung pada pariwisata menutup semua lokasi wisata Senin setelah menemukan kasus baru COVID-19.
Foto: AP/Andy Wong
Warga yang mengenakan masker wajah untuk membantu mengekang penyebaran virus corona berkumpul di tempat vaksinasi saat mereka menunggu untuk menerima suntikan booster melawan COVID-19, di Beijing, Senin, 25 Oktober 2021. Sebuah provinsi di China barat laut yang sangat bergantung pada pariwisata menutup semua lokasi wisata Senin setelah menemukan kasus baru COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China mengimbau kepada seluruh warganya menyimpan kebutuhan sehari-hari untuk keadaan darurat. Pandemi Covid-19 dan hujan lebat menyebabkan lonjakan harga sayuran serta menimbulkan kekhawatiran tentang kekurangan pasokan.

Arahan oleh Kementerian Perdagangan China pada Senin (1/11) malam, menimbulkan kekhawatiran di media sosial setempat. Para warganet China beranggapan bahwa imbauan pemerintah untuk menyimpan bahan pokok dipicu oleh meningkatnya ketegangan dengan Taiwan.

Baca Juga

Surat kabar Economic Daily, yang didukung Partai Komunis, mengimbau kepada warganet agar tidak berpikiran terlampau jauh. Surat kabar tersebut menyatakan bahwa tujuan arahan itu adalah untuk memastikan agar warga tidak lengah jika ada penguncian atau lockdown di daerah mereka.

Pernyataan Kementerian Perdagangan China mendesak pemerintah daerah untuk melakukan pekerjaan dengan baik dalam memastikan pasokan dan harga yang stabil serta memberikan peringatan dini tentang masalah pasokan. Kementerian Perdagangan China menambahkan bahwa pemerintah daerah harus membeli sayuran yang dapat disimpan dengan baik dan berupaya memperkuat jaringan pengiriman darurat untuk menjamin saluran distribusi lancar serta efisien.

Kementerian Perdagangan China menambahkan, informasi terkait harga penawaran dan permintaan komoditas harus dirilis tepat waktu. Hal ini bertujuan untuk menstabilkan ekspektasi publik.

Pemerintah pusat biasanya melakukan upaya ekstra untuk meningkatkan pasokan sayuran segar dan daging babi menjelang liburan Tahun Baru Imlek, yang akan jatuh pada awal Februari tahun depan. Namun, upaya tersebut kemungkinan menjadi kendala setelah cuaca ekstrem pada awal Oktober, yang menghancurkan lahan pertanian di Shandong. Selain itu, pandemi Covid-19 telah mengganggu pasokan makanan.  

Pekan lalu, harga mentimun, bayam, dan brokoli naik lebih dari dua kali lipat dari awal Oktober. Menurut indeks harga sayuran di Shouguang, bayam lebih mahal daripada beberapa potongan daging babi dengan harga 16,67 yuan atau 2,60 dolar AS per kilogram.

Meskipun harga telah mereda dalam beberapa hari terakhir, para ekonom memperkirakan kenaikan inflasi harga konsumen year on year yang signifikan untuk Oktober. Pandemi Covid-19 membuat Pemerintah China fokus pada ketahanan pangan. Pemerintah saat ini sedang menyusun undang-undang ketahanan pangan dan menguraikan upaya baru untuk mengekang limbah makanan.

China juga berencana melepaskan cadangan sayuran pada waktu yang tepat untuk menstabilkan kenaikan harga. Namun, tidak diketahui sayuran apa yang disimpan dan seberapa besar cadangannya.

Badan perencanaan negara telah menyerukan penanaman kembali sayuran, dan mendesak pemerintah daerah untuk mendukung produk yang cepat panen. Saat ini China memiliki sekitar 6,7 juta hektare lahan yang ditanami sayuran.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement