Selasa 16 Nov 2021 04:17 WIB

Iran Bidik Penghapusan Sanksi AS dalam Pembicaraan Nuklir

Iran dan AS dijadwalkan melanjutkan pembicaraan pemulihan JCPOA di Wina 29 November

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi menyapa media saat dia pergi setelah konferensi pers pertamanya setelah memenangkan pemilihan presiden, di Teheran, Iran, 21 Juni 2021. Raisi mengatakan bahwa pemerintahnya akan mengikuti negosiasi nuklir dengan kekuatan dunia tetapi tidak untuk waktu yang lama , menambahkan bahwa AS harus mencabut sanksi dan kembali ke kesepakatan JCPOA
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi menyapa media saat dia pergi setelah konferensi pers pertamanya setelah memenangkan pemilihan presiden, di Teheran, Iran, 21 Juni 2021. Raisi mengatakan bahwa pemerintahnya akan mengikuti negosiasi nuklir dengan kekuatan dunia tetapi tidak untuk waktu yang lama , menambahkan bahwa AS harus mencabut sanksi dan kembali ke kesepakatan JCPOA

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Penghapusan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap negaranya dalam pembicaraan pemulihan kesepakatan nuklir mendatang di Wina, Austria sangat penting bagi Teheran. Pernyataan ini diungkapkan Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh.

“Yang penting bagi kami adalah bagaimana mencapai kesepakatan yang baik di Wina. Dari titik mana pembicaraan akan dimulai di Wina, kurang penting,” kata Khatibzadeh dalam konferensi pers pada Senin (15/11), dilaporkan Xinhua News Agency.

Baca Juga

Dia mengakui niat AS untuk bergabung kembali dalam kesepakatan nuklir 2015 atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). “Namun bagi kami penting untuk memastikan sanksi dicabut dan untuk memverifikasinya,” ujarnya.

Iran dan AS dijadwalkan melanjutkan pembicaraan pemulihan JCPOA di Wina pada 29 November mendatang. Pekan lalu juru runding Iran Ali Baqeri Kani mengungkapkan tidak ada pembicaraan tentang masalah nuklir di Wina. Menurut dia, hal tersebut telah diselesaikan sepenuhnya dalam kerangka JCPOA.

“Pertanyaan utama dalam pembicaraan di ibu kota Austria adalah penghapusan sanksi tidak sah dan akibat yang dihasilkan dari penarikan sepihak AS dari kesepakatan (JCPOA),” katanya pada Rabu (10/11) dikutip laman Fars News Agency.

Menteri Luar Negeri Iran Amir Abdollahian mengungkapkan, terkait JCPOA, negaranya menginginkan kesepakatan yang baik. “Ini memerlukan beberapa syarat, termasuk anggota JCPOA lainnya harus memenuhi komitmen mereka dan sanksi harus dicabut secara efektif,” ujarnya.

JCPOA disepakati pada 2015 antara Iran dan negara kekuatan dunia, yakni AS, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, serta China. Kesepakatan itu mengatur tentang pembatasan aktivitas atau program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, sanksi asing, termasuk embargo terhadap Teheran, dicabut.

Namun JCPOA retak dan terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement