Rabu 10 Nov 2021 19:21 WIB

Saksi Akui Tukar Guling Saham ASABRI Bermasalah Sejak Awal

Tukar guling saham SIAP dengan Harvest Time milik Benny Tjokro langgar PMK 53/2015.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Terdakwa mantan Direktur Investasi dan Keuangan Asabri, Hari Setianto (tengah) mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/9). Sidang kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa mantan Direktur Investasi dan Keuangan Asabri, Hari Setianto (tengah) mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/9). Sidang kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terdakwa Hari Setianto mengakui adanya penyimpangan aturan yang terjadi sejak awal dalam proses tukar guling saham SIAP (PT Sekawan Intipratama) yang dimiliki PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) dengan PT Harvest Time, perusahaan kepunyaan terdakwa Benny Tjokrosaputro. Tukar guling saham tersebut, membuat perusahaan asuransi pensiunan prajurit militer dan polisi yang dikelola negara tersebut mengalami kerugian hingga mencapai Rp 800-an miliar.

Hari Setianto, adalah Direktur Keuangan dan Investasi Asabri 2013-2019. Ia dihadirkan menjadi saksi mahkota, dalam persidangan lanjutan dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) ASABRI untuk terdakwa, mantan Direktur Utama (Dirut) ASABRI, Adam Rachmat Damiri, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Rabu (10/11). Dalam kesaksiannya, Hari Setianto mengungkapkan, pembelian saham SIAP sudah bermasalah sejak awal.

Baca Juga

Menurutnya, pembelian saham SIAP dilakukan sepihak oleh Kepala Divisi (Kadiv) Investasi ASABRI 2012-2017, Ilham Wardhana Siregar. Dalam kasus ini, Ilham Siregar, juga berstatus tersangka. Tetapi, ia tak dibawa ke pengadilan karena dinyatakan meninggal dunia pada Agustus 2021, sebelum kasus ASABRI, naik ke meja hijau.

Hari Setianto mengaku, ASABRI membeli saham SIAP, pada November 2015 dengan total kepemilikan awal Rp 35 miliar. Tetapi, persoalan muncul setelah adanya suspend yang menyasar emiten pertambangan batubara itu. “Seingat saya, ada ASABRI pegang saham namanya SIAP. Itu mengalami penurunan, dan ada rumor (waktu itu) ini (SIAP) akan disuspend,” ujar Hari Setianto, Rabu (10/11).

Seorang pejabat di kementerian BUMN, bernama Gatot Trihargo, kata Hari menceritakan, mengabarinya tentang apakah ada kepemilikan saham ASABRI, pada emiten SIAP tersebut. “Setelah saya lihat, itu cukup besar. Seingat saya  (Rp) 35 miliar awalnya,” ujar Hari. Nominal pembelian SIAP, pun bertambah sampai sekitar Rp 250-an miliar.

Hari menanyakan kepada Ilham Siregar, tentang keputusannya menggelontorkan uang kas ASABRI, dari Rp 35 miliar sampai Rp 250-an miliar untuk pembelian SIAP itu. “Saya tanyakan kepada Ilham, kenapa Anda membeli semacam itu. Dia (Ilham) bilang, karena lagi ada harga murah,” kata Hari menceritakan.

Kemudian, kata Hari melanjutkan, setelah SIAP mulai menuju jalan suspend di bursa, Hari kembali menanyakan kepada Ilham tentang kelanjutan. “Saya tanyakan, ini bagaimana kalau SIAP ada masalah. Dia (Ilham) jawab, iya nanti akan dicarikan solusi,” ujar Hari.

Dikatakan Hari, karena Ilham yang membeli SIAP, Ilham juga yang mencari solusi jika terjadi suspend. Selanjutnya pada Desember 2015, Ilham melaporkan kepada Hari, tentang keputusan ASABRI menukar guling SIAP, dengan Harvest Time, salah satu anak-beranak perusahaan perumahan yang menginduk ke PT Hanson Internasional (MYRX) milik Benny Tjokro. “Saya ingat pada waktu itu sedang berobat di Malaysia, Ilham melaporkan kepada saya bahwa SIAP yang Rp 250 (miliar) itu, ditukar dengan saham non-Tbk,” kata Hari.

Keputusan Ilham tersebut, sempat ditentang oleh Hari. “Saya respons saat itu tidak bisa itu (menukar SIAP dengan Harvest Time),” ujar Hari. Ia menjelaskan kepada Ilham, menukar SIAP, dengan Harvest Time tak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 53/2015. Tetapi, tukar guling tersebut tetap dilakukan, dengan keputusan ASABRI mengambil kepemilikan di Harvest Time dengan penggelontoran uang ratusan miliar rupiah.

“Saya katakan waktu itu (kepada Ilham), agar itu dikembalikan, atau ditukar dengan instrumen lain,” ujar Hari.

Akan tetapi, kata Hari, Ilham beralasan pencarian instrumen lain tersebut, tak dapat dilakukan segera, karena mengingat pembukuan tutup tahun. Karena itu, kata Hari mengungkapkan, dalam pembukuan akhir 2015, ASABRI hanya menyebutkan adanya pengeluaran Rp 250 miliar dari pembelian SIAP, untuk ditukar dengan Harvest Time sebagai panjar pembelian. “Ilham bersama kadiv akutansi saya, mencatatkan itu (Rp 250 miliar) sebagai uang muka untuk pembelian (Harvest Time). Jadi bukan pembelian saham (SIAP). Tetapi uang muka,” terang Hari.

Nominal tersebut, pun membengkak dari Rp 250 miliar, pada Desember, menjadi Rp 500 miliar, pada Januari 2016, sampai Rp 802 miliar pada Juni 2016 yang digelontorkan bertahap ke Harvest Time. Asabri, membayar jumlah tersebut lewat sembilan kali pembayaran. Namun, dikatakan Hari, pembayaran itu, tak dilakukan dengan kwitansi, maupun bentuk cek. “Karena kalau dengan cek, pasti melalui saya. Tetapi, itu tidak melalui cek,” terang Hari.

Hari menceritakan, karena perusahaan Benny Tjokro tersebut, adalah non-Tbk yang bertentangan dengan PMK 53/2015, Hari meminta Ilham, agar menjadikan tukar guling tersebut sebagai penyertaan modal ASABRI ke Harvest Time. Hal tersebut, dikatakan Hari, mewajibkan Ilham melakukan kajian, dan studi kelayakan. Akan tetapi, hal tersebut, tak dilakukan. Bahkan, kata Hari, keputusan tersebut, tak melibatkan rapat komisaris, maupun rapat umum pemegang saham (RUPS) di ASABRI

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement