Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asrifa

Ada SurGa di Dana Haji Kita?

Lomba | Thursday, 07 Oct 2021, 16:55 WIB

Apakah kalian pernah mencari tahu, berapa biaya yang seharusnya di keluarkan oleh tiap jamaah untuk pelaksanaan haji reguler?

Menurut anggota BPKH Hurriyah El Islamy ongkos haji saat ini di hitung berada di kisaran Rp 70 jutaan. Sedangkan jamaah saat ini cukup membayar Rp 35 juta untuk bisa berangkat haji. Sisanya merupakan subsidi ongkos haji yang diberikan pemerintah. Nilai subsidinya nyaris setengah dari harga keberangkatan haji. Kemudian bagaimana caranya pemerintah mengakomodir biaya subsidi tersebut?

Dalam prakti pengelolaan dana haji di Indonesia, BPKH, sebagai badan yang diberi amanat oleh pemerintah untuk mengelola dana haji Indonesia, mengalokasikan sebagian dana tersebut pada beberapa instrumen Investasi. Salah satunya adalah instrumen Surat Berharga (SurGa). Dana setoran haji yang mengendap, diinvestasikan dalam Surat Berharga (SurGa) dan diharapkan nilainya tumbuh. Keuntungan pertumbuhan nilai tersebut akan dikembalikan lagi kepada jamaah.

Investasi yang dilakukan BPKH, sebagaimana investasi pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) adalah kegiatan menempatkan sumber daya keuangan BPKH pada kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah dan perundang-undanganan serta ketentuan yang berlaku. Investasi tersebut untuk memperoleh imbal hasil yang optimal. Tentunya, setelah mempertimbangkan kajian mendalam atas semua potensi risiko dan manfaat yang akan diperoleh sebagai akibat dari kegiatan usaha tersebut.

Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SBSN merupakan surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset milik negara, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.

Sejarah surat berharga syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management (DIM) pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) berkerja sama dengan DIM meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) pada tanggal 3 Juli 2000 sebagai panduan investor yang ingin berinvestasi pada instrumen saham secara syariah.

Pemerintah Indonesia mulai menerbitan SBSN, dikenal juga dengan nama Sukuk Negara ini, pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2011 diluncurkannya Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sebagai indeks komposit saham syariah, yang terdiri dari seluruh saham syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Jika melihat portofolio investasi BPKH, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) masih mendominasi. Ada sejumlah alasan mengapa BPKH masih memprioritasikan berinvestasi di surat berharga berbentuk SBSN.

Pertama, tidak berisiko (zero risk). Perlu untuk diketahui, BPKH didirikan relatif tanpa ada penyertaan modal, baik dari negara atau pihak lain, dan hanya mengandalkan dana dari para calon jemaah haji. Oleh karena itu, investasi yang dilakukan BPKH sebisa mungkin menghindari risiko karena menyangkut dana umat. Instrumen investasi SBSN dapat digolongkan dalam investasi yang zero risk karena dikeluarkan dan dijamin oleh pemerintah.

Kedua, sesuai regulasi. Dalam regulasi, antara lain, diamanahkan bahwa investasi BPKH harus memuat point, seperti: harus syariah, aman, memberikan nilai manfaat, dan good governance. Hal ini semua ada di instrumen investasi SBSN.

Ketiga, imbal hasil yang sesuai (reasonable return). Investasi di SBSN dengan tingkat risikonya nol karena djamin oleh pemerintah, memiliki imbal hasil yang lebih bagus daripada penempatan pada bank syariah. Selain itu, investasi di SBSN memberikan tiga keuntungan berupa: return dari kupon, return dari capital gain, dan income dari reinvestasi.

Keempat, ketersediaan penawaran di pasar. Investasi sukuk korporasi masih relatif terbatas penawarannya di pasarnya. Hal ini berbeda dengan SBSN, baik jenis maupun nilainya, relatif besar dan sesuai kebutuhan investasi BPKH.

Kelima, memenuhi likuiditas. BPKH memiliki kewajiban untuk memenuhi likuiditas dana untuk Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Jangka waktu jatuh tempo dan metode pencairan SBSN dinilai relatif sesuai untuk memenuhi likuiditas BPIH setiap tahunnya.

Manfaat SBSN salah satunya adalah untuk percepatan pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Infrastruktur merupakan elemen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Oleh karenanya, Pemerintah berkomitmen untuk mendorong upaya percepatan pembangunan infrastruktur nasional, meski di tengah keterbatasan APBN. Untuk itu, Pemerintah berupaya mencari berbagai alternatif pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur nasional. Salah satunya, menggunakan skema penerbitan SBSN untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur Kementerian/Lembaga. Diantaranya pembangunan proyek Embarkasi Asrama Haji, Kantor Pusat Pelayanan Haji Terpadu, Kantor Urusan Agama dan Manasik Haji, Madrasah, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri, serta Gedung Pusat Layanan Halal.

Dana Haji yang tercatat oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) per 2021 mencapai hampir Rp. 150 triliun. Dana tersebut dikelola oleh BPKH yang bertujuan nilainya tumbuh. Dana yang dititipkan kemudian diinvestasikan untuk kegiatan yang terkait dengan umat dan jemaah haji.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image