Jumat 05 Nov 2021 07:19 WIB

Pentagon: Persenjataan Nuklir Cina Berkembang Pesat

Jumlah hulu ledak nuklir Cina berkembang lebih dari dua kali lipat

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Pentagon: Persenjataan Nuklir Cina Berkembang Pesat
Pentagon: Persenjataan Nuklir Cina Berkembang Pesat

Sebuah laporan Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) yang dirilis ke Kongres pada Rabu (03/11) mengatakan, Cina menambah sangat banyak persediaan hulu ledak nuklir di gudang senjatanya. Kemajuan pesat di luar perkiraan Pentagon setahun lalu.

Laporan tersebut menyebutkan, memukan bahwa Cina telah memperluas dan meningkatkan kapasitas persenjataan militernya. Beijing sebelumnya secara terbuka menegaskan keinginan untuk menyamai atau bahkan melampaui Amerika Serikat sebagai negara adidaya global pada pertengahan abad ke-21.

Dalam laporannya, Pentagon menyatakan, mereka yakin Cina dapat meningkatkan jumlah hulu ledak nuklir di gudang senjatanya menjadi 1.000 pada tahun 2030, meski tidak mengungkap jumlah yang dimiliki Cina saat ini.

Hanya satu tahun yang lalu, Pentagon memprediksi Cina memiliki sekitar 200 hulu ledak nuklir yang kemungkinan akan berlipat ganda jumlahnya pada tahun 2030.

Apakah Cina sudah memiliki triad nuklir?

Pentagon juga meyakini, China kemungkinan sudah memiliki trio mekanisme sistem pengiriman yang dikenal sebagai triad nuklir, untuk meluncurkan hulu ledak nuklirnya melalui udara, darat, dan laut. Sistem ini telah dimiliki AS dan Rusia selama beberapa dekade.

Washington menilai, bagaimanapun juga Cina tidak mungkin meluncurkan serangan nuklir tanpa alasan. Sebaliknya, Departemen Pertahanan AS percaya Cina sedang membangun sistem pencegahan yang kredibel dan menakuti musuh-musuhnya dengan ancaman nuklir jika Beijing diancam atau diprovokasi.

Cina mulai membangun setidaknya tiga medan peluncuran rudal baru, yang "secara kumulatif dapat menampung ratusan" silo bawah tanah di mana rudal balistik antarbenua (ICBM) dapat diluncurkan, demikian sebut laporan itu.

Laporan AS itu didasarkan pada informasi yang dikumpulkan hingga tahun 2020 dan tidak mengungkap ekspresi keprihatinan dari Ketua Kepala Gabungan Jenderal Mark Milley tentang uji coba senjata hipersonik yang dilakukan Cina musim panas lalu.

Sesaat sebelum laporan dirilis pada Rabu (03/11), Milley mengatakan kepada Forum Keamanan Aspen bahwa uji coba rudal hipersonik Cina dan kemajuan lainnya mengkonfirmasi prediksi lain.

"Kami menyaksikan salah satu pergeseran terbesar dalam kekuatan global dan geostrategis yang telah disaksikan dunia," katanya.

Upaya Cina menjadi kekuatan militer global

Pentagon mencatat bahwa senjata nuklir bukan satu-satunya area di mana militer Cina, Tentara Pembebasan Rakyat, ingin menguji kapasitas militer AS. Cina juga berupaya meningkatkan kekuatannya di semua domain, yaitu udara, darat, laut, ruang angkasa, dan dunia siber.

Departemen Pertahanan AS mengkhawatirkan, pangkalan luar negeri yang ingin dikembangkan Cina suatu hari nanti dapat "mengganggu" operasi militer AS dan bahkan mungkin mendukung operasi militer melawan AS. Presiden Xi Jinping mengatakan Cina akan menjadi kekuatan militer global pada tahun 2049.

Peningkatan persenjataan menyasar Taiwan?

Laporan itu juga mencatat kekhawatiran AS atas Taiwan, negara demokrasi dengan pemerintahan sendiri yang dipandang Cina sebagai wilayah yang memisahkan diri.

Peningkatan drastis persenjataan Cina, juga diduga ada kaitannya dengan memuncaknya eskalasi di kawasan, khususnya dengan Taiwan. Beijing berusaha mengimbangi kekuatan militer Washington yang terang-terangan mendukung Taipei.

Pemerintah AS meyakini, Cina mengembangkan beberapa skenario, dalam melakukan upaya untuk merebut kembali Taiwan, seperti kampanye blokade bersama terhadap Taiwan, invasi amfibi, serangan udara dan rudal, serangan siber, dan kemungkinan penyitaan wilayah lepas pantai.

Kunjungan delegasi UE ke Taiwan

Di saat memuncaknya kembali ketegangan antara Cina dan Taiwan, sebanyak 13 anggota parlemen dari komite Uni Eropa mengunjungi Taiwan selama tiga hari. Mereka tiba pada Rabu (03/11) dan bertemu dengan Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang.

"Sudah saatnya bagi Uni Eropa untuk meningkatkan kerja samanya dengan Taiwan,” kata Raphael Glucksmann, Ketua Komite Campur Tangan Asing UE.

Bulan lalu, parlemen Eropa mengeluarkan resolusi yang menyerukan badan tersebut untuk "mengintensifkan hubungan politik UE-Taiwan.” Resolusi yang tidak mengikat itu juga menyerukan perubahan nama kantor perwakilan di Taiwan menjadi Kantor Uni Eropa di Taiwan dan membuat perjanjian investasi bilateral dengan pulau itu.

Kunjungan itu dilakukan di tengah meningkatnya dukungan untuk Taiwan, yang diklaim Cina sebagai bagian dari wilayahnya yang menyempal, dan meningkatnya persepsi negatif Beijing terhadap negara-negara Barat.

Tsai menyebut kunjungan itu "sangat signifikan” dan mengatakan Taiwan bersedia berbagi pengalamannya dalam memerangi disinformasi dan ia juga ingin membangun "aliansi demokratis” melawan disinformasi.

ha/as (AFP, AP, Reuters)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement