Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fitria Rachmawati

Efektifkah Peran Digitalisasi dalam Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) di Era Pandemi?

Guru Menulis | Tuesday, 09 Nov 2021, 23:57 WIB
Gambar seorang guru sedang melakukan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) dengan pemanfaatan teknologi di salah satu ruang kelas SMA Negeri 2 Tambun Selatan.

Pemerintah melalui keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan surat edaran dengan nomor 4 tahun 2021, perihal penyelenggaraan pembelajaran tatap muka tahun akademik 2021/2022. Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) ini mulai diberlakukan kondusif pada Tahun Ajaran 2021 dengan kapasitas maksimal 50% dari jumlah keseluruhan total warga sekolah. Hal ini dilakukan sebagai responsif pemerintah terhadap keluhan siswa, guru, dan orang tua murid yang merasakan Loss Learning yaitu keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan semangat belajar saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilakukan 100% kurang lebih 1,5 tahun wabah koronavirus berlangsung dalam level yang mengkhawatirkan. Selain itu, faktor teknis, keterbatasan ekonomi, dan psikologis menjadi hambatan dalam keefektifan proses model pembelajaran tersebut.

Konsep Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) ini dilakukan dengan sistem pergantian kelas atau pembagian shift dengan pola dua hari pertemuan tatap muka terbatas di sekolah, tiga hari lainnya dilakukan secara online di rumah. Jumlah siswa kurang lebih sekitar 17 siswa dalam kelas atau 50% dari total keseluruhan dengan durasi waktu pembelajaran terbatas sekitar 30 menit untuk satu jam mata pelajaran. Kebijakan ini secara bertahap dilaksanakan untuk kembali meningkatkan kualitas belajar secara maksimal dan lebih mengukur hasil belajar dengan tetap memprioritaskan kesehatan dan keselamatan melalui prokes yang ketat selama penyelenggaran pembelajaran berlangsung.

Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) dinilai sebagai solusi pembelajaran luring saat era pandemi cukup efektif dilaksanakan dengan adanya interaksi langsung antara guru dan siswa. Model pembelajaran ini memaksimalkan peran guru agar optimal dalam mentransmisif materi yang disampaikan secara objektif untuk dapat menilai secara langsung perkembangan belajar siswa sehingga penurunan kualitas hasil belajar secara bertahap dapat teratasi. Ketepatan dan kejelasan guru sebagai source (sumber) pengetahuan siswa dan peran otoritasnya dalam menerapkan suatu metode seperti metode ceramah secara langsung dalam kelas mampu memberikan stimulus kepada siswa dalam meningkatkan motivasi pemahamannya dalam belajar. (Ceramah) adalah pemaparan yang kurang lebih terus menerus oleh seorang pembicara yang ingin agar audiens mempelajari sesuatu. (Bligh, 2000). Guru lebih terarah dalam mengklasifikasikan kategori penilaian tingkatan pemahaman siswa dalam mempelajari sesuatu secara lebih tepat dengan adanya pertemuan tatap muka secara lebih objektif (konkret). Selain itu, proses pelaksanaan pembelajaran ini lebih efektif dalam membentuk perilaku (behavior) siswa sesuai standar pengetahuan yang diberikan melalui penghargaan atau hukuman secara langsung. Penanaman budi pekerti (attitude) pun yang sempat mengikis saat pembelajaran online berlangsung karena keterbatasan waktu, ruang, dan perhatian guru berlangsung dapat diminimalisasikan.

Penyelenggaran Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) secara langsung ini bukan berarti mengabaikan keberadaan teknologi sebagai alat dalam pelaksanaan pembelajaran. Kemampuan guru dalam mendesain metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa ini tetap didukung dengan teknologi sebagai alat dalam pembelajaran. Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) yang dinantikan dan diharapkan stakeholder sekolah ini, tidak menjadikan alasan penggunaan teknologi saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi tidak lagi dimanfaatkan. Jika beralasan terbatasnya pengetahuan dan keterampilan terhadap penggunaan teknologi seperti aplikasi berbasis digital saat pembelajaran online sebelumnya, lalu Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) menjadi tidak perlu menerapkannya, nampaknya hal itu kurang tepat. Sebaliknya, peran digitalisasi yang diterapkan selama pembelajaran tersebut memudahkan dan melengkapi kekurangan aktivitas proses pembelajaran antara guru dan siswa. Penyataan ini sama halnya jika teknologi tidak dapat menggantikan peran guru tetapi teknologi dapat difungsikan untuk mendukung proses pembelajaran yang diberikan guru. Dengan demikian, kesinambungan antara peran teknologi dan pengajaran guru di sekolah dapat lebih menunjang siswa lebih reseptif dalam memahami informasi.

Dalam praktiknya, peran digitalisasi pada pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) saat era pandemi ini, sekolah-sekolah dengan fasilitas akses internet, pengadaan perangkat teknologi seperti penggunaan lab komputer, penerapan aplikasi berbasis digital seperti e-book diterapkan untuk siswa dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa. Sebagai contoh, sekolah melalui guru dan siswa tetap giat meningkatkan kemampuan dan keterampilan literasi digital dalam mengakses informasi pengetahuan yang sesuai agar ketuntasan pembelajaran efektif dan maksimal. Literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan penggunan dalam memanfaatkan media digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet, dan lain sebagainya. (Devri Suherdi, 2021). Kecakapan ini perlu ditingkatkan melalui pelatihan dan pengembangan secara berkala khususnya untuk guru agar siswa menunjukkan respon lebih baik dalam mengolah pembelajaran melalui proses berpikir analisisnya (kognitivisme) dengan peran aktif guru menjelaskan konten atau topik materi dengan dukungan teknologi.

Gambaran umum dari penerapan peran digitalisasi dalam proses Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) seperti yang diungkapkan tersebut diterapkan pula di sekolah tempat saya mengajar. Aplikasi media pembelajaran seperti GCR, Quiziz, Google Form, Canva, e-book Kinemaster atau Filmora,dan sebagainya dimanfaatkan secara efektif sesuai fungsi kebutuhan materi pembelajaran seperti video pembelajaran, pengumpulan tugas, penilaian Ulangan Harian (UH), dan latihan soal untuk memanfaatkan waktu lebih efisien. Siswa pun turut meningkatkan kreativitas dalam membuat tugas dengan media pembelajaran berbasis digital. Pengadaan fasilitas perangkat teknologi sekolah lainnya seperti tablet (tab) yang berasal dari program bantuan pemerintah dimanfaatkan untuk kebutuhan pembelajaran jika siswa mengalami kendala dalam perangkat teknologi. Bahkan, SMA Negeri 2 Tambun Selatan, sekolah tempat saya mengajar, dalam melakukan Penilaian Akhir Semester (PAS) dan Penilaian Akhir Tahunan (PAT) saat ini memberlakukan ujian dengan sistem CBT. Computer Based Test (CBT) atau tes berbasis komputer adalah salah satu sistem pelaksanaan ujian yang menggunakan media komputer untuk melaksanakannya. Pembuatan hingga pelaksanaannya dilakukan dalam sistem komputerisasi, paket soal yang disediakan terdiri dari beberapa paket soal yang berbeda sehingga siswa akan diberi soal secara acak dengan teman lainnya. Sistem ujian ini memiliki kualitas yang lebih secure (aman), praktis, efektif, dan efisien. Pelaksanaannya fleksibel dilakukan baik di sekolah maupun di rumah dan dapat diakses melalui perangkat teknologi lainnya, seperti Handpone (HP). Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Sinergi antara peran guru dalam meningkatkan pemahaman dengan penerapan teknologi lebih memudahkan dan melengkapi pembelajaran. Guru dapat langsung memanfaatkan, melakukan peninjauan, dan penggunannya lebih terarah. Di tengah-tengah keterbatasan tatap muka di era pandemi ini, kita mengupayakan dan mengusahakan secara efektif proses pembelajaran yang maksimal agar standar capaian hasil akhir peserta didik dalam pembelajaran meningkat. Dengan demikian, kualitas mutu Pendidikan yang diharapkan dapat tercapai.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image