Jumat 05 Nov 2021 23:54 WIB

Muslim China Cinta Tanah Air Meski Mereka Minoritas

Muslim di China berupaya dakwahkan Islam dalam konteks lokal

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Muslim di China berupaya dakwahkan Islam dalam konteks lokal. Komunitas Muslim di Xianjiang, China
Foto: Kedutaan Besar China
Muslim di China berupaya dakwahkan Islam dalam konteks lokal. Komunitas Muslim di Xianjiang, China

REPUBLIKA.CO.ID, —Berbagai upaya pun dilakukan oleh umat Islam untuk menyebarkan kebaikan di negeri Tirai Bambu tersebut. Selama dua ratus tahun pertama dari Dinasti Ming, akhirnya cakupan Islam lebih berkembang di China. Masjid pun bermunculan satu demi satu.

Mi Shoujiang dan You Jia dalam  “Islam in China: Mengenal Islam di Negeri Luluhur” menjelaskan, saat terjadi revolusi pada 1911 di China, kaum Hui Muslim di pedalaman China kemudian mulai aktif dalam gerakan budaya, reformasi agama dan pengembangan pendidikan. Mereka mencoba menyesuaikan Islam China untuk tren sejarah baru China.  

Baca Juga

Seperti halnya para ulama Indonesia, banyak tokoh terkenal di kalangan Islam yang juga menghubungkan antara agama dan kebangsaan. Mereka juga memiliki jargon seperti yang sering digaungkan para ulama NU, yaitu “hubbul wathon minal iman”, mencintai tanah air sebagian  dari iman.

Sebagai contoh, seorang mujadid Muslim Tionghoa, Ding Zhuyuan menyatakan, “Untuk mempertahankan negara adalah untuk membela Islam, untuk cinta negara adalah untuk mencintai diri sendiri. Tidak peduli dengan agama yang dianut, menjadi warga Tionghoa, seorang harus berusaha bersama-sama dengan orang lain untuk keberuntungan negara kita. Bisakah agama bertahan hidup jika negara ini runtuh?.”

 

Meskipun umat Islam di China minoritas, tapi mereka tidak mengurangi kecintaannya terhadap negerinya. Kondisi tersebut sekiranya sama dengan umat non-Islam yang ada Indonesia, yang dulu juga ikut berjuang melawan para penjajah.

Namun, sebagai minoritas umat Islam di China juga mempunyai tantangan sendiri. Setelah Dinasti Qing digulingkan dalam Revolusi tahun 1911, rezim-rezim selanjutnya baik pemimpin perang Utara maupun Republik mempraktikkan kebijakan bias etnis dan penindasan politik terhadap Muslim  . Mereka tidak mengakui hak-hak etnis Hui sebagai kelompok etnis yang tertindas.

Faktor politik ini menyebabkan penghinaan dan diskriminasi terhadap Etnis Hui baik secara lisan maupun secara publikasi, dengan tujuan menciptakan konflik etnis. Dalam situasi ini, umat Islam pun bangkit untuk mengklarifikasi masalah.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement