Senin 08 Nov 2021 18:24 WIB

Sentra Industri Berbasis Energi Bersih di Indonesia

Dunia industri saat ini sangat teliti soal emisi karbon.

Subholding PNRE merupakan generasi masa depan Pertamina, dan merupakan energi baru bagi Pertamina untuk mewujudkan transisi energi, mendukung ketahanan energi nasional, serta mampu mewujudkan Indonesia yang bersih sesuai dengan komitmen pemerintah dalam Paris Agreement.
Foto: Pertamina
Subholding PNRE merupakan generasi masa depan Pertamina, dan merupakan energi baru bagi Pertamina untuk mewujudkan transisi energi, mendukung ketahanan energi nasional, serta mampu mewujudkan Indonesia yang bersih sesuai dengan komitmen pemerintah dalam Paris Agreement.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Intan Pratiwi

Sepulang dari perhelatan COP 26, Wakil Menteri I BUMN Pahala Nugraha Mansury menceritakan dalam paparannya di COP 26, ia mengatakan pemerintah akan membuat tiga sentra industri yang berbasis energi bersih. Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah mengurangi emisi karbon dan juga menangkap peluang investor yang lebih memilih pengembangan industri berbasis energi bersih.

Baca Juga

"Pemerintah mengembangkan tiga wilayah percontohan yang bebentuk sentra industri berbasis green energi. Tiga wilayah tersebut, Jawa Barat, Sumatra Selatan dan Banten," ujar Pahala kepada Republika.co.id, Senin (8/11).

Pahala menuturkan, dunia industri saat ini sangat teliti soal emisi karbon. Sebab, di beberapa negara diterapkan pajak karbon bagi para industri yang menghasilkan karbon. Sedangkan di Indonesia, pajak karbon ini rencananya juga akan diterapkan pada tahun depan.

Hal ini kemudian, kata Pahala, menjadi kunci daya tarik juga bagi para investor untuk berinvestasi di Indonesia, karena Indonesia sudah punya sentra industri yang sumber energinya, dalam hal ini salah satunya adalah pasokan listrik yang berbasis energi bersih.

"Kita akan bekerja sama dengan PLN, Pertamina Power Indonesia dan beberapa kawasan industri BUMN dan swasta untuk mengembangkan sentra industri berbasis green energi untuk menangkap peluang ini," ujar Pahala.

Pahala menyebutkan, di Jawa Barat sebagai wilayah pilot project pertama sudah tersedia PLTA dan PLTP  baik yang dioperasikan PLN dan Pertamina. Begitu juga di Sumatra Selatan.

Coporate Secretary Subholding Power and Renewable Energy Pertamina Dicky Septriadi menilai, potensi kapasitas terpasang pembangkit EBT yang ada saat ini juga mampu memenuhi kebutuhan listrik sektor industri.

Saat ini, kata Dicky, Subholding Power & NRE sendiri sudah banyak mengoperasikan pembangkit berbasis EBT. Untuk di Jawa Barat sendiri sudah ada PLTP Kamojang dengan kapasitas 235 MW.

Sedangkan di Sumatra Selatan, kata Dicky Pertamina punya PLTP Lumut Balai dengan kapasitas terpasang 55 MW. Selain itu ada PLTP Ulubelu dengan kapasitas terpasang 220 MW.

"Terkait potensi tersebut, tentunya kita akan support karena aspirasi dari KBUMN selaku ultimate shareholder kita," ujar Dicky kepada Republika.co.id.

Senada dengan Pertamina, PLN juga menangkap potensi pengembangan sentra industri berbasis green energy dengan antusias. EVP Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Agung Murdifi menjelaskan kapasitas terpasang pembangkit EBT yang ada saat ini mampu mendukung kebutuhan listrik sektor industri.

Agung menjelaskan saat ini porsi EBT dalam bauran energi kapasitas terpasang milik PLN mencapai 12,56 persen atau sebesar 2,9 GW. Dengan komposisi Panas Bumi sebesar 5,54 persen, Tenaga Surya sebesar 0,4 persen, Biomassa 0,20 persen dan PLTB sebesar 0,18 persen.

Agung juga menjelaskan investor tak perlu ragu untuk berinvestasi di Indonesia, karena pemerintah dan PLN juga sudah menerbitkan RUPTL Hijau dimana porsi EBT jauh lebih besar dibandingkan fosil fuel.

"Hingga 2030 mendatang PLN mentargetkan akan mencapai 23,8 GW pasokan listrik berbasis EBT," ujar Agung dihubungi terpisah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement