Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nusaibah

Pentingnya Peran Pengawasan Syariah Dalam Perbankan Syariah

Bisnis | Friday, 05 Nov 2021, 07:49 WIB
Oleh : Nusaibah (Mahasiswi STEI SEBI)

Jumlah bank syariah di Indonesia meningkat ditengah tren konservatif yang lebih luas. Berdasarkan data statistik OJK dari akhir 2018 hingga Maret 2021, jumlah tabungan di bank syariah naik 80%. Gerakan antiriba mendorong sebagian orang menghindari bank konvensional, untuk bekerja sekalipun.

Maraknya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia, kemudian menjadi perhatian khusus pemerintah, utamanya Kementrian Agama (Kemenag). Bahwa pendirian suatu perusahaan berbadan hukum tidak hanya mesti diawasi oleh negara dengan standar konvensional yang lebih dulu ada, melainkan oleh lembaga yang berkompeten dan memiliki wewenang dalam mengawasi pelaksanaannya. (Sulthoni, 2019)

Di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI), maka dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS), suatu lembaga yang bertugas mengeluarkan 2 fatwa serta secara mutlak dalam setiap kegiatan berbasis syariah, memberi aturan, juga sanksi bagi yang melanggar. (Sulthoni, 2019)

Perbankan syariah dalam aktivitas operasionalnya harus menjalankan fungsinya dengan baik, sesuai dengan ketentuan perbankan yang berlaku dan sesuai pula dengan prinsip syariah. Untuk menjamin terlaksananya prinsip syariah dalam aktivitas perbankan syariah terdapat salah satu pihak terafiliasi yaitu DPS sebagai pihak yang memberikan jasanya kepada bank syariah atau unit usaha syariah (UUS). Dewan inilah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas informasi tentang kepatuhan mengelola bank akan prinsip perbankan syariah (Suryani, 2014). Sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tetang perseroan terbatas (Presiden RI 2007) dan undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah (Presiden RI 2008) yang menyebutkan bahwa bank syariah harus memiliki 3 orang DPS. Peranan DPS sangat strategis dalam praktik kepatuhan syariah pada institusi perbankan syariah di Indonesia. Kegiatan perbankan syariah harus menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam transaksi ekonomi dan selain dari hal-hal yang dilarang oleh Islam seperti riba, judi, spekulasi dan lain-lain (Sutedi 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Garas & Pierce pada tahun 2010 tentang peran dan fungsi pengawasan syariah pada lembaga keuangan islam, dikatakan bahwa pentingnya pengawasan syariah berasal dari lima sumber yang berbeda yaitu; agama, sosial, ekonomi, hukum dan pemerintahan.

Pada bidang sosial dikatakan bahwa adanya pengawasan syariah dapat menghilangkan keraguan pemangku kepentingan tentang kegiatan lembaga keuangan islam (Zighaba, 2009) karena menegaskan kepatuhan kegiatan ini dengan syariat Islam (Zoair, 1996). Karena ulama syariah memiliki posisi yang dihormati dalam komunitas Muslim, persetujuan mereka terhadap kegiatan lembaga keuangan islam memberikan kepercayaan kepada pemangku kepentingan tentang legitimasi transaksi. Jika klien tidak menerima persetujuan dari pengawasan syariah pada setiap kontrak, mereka menolak kontrak (Omar, 2002). Karenanya, pengawasan syariah secara material berasal dari kekuatan sosial ulama syariah.

Dikatakan juga dalam bidang ekonomi pengawasan syariah memiliki kekuatan ekonomi. Menurut penelitian El-Kheilaifi (2002) beliau berpendapat bahwa terdapat hubungan antara pengawasan syariah dengan profitabilitas lembaga keuangan islam, profitabilitas lembaga keuangan islam tergantung pada kinerja ulama syariah dan adanya pengawasan syariah itu dapat membantu dalam menciptakan produk syariah yang sesuai sehingga dapat meningkatkan profitabilitas lembaga keuangan islam.

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa Dewan Pengawasan Syariah memainkan peran yang sangat penting dalam tata kelola lembaga keuangan islam yaitu untuk menjamin terlaksananya prinsip syariah dalam aktivitas perbankan syariah.

 

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image