Selasa 09 Nov 2021 22:04 WIB

Ijtima Ulama MUI Tekankan Bahasan 3 Persoalan Utama  

Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI digelar rutin tiga tahun sekali

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah peserta menghadiri acara Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (7/11). MUI menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII untuk membahas berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan dalam perspektif keagamaan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah peserta menghadiri acara Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (7/11). MUI menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII untuk membahas berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan dalam perspektif keagamaan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII bertema 'Optimalisasi Fatwa Untuk  Kemaslahatan Bangsa' membahas tiga permasalahan di antaranya masalah strategis kebangsaan, fikih kontemporer, hukum dan perundang-undangan. 

Ijtima ulama ini digelar Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara daring dan luring di Hotel Sultan Jakarta pada 9-11 November 2021.

Baca Juga

Ketua Organizing Committee (OC) Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII, KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan dalam kegiatan ijtima ulama ini akan dibahas beberapa hal. Di antaranya yang pertama membahas masalah strategis kebangsaan. 

Di dalamnya membahas tentang dhawabith dan kriteria penodaan agama, makna jihad dan khilafah dalam konteks NKRI, panduan pemilu dan Pemilukada yang lebih maslahat bagi bangsa Indonesia, distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan, serta tinjauan perpajakan.

Dia menambahkan, kedua membahas masalah fikih kontemporer. "Membahas hukum cryptocurrency (mata uang virtual), hukum pernikahan online, hukum pinjaman online, transplantasi rahim, penyaluran dana zakat dalam bentuk al-qardh al-Hasan, hukum zakat perusahaan dan panduan zakat saham," kata Kiai Niam saat menyampaikan pidato pada pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII, Selasa (9/11). 

Dia menerangkan, yang ketiga dibahas dalam ijtima ulama adalah masalah peraturan perundang-undangan. Di dalamnya membahas tinjauan peraturan tata kelola sertifikasi halal, tinjauan rancangan undang-undang tentang larangan minuman beralkohol, dan tinjauan tentang RUU KUHP terkait perzinaan.

Kiai Niam mengatakan, untuk merumuskan bahan dan materi ijtima, panitia telah melakukan berbagai kajian pendahuluan secara mendalam dalam bentuk FGD pra-ijtima ulama dengan mengundang para ahli di bidangnya. 

Di antaranya FGD terkait dengan persoalan aset crypto, FGD tentang pertanahan, FGD tentang perpajakan, serta FGD tentang permasalahan zakat kontemporer. 

Hasil kajian tersebut kemudian dirumuskan oleh tim materi yang dipimpin oleh Profesor KH Muhammad Amin Suma. 

"Kami berharap permusyawaratan ulama fatwa yang akan diselenggarakan selama tiga hari ini dapat menghasilkan keputusan strategis yang akan bermanfaat bagi perbaikan bangsa, mengoptimalkan peran fatwa untuk kemaslahatan bangsa, sebagaimana tema besar acara ini," ujarnya. 

Kiai Niam mengatakan, keputusan ijtima ulama yang akan dihasilkan, diharapkan tidak berhenti menjadi hasil kajian keagamaan. 

Tetapi hasil ijtima ulama ini menjelma menjadi panduan, pedoman, dan penentu arah untuk mengokohkan fungsi dan peran ulama sebagai motor harakatul ishlah, melakukan perbaikan di tengah perubahan, baik regulasi di tingkat pemeritahan maupun panduan di praktek keseharian. 

Kegiatan ijtima ulama ini dilaksanakan secara hybrid dengan protokol kesehatan, diikuti oleh 700 peserta undangan. Peserta yang hadir secara fisik sebanyak 250 orang, dan sisanya hadir secara virtual. 

Kepesertaan dalam kegiatan ijtima ulama kali ini terdiri dari Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI, pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI pusat, pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, ketua MUI Bidang Fatwa dan Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia, pimpinan pondok pesantren, pimpinan Fakultas Syariah PTKI, serta para pengkaji, peneliti, dan akademisi di bidang fatwa.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement