Jumat 05 Nov 2021 19:25 WIB

Pemimpin Militer Sudan Capai Kesepakatan dengan AS

Militer Sudan sepakat untuk mempercepat pembentukan pemerintahan baru.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Pemimpin dewan transisi Sudan, Letnan Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman Burhan terlihat setelah dilantik sebagai Ketua Dewan transisi yang baru dibentuk di istana presiden di Khartoum, Sudan, 21 Agustus 2019 (diterbitkan kembali 25 Oktober 2021).
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Pemimpin dewan transisi Sudan, Letnan Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman Burhan terlihat setelah dilantik sebagai Ketua Dewan transisi yang baru dibentuk di istana presiden di Khartoum, Sudan, 21 Agustus 2019 (diterbitkan kembali 25 Oktober 2021).

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM  -- Pemimpin militer Sudan menyepakati desakan Amerika Serikat (AS) untuk mempercepat pembentukan pemerintahan baru, Kamis (3/11) waktu setempat. Hal ini diumumkan setelah Jenderal Abdul Fattah al-Burhan melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.

"Kedua pihak sepakat tentang perlunya mempertahankan jalur transisi demokrasi, dan perlunya melengkapi struktur pemerintahan transisi dan mempercepat pembentukan pemerintahan," kata kantor al-Burhan seperti dikutip laman Aljazirah, Jumat (5/11).

Baca Juga

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan, dalam pembicaraan teleponnya dengan al-Burhan, Blinken mendesaknya untuk segera membebaskan semua tokoh politik yang ditahan sejak kudeta. Blinken juga mendesak agar militer kembali ke dialog sehingga mengembalikan Perdana Menteri Hamdok ke jabatannya dan memulihkan pemerintahan yang dipimpin sipil di Sudan.

"Kami sedang mempertimbangkan semua inisiatif internal dan eksternal untuk melayani kepentingan nasional," kata penasihat media al-Burhan Taher Abouhaga pada Kamis. "Pembentukan pemerintah sudah dekat," ujarnya menambahkan.

Sementara itu, protes massal diperkirakan terjadi pada Jumat waktu setempat di ibu kota Sudan, Khartoum, dan kota-kota utama lainnya. PBB sebelumnya juga telah berusaha untuk menengahi dan mengakhiri krisis politik yang mengikuti kudeta di mana politisi sipil atas ditahan dan Hamdok ditempatkan di bawah tahanan rumah.

Pada 25 Oktober, al-Burhan membubarkan pemerintah transisi dan menahan pejabat pemerintah lainnya dan pemimpin politik dalam kudeta. Hamdok, yang dibebaskan dalam dua hari setelah penangkapannya dan sejak ditahan di bawah penjagaan tahanan rumah, telah diizinkan untuk bertemu dengan diplomat PBB dan internasional sebagai bagian dari upaya mediasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement