Kamis 11 Nov 2021 14:20 WIB

Realisasi Komitmen Investasi UEA Ditargetkan Selesai 2024

Minimal sebanyak delapan miliar dolar AS yang terealisasi pada 2022.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, komitmen investasi dari Uni Emirat Arab (UEA) sebesar 44,6 miliar dolar AS akan direalisasikan secara bertahap hingga 2024.
Foto: Republika/ Wihdan
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, komitmen investasi dari Uni Emirat Arab (UEA) sebesar 44,6 miliar dolar AS akan direalisasikan secara bertahap hingga 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, komitmen investasi dari Uni Emirat Arab (UEA) sebesar 44,6 miliar dolar AS tak akan diimplementasikan semua tahun depan. Implementasi komitmen itu nantinya dilakukan secara bertahap.

Ia mengungkapkan, minimal sebanyak delapan miliar dolar AS yang terealisasi pada 2022. Sementara sisanya, akan didorong hingga akhir 2023 atau paling lambat awal 2024.

Baca Juga

"Target pada 2024 awal sudah terealisasi semua. Realisasi komitmen itu harus selesai sebelum masa periode Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin berakhir," ujar Bahlil dalam konferensi pers virtual, Kamis (11/11).

Ia menyebutkan, realisasi komitmen investasi tersebut akan dilakukan di Kalimantan, Sumatra, Jawa, Sulawesi, Jawa Barat, Maluku, Papua, serta lainnya. "Hampir merata saya dorong," ujar dia.

Menurut dia, tidak gampang meyakinkan investor Arab supaya berinvestasi di Tanah Air. Meski begitu, ia yakin realisasi investasi itu bakal terjadi sebab Kementerian Investasi memiliki strategi, kemudian hubungan dan komunikasi Presiden Jokowi dengan raja di Uni Emirat Arab (UEA) sangat dalam, komitmen berbagai perusahaan di sana pun cukup bagus.

Bahlil bercerita, butuh waktu dua tahun mengenal karakteristik investor asal UEA. Ia menilai, karakteristik investor UEA merupakan gabungan dari investor Jepang, Korea Selatan, China, Amerika Serikat (AS), dan Eropa.

"Kalau Jepang dan Korea sangat teliti dan rumit di awal tapi aman ke depannya.  Kalau China mudah di awal tapi di belakang agak belok-belok, kalau Eropa dan AS utamakan lingkungan dulu. UEA ini gabungan semuanya, harus ada chemistry, hitungan bisnis paten, lingkungan diperhatikan, energi baru terbarukan juga. Makanya enggak gampang," tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement